Menuju konten utama

Laporan Terbaik Tirto di Tahun Protes 2019 adalah Proyek Kolaborasi

Beberapa topik: Buku merah. Brutalitas polisi. Pelecehan seksual di kampus. Skandal Jiwasraya. Kontroversi dokter Terawan.

Laporan Terbaik Tirto di Tahun Protes 2019 adalah Proyek Kolaborasi
Ilustrasi Kaleidoskop In-Depth 2019. tirto.id/Lugas

tirto.id - Tahun 2019 adalah tahun protes, tahun politik, tahun kekerasan, tahun amarah, tahun skandal. Pada Oktober, Presiden Joko Widodo mengangkat Prabowo Subianto, lawan politiknya sejak Pilpres 2014, sebagai menteri pertahanan. Lima bulan sebelumnya, para pendukung Prabowo memprotes hasil Pemilu, yang mereka anggap “curang”, yang berbelok menjadi amuk: brutalitas aparat kepolisian Indonesia versus amarah demonstran, menjadikan sebagian kawasan Sarinah, Tanah Abang, dan Slipi sebagai parade kekerasan selama tiga hari.

Brutalitas itu menewaskan sembilan warga sipil, tiga di antaranya masih di bawah umur, yang nyaris tanpa balasan keadilan bagi pelaku: nihil tekad mengusut rantai komando yang bertanggung jawab atas kematian mereka. Bahkan, dalam penyelidikan kami, seorang warga di sekitar pusat aksi bernama Markus menjadi korban salah tangkap dan penyiksaan oleh belasan personel polisi, diduga dari korps Brimob; video amatir yang merekam kejadian itu viral di media sosial.

Pada akhir September, brutalitas yang sama oleh aparat kepolisian menggencet solidaritas ‘Aksi Reformasi Dikorupsi’—serangkaian protes yang mungkin tak terbayangkan oleh generasi Boomer: para pejabat dan politikus yang mengatur-atur masa depan negara ini. Anak-anak muda berusia 16 sampai 25 tahun, menanggalkan privilese bangku sekolah dan kuliah serta imbauan rektor, menyerukan tujuh tuntutan, sembari membawa bermacam poster yang mewakili semangat generasinya.

Mereka menolak revisi UU KPK yang melemahkan lembaga antirasuah. Mereka menolak RKUHP yang melemahkan demokrasi. Mereka mendesak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan; menuntut pemerintahan Jokowi akuntabel dengan menolak kekuasaan oligarki; mengusut korporasi perkebunan sawit yang membakar hutan-hutan Indonesia; serta menolak pendekatan kekerasan di Papua dan mendesak pemerintahan Jokowi menuntaskan pelanggaran hak asasi manusia.

Tuntutan mereka dibalas kekuatan berlebihan. Di Kendari, ibu kota Sulawesi Tenggara, kekerasan aparat menewaskan Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi, mahasiswa Universitas Halu Oleo; keduanya diduga ditembak oleh polisi.

Di Papua, protes antirasisme direpresi habis-habisan. Pemerintah Indonesia mengerahkan 6.000 pasukan tambahan tanpa evaluasi, jaringan internet diblokir, ratusan demonstran ditangkap, puluhan lain ditahan, belasan lain dipidana. Di Jakarta, enam aktivis Papua didakwa dengan pasal makar. Di Wamena, pusat ekonomi pegunungan tengah Papua, protes pelajar yang menuding seorang ibu guru berkata rasis berujung kekerasan mematikan: pasar dan ruko serta fasilitas publik termasuk kantor bupati dibakar; puluhan ribu orang mengungsi; sedikitnya 42 orang tewas, baik warga pendatang maupun warga Papua. Warga Nduga merayakan dua kali Natal dalam duka sejak operasi militer pada akhir tahun 2018, mendorong ribuan warga Nduga mengungsi dan ratusan orang, terutama ibu dan anak-anak, meninggal.

Namun, realitas amarah terhadap otoritas ditanggapi oleh cara Jokowi memunggungi harapan.

Jokowi menilai proyek-proyek infrastruktur—dengan jargon kerjanya adalah kerja adalah kerja adalah kerja—masih relevan untuk terus dijalankan dalam periode keduanya. Ia punya ambisi memindahkan ibu kota baru ke Kalimantan, kawasan yang mengalami krisis ekologis, menelan anggaran Rp466 triliun di lahan seluas 181 ribu hektare. Ia menjalankan tahun 2019 dengan menggandeng kolega-kolega koalisinya sembari merangkul oposisi, yang ditopang kekuatan politik oligarki nyaris 75 persen di DPR.

Kekuasaan yang sulit mendengarkan evaluasi adalah bumerang. Pada akhir tahun 2019 skandal Jiwasraya, salah satu perusahaan pelat merah tertua dalam bisnis asuransi, jadi sorotan publik. Klaim kerugiannya mencapai sekitar Rp13,5 triliun, berutang ke 5,5 juta nasabah, akibat manajemen lamanya menempatkan investasi pada saham-saham gorengan dan menjual desain produk yang keliru—sedalam penelusuran kami: motifnya demi keuntungan pribadi; belum sampai ke arah dugaan transaksi elite politik.

Kami membuka awal tahun 2019 dengan merilis laporan mendalam—sebagaimana nama kanalnya—mengenai skandal Jiwasraya. Topik kejahatan kerah putih ini kembali menghangat pada November dan, di ujung penutup tahun, dorongan publik yang besar telah menekan Kejaksaan Agung untuk menyelidikinya. (Sementara ini ada 10 nama inisial yang diduga terlibat kebangkrutan Jiwasraya dicekal ke luar negeri.)

Tahun yang sulit ini—diprediksi ekonomi global akan berat pada 2020—juga dipenuhi disinformasi, propaganda, ruang gema polarisasi, yang menggambarkan perubahan cara kita mendapatkan informasi dalam satu dekade terakhir. Ia adalah tantangan berat dalam jurnalisme. Ia juga peluang. Peluang itu kerja-kerja kolaborasi. Sepanjang 2019, ruang redaksi kami menjalankan peluang tersebut, dengan belajar dari bahu dapur redaksi lain yang telah sukses melakoninya.

Kami berpendapat di tengah kompleksitas masalah-masalah global, kekuasaan semakin lihai menutupi kejahatannya, korban paling terdampak dari kebijakan adalah komunitas-komunitas terpinggirkan yang sangat jauh dari pusat-pusat pemberitaan, di tengah menipisnya investasi liputan investigatif dari pendanaan ruang redaksi, dalam era publikasi yang mengejar popularitas dan valuasi serta mesin algoritma, jurnalisme kolaboratif semakin penting dan relevan.

Bukan saling berkompetisi, melainkan harus lebih sering bersindikasi, menjalin kerja-kerja kolektif—lintas media, lintas divisi, lintas disiplin—yang mungkin bisa menjaga peran jurnalisme tetap relevan bagi publik.

Inilah serangkaian kerja-kerja jurnalisme kolaborasi Tirto bersama media lain sepanjang 2019:

Buku Merah

Di bawah platform IndonesiaLeaks, Tirto (bersama Tempo dan Jaring.id) merilis bukti baru perusakan dokumen buku merah pada 17 Oktober 2019: bagaimana catatan keuangan milik pengusaha yang terjerat korupsi, menyimpan aliran dana gemuk yang salah satunya diduga ke rekening Jenderal Polisi Tito Karnavian (saat ini menteri dalam negeri), dirusak oleh para penyidik KPK dari kepolisian. Laporan ini mengaitkannya pada kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan: 4 April 2017, Novel bertemu Tito; laptop milik penyidik KPK berisi data kasus buku merah dirampok; 7 April, penyidik KPK dari polisi merusak buku merah di Ruang Kolaborasi Lantai 9 KPK; 11 April, Novel disiram air keras sepulang salat subuh dari masjid ke rumahnya.

Pada akhir tahun ini, setelah kasus Novel tertunda-tunda selama tiga tahun, Mabes Polri mengungkap dua pelaku penyerang Novel, keduanya dari kepolisian, dan mengklaim motifnya balas dendam.

Nama Baik Kampus

Bersama The Jakarta Post dan Vice Indonesia, kami menyoroti dugaan kasus-kasus kejahatan seksual di lingkungan kampus. Dari kasus Agni di UGM, dosen mesum di Universitas Diponegoro (Semarang) dan Universitas Sumatera Utara (Medan), predator seksual di UIN Malang, relasi kuasa menyulut kekerasan seksual di sebuah kampus swasta di Bali, serta kampus Islam di Jambi dan Gorontalo. Hasilnya adalah tekanan publik, terutama dari aliansi-aliansi mahasiswa dan dosen progresif, yang mendesak pejabat kampus agar segera membuat peraturan anti-kekerasan seksual.

Di kampus lain, ada setitik pijar cerah: Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta telah membuat surat edaran yang mengatur mekanisme penanganan pelecehan seksual, perundungan, dan intimidasi untuk para dosen dan mahasiswa. Universitas Indonesia membuat buku saku “Standar Operasional Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus” yang digagas oleh Dr. Lidwina Inge Nurtjahyo dan Dr. Saraswati Putri. Dirjen Pendidikan Islam dari Kementerian Agama menerbitkan Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, yang disebarkan ke seluruh rektor di kampus-kampus Islam, baik negeri maupuan swasta, agar mengadopsi aturan serupa di kampusnya masing-masing.

Di UGM, tim perumus yang punya kompetensi dalam kajian gender dan kesehatan reproduksi menyusun draf pencegahan dan penanganan kekerasan seksual—mungkin paling progresif yang pernah dibuat di lingkungan kampus Indonesia—untuk segera disahkan oleh rektor. Tetapi draf ini direvisi, substansi progresifnya dihapus, sehingga rektorat UGM lagi-lagi menjadi sorotan negatif. Kemungkinan pada awal tahun 2020, draf akan disahkan oleh Rektor Panut Mulyono dalam situasi pertentangan internal antara pandangan progresif versus pandangan kolot di UGM.

Livi Zheng

Mungkin laporan paling kontroversial, lemah dalam editing (saya adalah editornya), yang bertengger teratas dibaca selama lebih dari dua pekan, dibacarakan oleh warganet di media sosial, dilaporkan ke Dewan Pers karena dinilai “menghakimi”, berkolaborasi dengan Asumsi. Rilis pada 27 Agustus dan dikerjakan keroyokan, serial laporan ini, termasuk wawancaranya, menjadi salah satu paling viral untuk subjek yang pretasi dan popularitasnya dikerek oleh mesin humas yang piawai. (Sebagian pembaca berkata kepada saya menyayangkan ada “kesalahan” dalam laporan ini.)

Dokter Terawan

Seorang dokter tentara, kepala rumah sakit Angkatan Darat, seorang religius, percaya terapi “cuci otak” bisa menyembuhkan stroke yang mungkin pasiennya cuma mendapatkan efek plasebo alias sugesti, metodenya dipraktikkan tanpa melewati uji klinis yang ketat, dan diangkat jadi menteri kesehatan oleh Jokowi—inilah cerita. Tetapi disertasinya tentang terapi “cuci otak” itu mengandung fabrikasi dan mendapatkan predikat sangat memuaskan—ini lebih dari cerita!

Bersama Majalah Tempo, skandal-skandal Terawan itu kami ungkap pada 2 Desember. Melawan profilnya yang dipuji oleh banyak pejabat dan dianggap sebagai ”dokter yang punya niat menolong,” kontroversi-kontroversi yang menyelimuti kiprah Terawan adalah taruhan Jokowi yang mengangkatnya ke jabatan dengan kekuasaan lebih besar: seorang menteri yang bertugas mengurusi kesehatan masyatakat.

Papua

Bersama Jubi, media online di Papua, kami menyoroti protes antirasisme-berbelok-kekerasan mematikan di Wamena, ibu kota Jayawijaya, pada akhir September 2019. Temuan kami: ada 17 orang Papua dari 42 korban tewas, 11 orang di antaranya terkonfirmasi akibat luka tembak. Dugaan korban tembak ini tak pernah diungkapkan dalam pemberitaan media-media di Jakarta dari “kerusuhan Wamena”. Cerita utama yang lain adalah puluhan ribu warga pendatang mengungsi dan keluar dari Wamena. Cerita lebih proporsional: ribuan orang Papua juga mengungsi setelah peristiwa Wamena, berduyun-duyun ke kampung halamannya di kabupaten-kabupaten tetangga di sekitar pegunungan tengah Papua. Wamena, pusat ekonomi di Jayawijaya, menjadi kota mati selama dua pekan pasca-kekerasan.

Laporan lain bersama Jubi adalah evaluasi tentang usulan pemekaran provinsi yang dilontarkan oleh pemerintahan Jokowi, mungkin buat menutupi protes antirasisme yang meluas di Papua, yang disambut oleh kelompok elite lokal dan pencari rente di Jakarta. Kami menilai salah satu problem terbesar di Papua adalah pemiskinan struktural sejalan perampasan lahan-lahan adat dan deforestasi. Klaim hutan Papua sebagai “benteng terakhir” paru-paru dunia menyusut secepat jutaan hektare hutannya dibabat buat korporasi perkebunan sawit dan pertambahan raksasa. Seri laporan lain akan menyusul pada 2020.

Represi anti-LGBT

Tak ada minoritas seksual yang direpresi negara, dimata-matai polisi, distigma dan dirazia oleh standar moral masyarakat, dirundung dalam relasi pergaulan dan terus-menerus jadi target buat “disembuhkan” seberat LGBT. Meliput bersama wartawan paruh waktu dari New York, lewat pendanaan program Round Earth Media dari Internasional Women’s Media Foundation, kami mendatangi Padang, Jakarta, dan Yogyakarta demi menggali pandangan keliru dan perlakuan diskriminatif terhadap LGBT sebagai “penyakit.” Histeria anti-LGBT memperlihatkan awetnya konservatisme di kalangan masyarakat Indonesia di satu sisi dan upaya-upaya terjal kontra-narasi di sisi lain. Minoritas seksual yang mengusung narasi pembebasan, dari spektrum paling moderat hingga radikal, akan terus mengisi ruang-ruang perdebatan di masa mendatang, dalam negara yang melembagakan agama sebagai urusan publik seperti Indonesia.

Ilustrasi HL Karhutla 2

Ilustrasi Karhutla. tirto.id/Lugas

Peran ‘Whistleblower’

Tiada penghormatan sedalam kepercayaan dari media selain ia semakin dipandang sebagai institusi pengaduan ketika ketidakpercayaan dan penyelewengan membelit institusi penegakan hukum.

Laporan-laporan ini berhasil dirilis berkat bocoran dari whistleblower yang berbagi dokumen-dokumen primer kepada kami buat ditelusuri lebih mendalam dan dikonfirmasi ke sumber-sumber penting di jantung masalah.

Kasus Stempel Halal MUI

Tudingan pejabat teras Majelis Ulama Indonesia memanfaatkan posisi dan pengaruhnya buat memeras badan sertifikasi halal swasta dari Jerman demi mendapatkan stempel halal dari MUI. Kasus yang melibatkan warga negara asing ini ditangani oleh Polresta Bogor. Lukmanul Hakim, pejabat MUI itu, mengelak keterlibatannya dan mengklaim namanya dicatut, kini menjadi staf khusus Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Ketua MUI. Sesuai mandat regulasi 2014, kewenangan pengendali sertifikasi halal beralih ke sebuah lembaga di bawah kementerian agama bernama Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal sejak Oktober 2019.

Manipulasi Tender Proyek Kapal Listrik PLN

Terjadi pada 2015 saat Direktur Utama PLN Sofyan Basyir, melibatkan pengusaha dan pencari rente termasuk seseorang yang mengaku “kerabat Jokowi” saat BUMN di bawah kendali Rini Soemarno, temuan kami adalah ada dugaan skema rente BBM untuk mengoperasikan kapal tongkang pembangkit listrik PLN, yang tendernya dimenangkan oleh perusahaan dari Turki bernama Karadeniz Powership. Negara harus membiayai skema rente ini hingga Rp687 miliar per tahun. BPK menemukan negara kehilangan potensi menghemat anggaran lebih dari Rp500 miliar dari kontrak sewa kapal listrik tersebut, membantah klaim Kejaksaan Agung. Kasus ini minim sorotan; saksi yang dianggap kunci, yang mungkin bisa membantu penyelidikan dugaan korupsi tender ini, tewas “misterius” di Istanbul.

Melacak Jejak Eddy Tansil

Buron kakap yang menilep duit negara Rp,13 triliun pada 1995—kira-kira setara Rp10,8 triliun saat ini, Eddy Tansil adalah prototipe garong modern Indonesia. Ia kabur dari penjara Cipinang, memanfaatkan kedekatannya dengan lingkaran pejabat dan putra Cendana, lalu ke Singapura, kemudian ke Hong Kong dan Tiongkok. Di negeri Tirai Bambu, ET menjelma sosok esktraterestrial dalam perkara melicinkan bisnis-bisnisnya terus berkembang, lagi-lagi berkat pengaruh pejabat teras di Beijing yang telah dirintis oleh ayah dan abangnya. Keluarga ini dikenal dermawan di kampung halamannya di Fujian atas sisi peran filantropi mereka membangun kampus, jalan, irigasi, penerangan, rumah sakit, dan pabrik—menyulap kampung tandus menjadi wajah China modern; satu momen yang pas ketika Partai Rakyat Tiongkok membutuhkan para diaspora mengubah “ekonomi baru China lebih liberal.”

Menelusuri jejak ET dari Hong Kong ke Beijing ke Fuqing, mengalihbahasakan dokumen-dokumen bisnis berbahasa China, enam laporan berseri ini menyingkap jejaring bisnis keluarga Tansil sekaligus mengejar ET yang kami yakini masih hidup, menebak-nebak mungkin saja ia tengah menikmati masa tuanya di Shanghai atau mungkin di suatu rumah tua di kota kecil, dalam kejayaan atau mungkin nestapa.

Ilustrasi HL Indepth Eddy Tansil

Ilustrasi Pengaruh Keluarga Tansildi China. tirto.id/Lugas

Terpikat ISIS

Eks wartawan, ahli IT, sepasang saudara, seorang pebisnis—semuanya dari keluarga kelas menengah—terpikat janji ISIS dan pergi ke Suriah. Ada yang tewas, ada yang menyesal di balik penjara setelah benteng terakhir kekuasaan ISIS di Baghouz takluk pada Maret 2019. Berbekal dokumen berisi daftar nama ratusan WNI pergi ke Suriah, kami memprofilkan sosok-sosok yang paling mungkin bisa kami verifikasi secara solid untuk dipublikasikan. Tujuannya, kami ingin menangkap motivasi apa yang membuat mereka meninggalkan Indonesia untuk kemudian menjadi warga tanpa negara, istri-istri dan anak-anak mereka ditampung di kamp-kamp pengungsian di bawah otoritas pemerintahan Suriah dan Rojava, menciptakan krisis kemanusiaan dan diplomatik.

Gurita Bisnis Properti di Jakarta

Tak ada rumah murah di Jakarta dan tak ada ketimpangan yang kontras selain di Jakarta: setiap jengkal tanahnya dikuasi gergasi properti raksasa, bank-bank lahan itu tumbuh menjadi ratusan apartemen, dan 43 dari 234 apartemen di ibu kota Indonesia ini dikuasai oleh raja properti Agung Podomoro Group. Mereka menjadi mesin uang: pengelolaan iuran dalam satu manajemen pengembang bahkan pernah membuat penghuninya membayar tarif listrik termahal se-Jakarta. Gubernur Anies Baswedan sesumbar sistem pengelolaan apartemen bak pemerasan era kolonial. Tetapi, di situlah justru problemnya. Entah Anies atau siapa pun kelak yang menjabat gubernur Jakarta, ia menghadapi masalah laten kerajaan properti yang menguasai lahan Jakarta di tengah 50 persen warga Jakarta tuna rumah. Laporan ini menantang Anies untuk menepati kebijakan populisnya: berani membereskan “sistem pemerasan” tersembunyi di balik menara-menara apartemen di Jakarta.

Skandal Jiwasraya

Seorang whistleblower mengajak bertemu dan membagikan pandangannya atas masalah Jiwasraya, hasilnya adalah skandal.

Kerugian perusahaan pelat merah asuransi ini mencapai puluhan triliun, menunggak utang kepada jutaan nasabah, tetapi peran humas telah membuat kondisi bobrok itu terlihat bonafide. Laporan keuangannya dipoles sedemikian rupa agar tampak kinclong sebelum audit independen menemukan fakta sebaliknya. Dari skandal menjadi petaka: korps direksinya menutupi dan terlibat dalam kasus gagal bayar polisi terbesar di Indonesia. Tahun 2020 bakal menjadi tahun penuntutan, tahun pengungkapan, tahun pemidanaan yang akan menjerat belasan tersangka, mungkin salah satunya konglomerat properti.

Kami merilis skandal Jiwasraya dalam dua kali berkala, pada Januari dan November, seiring makin terbukanya publik menyoroti kejahatan kerah putih tersebut.

Ilustrasi HL Reformasi Di korupsi

Reformasi Dikorupsi. tirto.id/Lugas

Agama, Anak Muda, Sejarah

1. Mega Church menawarkan sentuhan iman yang lebih ekspresif plus mukjizat.

2. Kisah Pindah Agama—kisah spiritualitas di negara orang-orangnya suka bertanya: Kamu agamanya apa?

3. Jarang jadi topik utama media tapi demografinya menjadi target besar pemasaran dan seakan diperhatikan oleh negara: Menangis itu wajar, luka hati itu biasa—anak muda menghadapi depresi dan bunuh diri di tengah skripsi.

4. Kronik preman, bromocoroh, begundal, berandal: kami menyajikan kisah-kisah bandit dari zaman Ken Arok hingga era oligarki.

Ilustrasi HL Indepth Preman Nasional

Ilustrasi Preman Ommenlanden. tirto.id/Lugas

Penghargaan

Aditya Widya Putri menerima penghargaan Hassan Wirajuda Perlindungan WNI Award 2019 dari Kementerian Luar Negeri untuk kategori jurnalis atau media untuk empat laporan mengenai kisah manusia-manusia di perbatasan Entikong, dirilis Juli 2018.

Dieqy Hasbi Widhana, pemenang terbaik kedua ExcEl Award 2019 untuk kategori feature/ berita mendalam untuk laporan berjudul “Politik Masjid Pilkada DKI Jakarta Meretakkan Keluarga”, dirilis Maret 2017

Irwan Syambudi meraih juara dua dari Aliansi Jurnalis Independen untuk karya jurnalistik terbaik tentang hak asasi manusia untuk laporan mengenai pelarangan upacara doa di Bantul, dirilis 14 November 2019.

Baca juga artikel terkait JURNALISME atau tulisan lainnya dari Fahri Salam

tirto.id - Humaniora
Penulis: Fahri Salam
Editor: Mawa Kresna