Menuju konten utama

Prabowo & Fakta Sejarah Menteri Pertahanan RI yang Mengejutkan

Sebelum Prabowo Subianto masuk kabinet Jokowi, ada beberapa fakta sejarah terkait Menteri Pertahanan yang ternyata mengejutkan.

Prabowo & Fakta Sejarah Menteri Pertahanan RI yang Mengejutkan
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kanan) membalas hormat Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto (kiri) di Gedung Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis (24/10/2019). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.

tirto.id - Ditunjuknya Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan RI di Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) boleh dibilang sebagai kejutan mengingat rivalitas keduanya di Pilpres 2014 dan 2019. Jauh sebelumnya, ada fakta-fakta yang tak kalah mengejutkan dalam sejarah Menteri Pertahanan (Menhan) sejak 1945.

Prabowo Subianto merupakan Menteri Pertahanan ke-26 dalam sejarah dibentuknya Kementerian Pertahanan di Indonesia. Ketua Umum Partai Gerindra ini akhirnya kembali lingkaran pemerintahan setelah sekian lama berusaha dan perjuangannya selalu kandas sejak Reformasi 1998.

Jabatan resmi terakhir yang disandang Prabowo adalah Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat atau Pangkostrad sejak tanggal 20 Maret 1998. Namun, dua bulan kemudian, tepatnya pada 22 Mei 1998, ia dicopot dari posisi ini hanya sehari setelah Soeharto, mertua Prabowo kala itu, lengser dari kursi kepresidenan.

Sebelumnya, putra dari begawan ekonomi Soemitro Djojohadikoesoemo ini juga pernah mengemban jabatan sebagai Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) periode 1 Desember 1995 hingga 20 Maret 1998.

Setelah Reformasi 1998, Prabowo memilih menetap di luar negeri selama beberapa tahun untuk mengembangkan bisnisnya. Ia baru kembali ke tanah air menjelang Pemilu 2004 dan mengikuti konvensi calon presiden (capres) Partai Golkar meskipun gagal lolos.

Usai hengkang dari Golkar dan mendirikan Gerindra, Prabowo kembali mengadu nasib di pentas politik nasional dengan mengikuti tiga Pilpres berturut-turut yakni 2009, 2014, dan 2019. Namun, ia kalah melulu.

Hingga akhirnya, Jokowi –yang merupakan rival Prabowo di Pilpres 2014 dan 2019 yang berlangsung amat sengit– secara mengejutkan menunjuknya sebagai Menteri Pertahanan RI di Kabinet Indonesia Maju masa bakti 2019-2024.

Supriyadi: Menhan yang Hilang

Orang pertama yang menjabat Menteri Pertahanan dalam sejarah pemerintahan RI adalah Supriyadi. Nama jabatannya kala itu adalah Menteri Keamanan Rakyat. Presiden Sukarno menunjuk Supriyadi pada 19 Agustus 1945 saat usianya 22 tahun sehingga ia tercatat sebagai menteri termuda sepanjang sejarah.

Yang mengejutkan, Supriyadi tidak pernah muncul sedari ditunjuk sebagai menteri. Sejak 14 Februari 1945, ia memimpin pasukan Pembela Tanah Air (PETA) melakukan perlawanan terhadap Jepang yang waktu itu juga sedang bertempur melawan Sekutu dalam Perang Dunia Kedua.

M.C. Ricklefs dalam A History of Modern Indonesia (1982) menyebut bahwa sekitar 6 sampai 8 orang anak buah Supriyadi ditangkap dan dihukum mati. Sementara Supriyadi tidak diketahui nasib maupun keberadaannya.

Hingga akhirnya, tanggal 20 Oktober 1945, Presiden Sukarno menunjuk Imam Muhammad Suliyoadikusumo sebagai Menteri Keamanan Rakyat untuk sementara. Supriyadi masih dinanti, namun tidak pernah terlihat lagi dan masih menjadi misteri hingga kini.

Amir Sjarifuddin: Menhan Kiri Dieksekusi

Amir Sjarifuddin menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam 4 kabinet secara beruntun, yakni Kabinet Sjahrir I, II, dan III yang berlangsung dari 14 November 1945 hingga 26 Juni 1947, serta dua kabinet yang dipimpinnya sendiri sejak 3 Juli 1947.

Era Amir Sjarifuddin sebagai Menteri Pertahanan sekaligus Perdana Menteri disibukkan dengan polemik dengan Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia, dari konflik bersenjata maupun urusan-urusan diplomasi, termasuk Perjanjian Renville yang disepakati pada 17 Januari 1948.

Perjanjian Renville yang diteken Amir Sjarifuddin ternyata menuai banyak kecaman karena dinilai merugikan Indonesia. Desakan agar Amir mundur menyeruak. Untuk menenangkan situasi, pada 29 Januari 1948 Presiden Sukarno meminta Amir meletakkan jabatannya. Amir melakukannya meskipun kecewa dan marah.

Yang mengejutkan, Amir Sjarifuddin kemudian ditengarai terlibat dalam aksi Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun pada 18 September 1948, yang dituding sebagai upaya melawan pemerintahan yang sah. Amir pun menjadi target buruan.

Amir Sjarifuddin bersama lebih dari 800 pengikutnya ditangkap pada awal Desember 1948. Tanpa melalui proses pengadilan, mantan Perdana Menteri sekaligus Menteri Pertahanan ini dinyatakan bersalah dan divonis hukuman mati.

Tanggal 19 Desember 1948, dikutip dari Lubang-lubang Pembantaian: Petualangan PKI di Madiun (1990) yang disusun Maksum, Agus Sunyoto, dan A. Zainuddin, Amir Sjarifuddin dan para tahanan politik lainnya dieksekusi di hadapan regu tembak.

Sutan Rasjid: Menhan Buronan Negara

Sutan Mohammad Rasjid menjabat sebagai Menteri Pertahanan sejak 19 Desember 1948 dalam kabinet Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) pimpinan Syafruddin Prawiranegara yang berpusat di Bukittinggi, Sumatera Barat.

PDRI dibentuk atas seizin Presiden Sukarno lantaran ibu kota RI di Yogyakarta diduduki Belanda. Para pemimpin pemerintahan, termasuk Sukarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir ditangkap dan ditawan Belanda kemudian diasingkan ke luar Jawa.

Sutan Rasjid mengembalikan mandatnya sebagai Menteri Pertahanan pada 13 Juli 1949 lantaran mulai pulihnya pemerintahan RI. Namun, ia nantinya justru berada di sisi yang berbeda seiring dibentuknya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Padang pada 15 Februari 1958.

Kala itu, Sutan Rasjid sedang di Italia sebagai Duta Besar RI sejak 1954 atas perintah Presiden Sukarno. Mengenai polemik di Sumatera Barat yang melibatkan PRRI, putra daerah Minangkabau ini tentunya mengharapkan ditempuhnya jalan perdamaian.

Namun, Sukarno justru menyikapinya dengan melancarkan operasi militer karena menganggap PRRI sebagai gerakan pemberontakan yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Di sinilah Rasjid harus mengambil keputusan.

Yang mengejutkan, Rasjid akhirnya memilih PRRI, seperti ditulis Marah Joenoes dalam buku Mr. H. Sutan Mohammad Rasjid (1991). Bahkan, ia menjadi Duta Besar PRRI di Eropa. Pilihan bergabung dengan PRRI membuat Rasjid menjadi buronan pemerintah RI.

Sebagai pelarian politik di Eropa, Rasjid harus sering berpindah tempat untuk menghindari kejaran orang-orang suruhan rezim Sukarno maupun jejaring internasionalnya. Beruntung, ia selalu lolos dan tidak pernah pulang ke Indonesia selama Orde Lama berkuasa.

Rasjid baru kembali ke tanah air pada 1968 atau saat pengaruh Sukarno melemah lalu digantikan Soeharto yang kemudian menjadi penguasa anyar selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Rasjid hidup tenang selama era Orde Baru hingga wafat di Jakarta pada 30 April 2000.

Soeharto: Menhan Jadi Presiden

Mantan mertua Prabowo Subianto, Soeharto, juga pernah menjabat Menteri Pertahanan RI. Bahkan, berawal jabatan inilah Soeharto kemudian sukses mengambil-alih kursi tertinggi kekuasaan dari Sukarno dan menjadi Presiden RI ke-2.

Soeharto masuk kabinet sebagai Menteri Pertahanan setelah terjadinya Gerakan 30 September (G30S) 1965. Sebelumnya, jabatan ini diemban oleh Jenderal A.H. Nasution yang berhasil lolos dari peristiwa berdarah itu, kemudian sempat dilanjutkan oleh Jenderal M. Sarbini.

Di Kabinet Dwikora III yang diresmikan pada 28 Maret 1966 tidak ada lagi posisi Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan. Jabatan ini diganti menjadi Wakil Perdana Menteri Bidang Pertahanan dan Keamanan yang dipegang oleh Soeharto.

Tanggal 25 Juli 1966, tulis Sulastomo dalam Hari-hari yang Panjang Transisi Orde Lama ke Orde Baru (2008), susunan Kabinet Ampera I diumumkan. Selain selaku ketua presidium, Soeharto merangkap dua jabatan lain: Menteri Utama Bidang Pertahanan dan Keamanan serta Menteri/Panglima AD.

Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada Maret 1967 menjadi momen bersejarah bagi Soeharto. Setelah menerima kenaikan pangkat jenderal bintang empat, ia ditetapkan sebagai pejabat presiden menggantikan Sukarno yang dicabut mandatnya oleh MPRS.

Dikutip dari Siapa Dia? Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia (1988) yang disusun Harsya W. Bachtiar, Soeharto masih menjadi pejabat presiden serta Menteri Pertahanan dan Keamanan, serta satu jabatan lagi yakni Panglima ABRI di Kabinet Ampera II sejak 17 Oktober 1967.

Posisi Soeharto semakin kuat setelah ia ditetapkan sebagai Presiden RI sejak 26 Maret 1968 selain tetap menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan serta Panglima ABRI.

Soeharto menempati posisi Menteri Pertahanan dan Keamanan serta Panglima ABRI hingga 9 September 1971 atau dalam perjalanan Kabinet Pembangunan I.

Selanjutnya, Soeharto tetap berkuasa sebagai Presiden RI dalam waktu yang sangat lama, hingga akhirnya tumbang pada 21 Mei 1998 akibat terjangan gelombang reformasi.

Peristiwa monumental yang menggulung rezim Orde Baru itu mengakhiri karier politik Soeharto, begitu pula dengan karier militer Prabowo kendati kelak ia kembali untuk memulai petualangan politiknya.

Baca juga artikel terkait SEJARAH POLITIK atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Politik
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Agung DH