Menuju konten utama

Minimnya Pengawasan Internal Polisi Picu Tindakan Abuse of Power

Salah satu masalah Polri selama 2025 adalah fenomena police brutality atau kebrutalan polisi yang menyalahgunakan kewenangannya.

 

Minimnya Pengawasan Internal Polisi Picu Tindakan Abuse of Power
Personel kepolisian menembakkan gas air mata saat membubarkan paksa pengunjuk rasa di DPRD Provinsi Kalimantan Timur di Samarinda, Kaltim, Senin (1/9/2025). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nym.

tirto.id - Wakil Kepala Kepolisian RI (Wakapolri), Komjen Dedi Prasetyo mengakui masih minimnya pengawasan di dalam internal Polri. Situasi ini membuat kurang maksimalnya pelayanan Polri kepada masyarakat yang diakibatkan oleh penyalahgunaan wewenang atau abuse of power.

“Kenapa terjadi arogansi? kenapa terjadi berlaku-berlaku menyimpang, abuse of power? Pengawasan kita kurang kuat oleh penguatan pengawasan,” kata Dedi di dalam Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Selasa (18/11/2025).

Dengan demikian, Dedi mengatakan sebagai bentuk upaya perbaikan, Polri akan membenahi pengawasan tersebut, terutama dalam hal pelayanan publik. Dedi mengungkapkan sebanyak 62 persen permasalahan pelayanan publik ada di tingkat Kepolisian Sektor (Polsek), Kepolisian Resor (Polres), dan Kepolisian Daerah (Polda).

“Kalau ini bisa kita selesaikan, maka 62 persen permasalahan polisi bisa kami selesaikan,” kata Dedi.

Di hadapan DPR RI, Dedi juga membeberkan pihaknya telah memetakan permasalahan Polri selama tahun 2025, seperti fenomena police brutality atau kebrutalan polisi yang menyalahgunakan kewenangannya.

“Kenapa kami mapping seperti itu? Kami melihat bahwa terjadi suatu-suatu fenomena, police brutality yang cukup signifikan, kemudian terjadi public-public complain yang cukup banyak, sehingga di awal Januari kami sudah mendeteksi dan melakukan evaluasi,” kata Dedi.

Dedi menyebut tindakan kebrutalan polisi yang diadukan masyarakat sebagian besarnya adalah terkait penyalahgunaan senjata. Penyalahgunaan senjata ini berujung menewaskan seseorang.

“Ini kenapa police brutality, khususnya penggunaan senjata api yang sangat berlebihan, yang mengakibatkan anggota polisi meninggal dunia, yang mengakibatkan masyarakat meninggal dunia,” terangnya.

Adapun aduan masyarakat terkait penggunaan senjata secara berlebihan oleh pihak kepolisian terjadi di beberapa daerah. Antara lain kasus penembakan di Kabupaten Solok Selatan pada November 2024 lalu, yang mana pelakunya adalah AKP Dadang Iskandar, Kabag Ops Polres Solok Selatan.

Selain itu, kasus police brutality terjadi juga saat aksi unjuk rasa di Sorong, Papua Barat, dan kasus di Sulawesi Selatan, di mana enam orang anggota Sabhara Polrestabes Makassar menyekap dan menganiaya pemuda di Kabupaten Takalar pada Selasa (27/5/2025).

“Terjadi di Solok Selatan, terjadi di Bangka Belitung, terjadi di Semarang, terjadi di Papua Barat, terjadi di Sulawesi Selatan, dan terjadi di beberapa wilayah,” tuturnya.

“Termasuk public complain, public complain juga yang mengakibatkan masyarakat meninggal dunia terjadi di Banten dan hampir di semua wilayah,” imbuh Dedi.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN OLEH POLISI atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Flash News
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Siti Fatimah