Menuju konten utama

Kisah Kakak-Adik Alumni Ngruki ke Suriah demi ISIS

Kuliah di Islamabad dan Kairo, kedua putra Amir Mahmud, veteran JI dari Solo, pergi ke Suriah. Salah satunya tewas pada 2015.

Kisah Kakak-Adik Alumni Ngruki ke Suriah demi ISIS
Ilustrasi Kombatan ISIS dari Indonesia. tirto.id/Lugas

tirto.id - “Terlepas dari Ngruki atau tidak mereka pergi ke sana, sudah ada pemahaman bibit-bibit ideologi,” kata Amir Mahmud tentang alasan mengapa orang-orang Indonesia tertarik ke Suriah.

“Seperti anak saya, tidak terlibat di organisasi mana pun. JAT tidak, MMI tidak, JI pun tidak, dan NII pun tidak,” katanya menyebut beberapa kelompok terorisme di Indonesia kepada Tirto, awal April lalu di Solo, Jawa Tengah.

Anak dimaksud Amir Mahmud adalah kedua putranya yang bergabung ISIS di Suriah: Rusydan Abdul Hadi dan Hadid Nashirul Haq.

Keduanya alumni pondok pesantren Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, pimpinan Ustaz Abu Bakar Ba’asyir. Amir Mahmud adalah veteran Afganistan angkatan 1986, eks-Jemaah Islamiyah, dan dosen Universitas Muhammadiyah Solo, yang sejak 2015 menjadi mitra polisi Indonesia dalam program deradikalisasi.

Pada Agustus 2013, Rusydan alias Abu Naser alias Abu Sayyaf pergi ke Suriah via Turki melalui Islamabad, tempat dia kuliah sejak 2011 di Universitas Islam Internasional Islamabad, Pakistan. Ia berangkat bersama Arisdiantoro Sunarno Sumo, Dawin Nuha Abdullah, dan Muhammad Fakhri Insani.

Pada 2014, Hadid yang kuliah di Universitas Al-Azhar, Kairo, mengikuti jejak kakaknya.

Kepergian kedua anaknya, kata Amir, tak disangkanya sama sekali. Ia menduga ideologi "jihad" telah mendorong mereka ke Suriah. Ia mengaku baru mengetahui kedua anaknya bergabung ISIS saat Rusydan dikabarkan tewas di Suriah pada 2015. (Dalam dokumen internal bercap "rahasia" yang diterima redaksi Tirto, Rusydan tewas dalam serangan udara pasukan koalisi pada 15 Mei 2015.)

Baik Rusydan maupun Hadid menjadi bagian dari puluhan ribu kombatan dari seluruh dunia yang percaya pada gagasan kekhalifahan ISIS, berlindung di bawah birokrasi Bendera Hitam yang mengeksploitasi sumber daya alam di kawasan taklukan dan memajaki jutaan penduduknya, menjadikan ISIS sebagai organisasi terorisme paling kaya di dunia.

Infografik HL Indepth Kombatan ISIS

Infografik Kakak-Adik Kombatan ISIS dari Solo: Rusydan Abdul Hadi & Hadid Narisul Haq. tirto/Lugas

Di Suriah, Rusydan memiliki jabatan mentereng sebagai komandan yang membawahi empat regu, terdiri dari 53 kombatan asal Indonesia dan Malaysia. Wilayah operasinya disebut-sebut di sepanjang tepi sungai Kebar, yang membelah Al-Hasakah, salah satu kota terbesar di Suriah.

Sementara Hadid Nashirul Haq pernah muncul dalam video anak-anak ISIS asal Indonesia, Filipina, dan Malaysia, yang membakar paspor dalam salah satu pelatihan militer di sebuah lokasi di Suriah.

Hadid satu kelompok dengan Katibah Nusantara, yang dipimpin Kiram, warga negara Filipina. Berdasarkan laporan Afshin Ismaeli, wartawan lepas yang meliput benteng terakhir ISIS di Baghouz, Kiram kini ditahan oleh Pasukan Demokratik Suriah-Kurdi. Hadid juga satu kelompok dengan Abu Walid, algojo ISIS asal Solo yang lebih dulu tewas di Suriah.

Seorang pejabat anti-teror Indonesia mengatakan kepada Tirto bahwa Hadid kini ditahan di penjara Al-Malikiyah, pusat distrik pemerintahan Kota Al-Hasakah, dekat perbatasan Irak. Di penjara ini pula Utsman Mahdamy alias Abu Tsabitah, ahli IT asal Solo yang bertugas di bagian komunikasi ISIS, ditahan.

Selain itu, di penjara tersebut ada Munawar Kholil, anggota Jamaah Ansharut Daulah pimpinan Aman Abdurrahman, yang merekrut sekitar 57 WNI ke Suriah. Di penjara ini pula ditahan kombatan lain dari Indonesia bernama Abu Aisha dan Abu Tariq.

Namun, kabar Hadid masih hidup dan dipenjara oleh pasukan Kurdi tak begitu saja dipercayai Amir Mahmud.

“Kalau saya bilang, mereka sudah mati," kata Amir kepada Tirto di Solo. "Karena kabar [Hadid masih hidup] sampai saat ini tidak pernah sampai ke saya."*

Baca juga artikel terkait ISIS atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Hukum
Reporter: Arbi Sumandoyo
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam