Menuju konten utama

MenLH Sebut Luas Hutan Imogiri Berkurang Setengah Dibanding 2010

Hanfi mengatakan, pembukaan lahan hutan di perbukitan Imogiri menjadi salah satu pemicu banjir yang membuat Kali Celeng meluap pada 28-29 Maret 2025 lalu.

MenLH Sebut Luas Hutan Imogiri Berkurang Setengah Dibanding 2010
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq bersama jajaran Pemkab Bantul saat meninjau Embung Imogiri II, pada Minggu (20/4/2025). Tirto.id/Siti Fatimah

tirto.id - Menterian Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan, luas tutupan hutan di Kapenawon, Imogiri, Bantul, DIY berkurang hingga setengah lebih dibanding 2010. Ia mengaku, luas hutan Imogiri mencapai 18 ribu meter persegi di tahun 2010, tetapi sudah berkurang tinggal 9 ribu meter persegi.

“Menurut data, tahun 2010 ke bawah masih dalam tingkatan hutan luasnya 18 ribu meter persegi. Sekarang kalau kita cermati, tutupan hutannya tinggal 9.000. Jadi hilang separuh,” ujar Hanif diwawancarai saat berkunjung ke Embung Imogiri II di Kalurahan Wukirsari, Imogiri, Bantul pada Minggu (20/4/2025).

Hanif menyebut, pembukaan lahan hutan di perbukitan Imogiri menjadi salah satu penyebab banjir yang membuat Kali Celeng meluap pada 28-29 Maret 2025 lalu. Sungai yang berada di bawah perbukitan itu tidak sanggup menampung debit air yang mengalir dari perbukitan. Kondisi ini diperparah dengan temuan lapangan, yaitu pertambangan di perbukitan.

“Jadi dari sisi teknis ada sedimentasi mencolok terkait dengan penanganan air permukaan, air larian di enam tambang di hulu [area perbukitan Imogiri, langsung turun membanjiri Kali Celeng],” jelas Hanif.

Oleh karena itu, Hanif akan melakukan pengawasan lingkungan di perbukitan Imogiri. Dia akan berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DIY dan DLH Bantul. “Saya sudah matur ke bapak bupati. Kami mohon izin dengan teman-teman DLH DIY dan Bantul bersama mengadakan pengawasan lingkungan,” ujarnya.

Hasil dari pengawasan itu, kata Hanif, akan berupa rumusan untuk ditindaklanjuti. Eksekusi penanganan hasil pengawasan dapat ditangani oleh Bupati Bantul, gubernur DIY, atau Hanif selaku Menteri LH. “Bisa saya nanti yang akan memberikan pengawasan lingkungan untuk mengembalikan fungsi hidrologis di daerah Bantul,” tegasnya.

Hanif pun menyampaikan, Bantul merupakan hilir daerah aliran sungai (DAS). “Pada Bupati, kami sudah matur, sudah ada peraturan menteri terkait payment ecosystem services (PES). Jadi ekosistem yang harus membayar saat ekosistem lain mendapat manfaatnya. Nanti akan dijembatani oleh Kadis DLH selaku koordinator antar kabupaten-kota,” paparnya.

Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, mengatakan, peristiwa banjir Kali Celeng harus dilihat dari berbagai sisi. Di antaranya adalah perubahan landscape akibat alih fungsi tutupan vegetasi dan itu terbukti mengakibatkan terjadinya banjir. “Seperti Jakarta, perubahan landscape besar-besaran di kawasan Puncak. Demikian pula yang terjadi di Bantul,” sebut Halim.

Secara geografis, Bantul adalah wilayah yang berada di hilir dari seluruh DIY. Oleh karena itu, penanganan masalah banjir di Bantul harus melibatkan dalam kawasan yang lebih luas, yaitu regional DIY.

“Bagaimana perubahan landscape di Sleman, di Kota. Itu tidak bisa dipisahkan dari peristiwa banjir yang terjadi di Bantul,” tegasnya.

Halim mengatakan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul telah berupaya untuk melakukan mitigasi banjir Kali Celeng. Antara lain dengan membuka dua embung di DAS Kali Celeng. Namun, keberadaan dua media penampung luapan air ini masih tidak dapat membendung volume air yang tercurah.

“Ternyata upaya ini masih belum cukup untuk menghambat terjadinya banjir. Nyatanya, kemarin masih banjir juga,” lontar Halim.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini akan menunggu hasil analisa dari Kementerian Lingkungan Hidup seberapa besar dampak alih fungsi lahan di perbukitan Imogiri mengakibatkan kerusakan lingkungan. “Sampai menyebabkan, air kok tidak bisa diserap secara optimal. Maka nanti akan kami tunggu,” tandasnya.

Baca juga artikel terkait HUTAN atau tulisan lainnya dari Siti Fatimah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Siti Fatimah
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Andrian Pratama Taher