tirto.id - Ia adalah ahli tauhid. Tetapi, sebelum mendalami agama lebih serius lagi dan menjadi ustaz, lulusan salah satu pondok pesantren di Garut, Jawa Barat ini—yang melanjutkan pendidikan di Mesir—adalah wartawan di majalah Sabili dan Harian Seputar Indonesia.
Sabili adalah media Islam yang terbit perdana pada 1992 dan ikut mengobarkan api kekerasan komunal di Ambon pasca-Orde Baru lalu berhenti terbit pada 2014. Sementara Sindo adalah salah satu konglomerasi media di bawah MNC Group milik pengusaha-cum-politikus Hary Tanoesoedibjo.
Kelak kemampuannya dalam berkomunikasi—sebagai penulis dan editor sekaligus pendakwah—menjadi modal vital dia sebagai penerjemah majalah Dabiq dan buletin al-Naba, media propaganda ISIS, bagi pembaca Indonesia. Nama penanya adalah Abana Ghaida.
Ia adalah Ganna Pryadharizal Anaedi Putra. Lahir di Jakarta pada 14 Oktober 1982, Ganna pergi ke Suriah memboyong istrinya, Syifa Annisa, dan ketiga anak mereka. Belakangan istri keduanya, Sefi Ubudiyah, menyusulnya. Sefi, alumnus Universitas Negeri Jakarta dan seorang guru SMA, mengenal Ganna lewat media sosial dan intens berkomunikasi via Skype, lalu menikah dan mengikuti suaminya.
Berangkat via jalur Turki, mereka tiba di Raqqa, ibu kota kekhalifahan ISIS, pada Oktober 2015, gelombang terakhir orang Indonesia yang hijrah ke negara konflik dan pusat Daulah Islamiyah itu.
“Saya tahu mereka ke Suriah, tapi saya tidak tahu kalau mereka ikut ISIS,” ujar Isha Syah Reza, adik kandung Syifa Annisa, kepada Tirto, akhir Maret lalu.
Isha, yang semula bersedia diwawancarai, menolak mengisahkan riwayat keluarga itu karena sulit mempercayai kakaknya bergabung ISIS.
“Saya saja sampai sekarang tidak tahu kondisi mereka seperti apa di sana.” Isha berkata komunikasi dia dengan kakaknya tak pernah dibalas lagi.
“Saya chat di Facebook saja tidak ada tanggapan,” ia menuturkan.
Ustaz Buya, teman seangkatan Ganna saat di pesantren dan sama-sama kuliah di Mesir, meyakini koleganya itu tak cuma memboyong istri dan anak-anak tapi juga mengajak kedua adik dan seorang sepupu.
“Saya dapat kabar itu dari teman," kata ustaz Buya, "tapi saya dengar adiknya dideportasi."
Buya mendengar kabar temannya ke Suriah saat merencanakan reuni sekolah. Ia kaget sekaligus penasaran. Menurut penuturan Buya, Ganna pulang dari Kairo pada 2006, kemudian menjadi wartawan lantas membuka usaha bengkel sepeda motor di daerah Setu, Tambun, Bekasi. Belakangan, Ganna pindah ke Bandung dan mengisi kajian tauhid di salah satu masjid. "Saya tahu itu dari sepupunya," kata Buya.
Kami mencari tahu akurasi kabar itu dengan mendatangi rumah Ganna di Pekayon, Bekasi Selatan, tetapi rumah tersebut sudah dijual. Pemilik baru rumah itu tidak tahu keluarga maupun orangtua Ganna. Satpam kompleks perumahan pun berkata hal sama seraya bercerita pernah ada orang yang mencari informasi mengenai Ganna ke perumahan tersebut. Ketua RT setempat tidak tahu kabar keluarganya. Kami juga kesulitan menghubungi ayah Ganna, seorang pensiunan yang bekerja di salah satu BUMN, dan ibunya.
Rony Anugerah, sepupu Ganna, menolak diwawancarai mengenai kerabatnya yang bergabung ISIS. “Maaf sekali, saya tidak berkenan,” ujarnya
Wartawan, Editor, dan Ustaz
Di Al-Azhar, Ganna mendalami tauhid, akidah, dan pemikiran Islam di Fakultas Ushuluddin. Ia belajar cabang-cabang ilmu filsafat Islam dan relasinya dengan sistem negara. Ustaz Buya, teman sekolahnya, berkata pemikiran Ganna semula tumbuh dari para pemikir Islam kiri, salah satunya Hassan Hanafi, profesor terkemuka di Mesir.
Dalam salah satu lingkaran kajian mahasiswa di Mesir, Ganna pernah mengisi topik kapitalisme dan sekulerisme. Dalam satu artikel yang dia tulis secara bersemangat pada 2008, ia menyalahkan "hedonisme" sebagai "cara yang dipakai musuh-musuh Islam untuk merongrong Islam dan umat Islam."
Di Koran Sindo, Ganna bekerja lebih dari setahun dan menjadi reporter untuk rubrik internasional. Seorang teman lamanya di harian itu bernama Megi tak menyangka Ganna, yang cerdas dan senang bercanda, memilih jalur yang sangat radikal sampai-sampai memutuskan ke Suriah dan bergabung ISIS.
Megi baru mengetahui Ganna pergi ke Suriah setelah Sidney Jones, peneliti terorisme dari Institute for Policy Analysis of Conflict, menulis nama Ganna dalam presentasinya saat diskusi di Jakarta, beberapa hari setelah bom Surabaya, Mei 2018.
Dalam presentasi itu, Jones menyebut Ganna berjejaring dengan Kholid Abu Bakar via Gema Salam, sayap pemuda Jamaah Ansharut Tauhid pimpinan Abu Bakar Ba'asyir. Kholid adalah ustaz untuk keluarga Surabaya yang melakukan bom bunuh diri di tiga gereja. Ia juga punya keluarga di Suriah.
Pada 2013, Gema Salam pernah secara terbuka mendukung ISIS di Suriah dan mengendalikan situs shoutussalam.org, yang menerjemahkan media propaganda ISIS untuk pembaca Indonesia. Belakangan, situs itu ditutup pemerintah Indonesia.
"Mungkin melalui Ganna, berita [dukungan Gema Salam] masuk media ISIS," tulis Jones.
Megi masih mengingat sahabat lamanya itu setahun kemudian saat kami menyinggung namanya. “Yang pasti Ganna itu pintar,” kata Megi, yang masih ingat dan menunjukkan cendera mata baju yang dibeli Ganna dari liputan di Thailand.
Kenalan lain Ganna dari lingkaran wartawan masih sama terkejutnya, mengingat pertemanan antarjurnalis tak pernah menyusutkan waktu sekalipun kita pindah profesi, justru ketika pilihan pekerjaan itu bergabung ke organisasi terorisme paling mengubah geopolitik dunia dan menjadi topik penting dalam liputan internasional.
Di masa sebelum bergabung ISIS, Ganna sempat menjadi editor dan penerjemah di Pustaka Al-Kautsar, sebuah penerbitan buku Islami di Jakarta. Ia menerbitkan macam-macam buku, dari buku saku panduan untuk jemaah haji hingga buku tentang fikih atau hukum Islam. Setidaknya ia menerbitkan sebelas buku yang terdata dalam katalog Perpustakaan Nasional.
Sekitar tahun 2014, sementara membuka usaha bengkel sepeda motor di daerah Tambun, Ganna semakin serius mendalami kajian Islam dan berbekal pendidikannya, ia pun rutin menjadi pendakwah, salah satunya mengisi Kajian Cisangkuy di Bandung, Jawa Barat.
Kajian yang biasa digelar setiap Selasa itu semula menempati gedung Butik Up2Date lantai 2 di Jalan Cisangkuy No. 56. Belakangan lokasinya pindah ke Masjid Al Lathiif di Jalan Saninten.
Ridhan Hafiedz, Ketua Kajian Cisangkuy, tak mengenal Ganna secara dekat. “Saat saya dipercaya memegang Kajian Cisangkuy, sudah tidak ada Ustaz Ganna,” ujarnya di sebuah kafe di Bandung, awal April lalu.
Pengikut Aman Abdurrahman
Saat mengisi Kajian Cisangkuy, Ganna Pryadharizal pernah mengunggah foto memakai kaus bertuliskan "Daulah Islam" dan topi berlambang ISIS pada 24 September 2014. Postingan lain saat ia mengeluhkan Facebook yang menangguhkan akunnya karena dianggap melanggar kode etik komunitas media sosial buatan Mark Zuckerberg tersebut.
“Cadas nih Facebook, enggak nyampe sehari udah suspend lagi akun ane,” tulis Ganna, yang memiliki banyak nama, dari nama asli hingga samaran, di akun media sosial. Ketertarikannya kepada ide negara Islam di bawah Bendera Hitam ISIS pernah ditulis dalam opini berjudul “Dakwah Tauhid dan Jihad, Semakin Ditentang Semakin Gemilang”.
Ajun Kombes Didik Novi Rahmanto, Satgas Penindakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, berkata kepada Tirto bahwa Ganna adalah anak buah Aman Abdurrahman, pencetus Jamaah Ansharut Daulah, yang pecah dengan Jamaah Ansharut Tauhid karena menyatakan dukungan alias berbaiat pada ISIS.
Aman disebut jaksa dalam kasus bom Thamrin—mungkin agak berlebihan demi menuntut hukuman paling berat—sebagai "teroris paling berbahaya se-Asia Tenggara". Kelompok Aman menebar banyak teror di Indonesia, termasuk dalam bom panci di Kampung Melayu dan insiden kerusuhan berbuntut kematian lima polisi di Mako Brimob.
Hijrah ke Suriah menjadi Kombatan dan Eksekutor ISIS
Kepergian Ganna ke Suriah adalah untuk menjemput maut.
Istri keduanya, Sefi Ubudiyah, pernah mengunggah foto lokasi tempat Ganna singgah. Lokasi itu berada di bendungan di Al-Thawrah, desa kecil berjarak 40 kilometer dari Raqqa.
Postingan foto itu menandakan Ganna sempat tinggal di ibu kota kekhalifahan ISIS tersebut. Tinggal di pusat birokrasi ISIS membuat Ganna punya posisi spesial dalam hierarki kombatan ISIS asal Indonesia. Buktinya, ia diberi kesempatan mengeksekusi tahanan sebagaimana terekam dalam video propaganda yang dirilis al-Hayat, sentral media ISIS, pada September 2017.
Di video itu, Ganna muncul bersama Megat Shahdan Abdul Samad, kombatan asal Singapura, dan seorang anggota ISIS asal Filipina. Mengenakan pakaian militer, Ganna berdiri mengacungkan pistol lalu menembak tawanan.
Rukmini Callimachi, wartawan The New York Times yang bertahun-tahun meliput jaringan ISIS, menyebut bahwa tak sembarang orang diberi kesempatan tampil di video mengeksekusi tawanan. “Biasanya yang mempunyai pengaruh dan pengikut,” katanya.
Kemampuan Ganna yang menguasai bahasa Arab dan Inggris, keilmuan agamanya sebagai alumnus Al-Azhar, dan kepandaiannya dalam literasi karena pernah menjadi wartawan, membuatnya diberi posisi penting dalam divisi media ISIS. Ia diberi akses kontrol ke Amaq News Agency, media resmi propaganda ISIS.
Peran Ganna dan Amaq bisa kita telusuri dari kasus kerusuhan Rutan Salemba cabang Mako Brimob, 8 Mei 2018. Dua jam setelah kerusuhan itu, Amaq mengklaimnya sebagai aksi pendukung ISIS. Kendati organisasi teror, ISIS tak sembarang main klaim atas satu serangan ganas demi menjaga profilnya sebagai organisasi yang punya disiplin ketat. Biasanya ISIS melakukan proses verifikasi suatu serangan di bawah kontrol jaringan globalnya selama lebih dari enam jam.
Kecepatan proses verifikasi itu karena ada akses informasi dan komunikasi langsung antara para tahanan di Mako Brimob dan divisi media Amaq di Suriah, yang dilakoni Ganna.
Mujahidin Nur, Direktur The Islah Centre For Moderation dan teman sekolah Ganna di Al-Azhar, berkata kepada Tirto bahwa Ganna bersahabat dan sering berkomunikasi dengan Abu Qutaibah alias Alexander, sosok yang dihormati dan dituakan oleh para napi teroris di Mako Brimob. Atas dasar ini pula kenapa ia diminta oleh napiter sebagai negosiator dengan pihak polisi saat kerusuhan itu.
Kini, setelah tiga tahun setelah berlabuh ke Raqqa, Ganna tewas dalam serangan bom Pasukan Koalisi pada Mei 2018.
Kabar kematiannya pernah diunggah di Facebook istrinya, Syifa Annisa. “Insya Allah jual beli Aa Ganna dengan Allah sudah laku,” kata Syifa, bernada bangga.
“Tolong sampaikan permintaan maaf untuk semua kawan Aa Ganna bila selama berinteraksi dengan dia ada kesalahan dan khilaf,” tulisnya, sebulan setelah kematian suaminya.*
Penulis: Arbi Sumandoyo & Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Fahri Salam