tirto.id - Saat kabar kerusuhan di Rutan Mako Brimob mulai gaduh pada selasa malam (8/5/2018), beberapa foto provokatif pendukung ISIS mulai beredar di sosial media.
Salah satu foto yang menjadi perbincangan adalah gambar yang memperlihatkan sekitar 18 pria menutupi wajahnya dengan cadar sambil memanggul senjata dan menunjukkan salam satu jari. Di belakangnya berkibar bendera panji hitam yang selalu ISIS banggakan.
Masalahnya, foto itu diambil bukan di tengah rimbunnya belantara hutan di Poso, bukan pula di tengah terik padang pasir di Irak atau Suriah. Foto itu diambil tepat di jantung utama yang mereka anggap sebagai musuh penting: Markas Brimob.
Dari mana senjata-senjata itu mereka dapatkan? Jika memang rampasan dari aparat yang mengawali kompleks penjara itu, jumlahnya tak akan sebanyak yang muncul di penjara. Saat kejadian berlangsung, jumlah petugas yang berjaga paling banter tak lebih dari 20 orang.
Dalam foto yang dirilis kantor berita ISIS, Amaq, terlihat beberapa tipe senjata organik yang berhasil disita. Seperti SIG Sauer MPX, Pindad SS-1, M-16, dan Glock 17. Namun, munculnya foto senjata rakitan, senapan angin, dan AKM yang direbut oleh tahanan, membuat saya bertanya-tanya: Bagaimana mungkin senjata ini bisa jatuh ke tangan mereka?
Jika pun tahanan berhasil membobol gudang senjata, itu terasa aneh sebab senapan angin dan AKM adalah bagian dari senjata organik yang biasa dipakai oleh kesatuan Polri atau Densus 88.
Pemerhati terorisme Muhammad Jibriel Abdul Rahman menyebut senjata itu memang tidak didapat dari gudang senjata. Jibriel didakwa pemalsuan paspor dan menyembunyikan informasi lokasi buronan Noordin M. Top pada 2009. Ia divonis lima tahun, tetapi dipotong jadi 3,5 tahun karena dianggap berkelakuan baik. Hampir dua tahun masa tahanannya dihabiskan di Rutan Mako Brimob, jadi ia paham seluk-beluk di sana.
Kepada Tirto, ia menyebut mayoritas senjata tahanan didapat dari gudang penyimpanan barang bukti yang masih ada satu kompleks dengan rutan. Lokasinya berdampingan dengan blok A. " Setiap keluar dari situ saya ingat, di situ ada ruangan. Di tempat itulah barbuk (barang bukti) dimasukkan dalam boks seperti kontainer. Senjata polisi itu diletakkan dari sana. Dekat sekali. Di depan penjagaan," kata Jibriel saat ditemui reporter Tirto di kawasan Tebet, Kamis (10/5).
"Setiap sidang, barang itu dibawa oleh Densus. Saat persidangan diperlihatkan ke hakim, 'Ini loh barbuknya.' Dan barang itu enggak mungkin ditahan oleh kejaksaan," katanya, lagi.
Ia memastikan ruangan itu masih tetap ada dari dulu hingga sekarang. Namun, saat ditanya apakah senjata dari kasus lama masih disimpan di sana? Jibriel tak tahu menahu. "Wallahualam," jawabnya.
Sofyan Tsauri dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Depok pada 2010. Ia terbukti menyuplai 28 senjata dan belasan ribu peluru kepada kelompok Dulmatin yang berlatih militer di Jalin Juntho, Aceh. Tak sampai masa hukuman habis, Sofyan dibebaskan pada 2015. Sama seperti Jibriel, Sofyan pun pernah mendekam di Rutan Mako Brimob.
Pada kasus kemarin, saat melihat foto yang dirilis polisi, Sofyan menemukan senjata-senjata yang pernah memberatkan dirinya saat di persidangan. Dari sinilah dia yakin senjata yang didapatkan para tahanan berasal dari ruang barbuk.
"Saya mengenali beberapa senjata yang kami miliki dulu. Ada AR-15, ada MK-43. Saya lihat di situ ada kode angka-angka yang memang dibuat oleh ikhwan saat di Jalin Juntjo dulu," katanya.
Sofyan menyayangkan kenapa polisi cukup ceroboh membiarkan senjata dari kasus lawas itu masih tetap di sana, "Mestinya polisi menghancurkan atau memindahkan barbuk itu ke tempat lebih aman."
Informasi Jibriel dari tahanan di dalam Mako mengatakan jumlah senjata rampasan berkisar 100 pucuk dan 600-an amunisi. Sementara itu, Menkopolhukam Wiranto dalam jumpa pers di Mako Brimob mengatakan jumlah senjata rampasan tahanan berkisar 36 pucuk senjata.
Wiranto mengatakan seluruh senjata itu adalah sitaan barang bukti. Tidak ada senjata organik. "Senjata itu bukan senjata organik militer atau organik kepolisian, tetapi senjata hasil sitaan dari aparat polisi saat melaksanakan operasi sebelumnya," ujar Wiranto.
Ucapannya Wiranto itu janggal karena pada foto yang dirilis Amaq dan polisi, kita melihat senjata SIG Sauer MPX yang biasa dipakai Satuan I Gegana Brimob. Amat muskil senjata itu sitaan sebab amat sulit mencari senjata ini di pasar gelap. Itu sebabnya senjata tersebut jarang dipakai teroris di Indonesia.
Polisi Mengakui Kesalahan
Jawaban lebih logis datang dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Dalam jumpa pers di Mako Brimob, ia membenarkan senjata rampasan itu memang didapat dari ruang penyidikan dan pemberkasan barbuk.
Ia menyebut mayoritas dari polisi yang tewas memang bekerja di ruang penyidikan. Di ruangan ini senjata itu disimpan. Sebab untuk memudahkan proses penyidikan, senjata-senjata ini bisa langsung ditunjukkan kepada tersangka dan terdakwa.
Saat kerusuhan meledak, Tito membenarkan tahanan langsung bergerak menyerbu ruangan ini. Selain mengambil senjata barbuk, tahanan pun merebut senjata milik penyidik yang oleh mereka kemudian dijadikan sandera.
Dalam konteks ini, pihak kepolisian sendiri mengaku salah. Mereka lengah menyimpan barang bukti senjata berbahaya itu satu kompleks dengan para tahanan.
"Ada beberapa barang bukti senjata ditaruh di situ untuk ditunjukkan kepada para tersangka. Itu juga yang dirampas. Selama ini mungkin karena dianggap enggak ada masalah... Ya sebetulnya ada kelemahan di situ," kata Tito.
Jawaban dari Tito setidaknya lebih logis ketimbang anak buahnya. Sebelum ada keterangan pers dari Tito, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto menyebut sebagian senjata tajam yang dipakai saat kericuhan diduga kuat sudah disiapkan sebelumnya oleh para narapidana.
"Senjatanya ada di dalam mungkin sudah disiapin," kata Setyo pada Rabu tengah malam (9/5). Memang mayoritas dari lima polisi yang tewas dalam kerusuhan di Rutan Mako Brimob mengalami luka akibat senjata tajam.
Jawaban Setyo dianggap Sofyan Tsauri cukup janggal. Sebab terlalu berisiko jika para tahanan menyelundupkan senjata di tengah pengecekan yang intens oleh aparat. Ia percaya mayoritas senjata tajam yang diklaim Setyo berasal dari barbuk di ruang pemberkasan kasus. Sebab, selain senjata organik, senjata tajam macam golok, klewang, dan samurai pun dijadikan barbuk oleh aparat untuk memberatkan para terdakwa.
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Fahri Salam