tirto.id - Tren pelemahan daya beli masih terus berlanjut, karena kondisi itu dua hotel yang berlokasi di Bogor, Jawa Barat tutup dan membuat 150 karyawan hotel terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, menilai PHK yang terjadi di industri perhotelan akan terus berlanjut jika daya beli tak juga membaik.
“Tapi, perkiraannya, ya, kalau kayak kemarin di Bogor dia (hotel) tutup dua, ya, kan, semua ngilang karyawan) berarti, kan? 150 orang (ter-PHK) kemarin itu. Ya, kalau makin banyak, ya. Kami berharap jangan sampai tutup,” kata Hariyadi kepada awak media, usai menghadiri acara Gelar Griya di kediaman Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan P/ Roeslani, di Jakarta Selatan, Selasa (1/4/2025).
Kendati demikian, Hariyadi mengaku belum mendapat laporan lagi terkait tutupnya hotel-hotel di Indonesia. Namun, pertumbuhan industri hotelan selama libur Lebaran 2025 cukup terbatas dan tak semasif tahun-tahun sebelumnya.
Kata Hariyadi, saat ini tingkat keterisian (okupansi) hotel tercatat mengalami penurunan sekitar 20 persen dari realisasi di periode Lebaran 2024. Kondisi ini membuatnya khawatir karena saat Ramadhan hingga menjelang Lebaran, para pekerja akan mendapat tunjangan hari raya (THR) yang biasa mereka gunakan untuk berbelanja, berwisata, hingga menginap di hotel.
Pada Lebaran tahun ini misalnya, kebanyakan kantor dan sekolah libur hingga 7 April 2025. Namun, seiring dengan adanya penurunan daya beli, pemesanan hotel hanya dilakukan masyarakat hinggal 4-5 April 2025, tidak penuh atau bahkan melebihi hari libur seperti sebelumnya.
“Jadi, kemarin itu reservasinya juga lebih lambat. Jadi, banar-benar H-2. Ini sangat-sangat lambat. Dan waktu liburnya juga nggak sampai selesai, enggak sampai tanggal 7 gitu. Di Jogja (sampai) tanggal 6 (April). Bali itu juga enggak full sampai tanggal 7. Jadi, secara umum sih turun secara nasional,” tutur Haryadi.
Karenanya, agar tingkat okupansi hotel semakin meningkat dan PHK di industri perhotelan tidak semakin banyak, Hariyadi berharap agar pemerintah segera merealisasikan kebijakan berbelanja (spending). Sebab, bagaimanapun selama ini tingkat keterisian hotel didominasi oleh kegiatan-kegiatan yang masuk dalam anggaran belanja pemerintah.
“Sebetulnya, tergantung dari pemerintah nanti eksekusi anggaran belanja ini bagaimana. Karena, ternyata di segmen perhotelan itu, segmen pemerintah itu sampai 40 persen itu konfirmasi (pemesanan). Jadi, kalau pemerintah tidak melakukan eksekusi untuk spending-nya, ya pasti akan banyak yang tutup lagi (hotel),” keluh Hariyadi.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama