tirto.id - Dua anggota koalisi masyarakat sipil yang dipanggil penyidik Polda Metro Jaya menolak untuk menjalani pemeriksaan terkait aksi penyampaian pendapat pada acara pembahasan revisi Undang-Undang TNI di Hotel Fairmont, Jakarta. Sedianya, kedua terlapor itu menjalani pemeriksaan pukul 10.00 WIB hari ini.
Perwakilan Tim Advokasi Untuk Demokrasi, Arif Maulana, mengatakan bahwa alasan pertama tidak dipenuhinya panggilan pemeriksaan itu lantaran undangan dari penyidik baru diberikan pada 18 Maret 2025 malam.
"Kami dipanggil [hari] Minggu untuk datang Selasa [hari ini]. Kalau kami merujuk pada hukum acara, undangan yang patut itu tiga hari kerja. Ini baru satu hari kerja. Kalau kami hitung dari Senin, Selasa kami diminta hadir, itu yang formal, administratif," kata Arif di Polda Metro Jaya, Selasa (18/3/2025).
Arif memandang bahwa laporan pidana yang disampaikan oleh sekuriti Fairmont juga keliru dan tidak berdasar hukum. Arif menegaskan pelaporan ini bentuk kriminalisasi terhadap kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan hak politik masyarakat.
"Kami melihat laporan ini adalah bentuk Strategic Lawsuit Against Public Participation atau biasa disebut dengan SLAPP yang identik dengan upaya pembungkaman terhadap partisipasi publik dalam mengawasi proses pembentukan kebijakan," tutur Arif.
Lebih lanjut, dia menyatakan, apa yang dilakukan dua anggota KontraS pada saat rapat revisi Undang-Undang TNI itu, bentuk berpartisipasi dan pengawasan terhadap jalannya penyusunan regulasi. Apabila hal itu justru dipandang sebagai kegiatan meracau, demokrasi pemerintah melalui DPR tidak benar-benar berjalan.
"Terlebih itu di tengah gembar-gembor efesiensi anggaran pemerintah. Jadi, itu standing kami," tukas Arif.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama