tirto.id - MSG (Monosodium Glutamat) bukan barang asing bagi masyarakat Indonesia. Penggunaannya sebagai bumbu tambahan bahkan nyaris menjadi kelaziman. Sebutan populernya adalah micin. Meski begitu, kesalahpahaman terhadap MSG masih sering terjadi.
Saat banyak orang menganggap MSG penyedap rasa yang melezatkan, sebagian lainnya percaya micin harus dihindari. Sayangnya, seruan menjauhi micin sering kali merujuk pada sejumlah mitos tentang MSG. Padahal, pertanyaan seperti ‘apakah MSG berbahaya’ semestinya mendapatkan jawaban fakta ilmiah.
Cap negatif pada MSG umumnya muncul akibat informasi tanpa bukti. Penyebaran misinformasi membawa pengaruh karena banyak orang belum tahu apa itu MSG sebenarnya. Maka itu, penting untuk mengetahui berbagai fakta tentang micin, termasuk asal-usulnya yang bermula dari MSG Ajinomoto.
Sejarah Penemuan MSG Ajinomoto
MSG Ajinomoto adalah sang pemula di dunia micin. Produk penyedap masakan ini memunculkan rasa dasar kelima selain manis, pahit, asam, dan asin. Pertama kali ditemukan pada awal abad ke-20, rasa yang unik dengan gurih mendalam itu disebut umami.
Awalnya, umami diekstrak dari kaldu kombu (rumput laut) oleh seorang profesor dari Tokyo University, Kikunae Ikeda, pada tahun 1907. Dalam penelitiannya, Ikeda menemukan bahwa kandungan asam glutamat (salah satu jenis asam amino) dalam kombu (rumput laut) menimbulkan rasa gurih yang khas.
Terdorong oleh motivasi meningkatkan gizi masyarakat Jepang, Ikeda mengembangkan asam glutamat untuk bumbu penyedap rasa masakan. Dia mengombinasikan zat itu dengan natrium sehingga terciptalah Monosodium Glutamat (MSG). Penemuan Ikeda ternyata menginspirasi seorang pengusaha Jepang, Saburosuke Suzuki II.
Keduanya lantas bekerja sama untuk memanfaatkan hasil riset tersebut menjadi peluang bisnis baru. Kolaborasi ini melatarbelakangi kelahiran Grup Ajinomoto. Pada Mei 1909, produk penyedap rasa dengan merek AJI-NO-MOTO ® resmi meluncur ke pasar.
Hingga kini, Ajinomoto masih menjadi salah satu produsen MSG terbesar di dunia. Lebih dari satu abad setelah peluncuran AJI-NO-MOTO ®, Grup Ajinomoto telah berkembang menjadi perusahaan makanan asal Jepang dengan jangkauan pasar global. Produk MSG Ajinomoto dan bumbu penyedap lainnya yang disesuaikan dengan cita rasa lokal telah dipasarkan di lebih dari 100 negara, termasuk Indonesia.
Apa Itu MSG?
MSG atau Monosodium Glutamat merupakan garam natrium dari asam glutamat yang berbentuk kristal putih halus. Unsur MSG terdiri dari sodium (Na) dan asam glutamat yang merupakan asam amino penghasil rasa umami.
Asam glutamat terkandung dalam banyak jenis bahan makanan seperti rumput laut, daging sapi, tomat, ikan teri, jamur, dan keju parmesan. Saat ini, MSG biasanya dibuat dengan fermentasi pati, bit gula, tebu, atau molase menjadi bubuk putih tidak berbau yang dapat ditaburkan ke makanan layaknya garam dapur.
Rasa umami dalam MSG mampu menguatkan dan memperkaya rasa dalam sup, saus, kaldu, dan banyak jenis makanan lainnya. Tidak ada rasa apa pun dalam MSG jika dikonsumsi secara langsung. Namun, MSG yang ditambahkan sebagai bumbu makanan akan memberikan rasa gurih lezat.
Keunikan rasa inilah yang kemudian membuat MSG atau micin populer, tak terkecuali di Indonesia. Menurut survei oleh Persatuan Pabrik Monosodium Glutamat dan Glutamic Acid Indonesia (P2MI) pada tahun 2022, konsumsi MSG di Indonesia diperkirakan mencapai 1,53 gram/kapita/perhari.
Meskipun demikian, fungsi MSG tidak terbatas melezatkan makanan. Asam glutamat yang menjadi bahan MSG juga dapat dipakai untuk keperluan medis, seperti mengobati koma hepatik. Pun secara alami, sebenarnya tubuh mengenali glutamat sebagai bagian dari sistem metabolisme yang normal. Asam glutamat bisa berubah menjadi glutamat dalam tubuh yang berperan sebagai neurotransmitter di otak, sehingga penting untuk fungsi sistem saraf.
Mitos dan Fakta MSG
Penyebaran misinformasi ditambah minimnya pengetahuan masyarakat membuat berbagai mitos tentang MSG terus diyakini oleh sebagai orang. Kebanyakan mitos MSG memang terkait dengan anggapan bahwa bahan ini tidak aman dikonsumsi. Faktanya, tudingan itu tidak pernah terbukti.
Pada tahun 1990-an, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA) meminta Federasi Masyarakat Biologi Eksperimental Amerika (FASEB) untuk meneliti keamanan MSG. FASEB menyimpulkan bahwa MSG aman dikonsumsi. Mereka mencatat bahwa efek sampingnya hanya bersifat ringan dan sementara, biasanya terjadi setelah konsumsi MSG dalam jumlah besar (lebih dari 3 gram) tanpa disertai makanan.
Sebuah laporan riset dalam jurnal Harvard Health Publishing, yang mengulas tentang apakah MSG berbahaya bagi kesehatan, menyatakan efek samping di atas tidak perlu dicemaskan. Sebab, kebanyakan orang tidak mengonsumsi MSG secara langsung dalam jumlah banyak. Sebagian besar resep menganjurkan penggunaan MSG dalam jumlah sedikit, misalnya 1/4 hingga 1/2 sendok teh per 0,5 kg untuk daging, yang cukup untuk disajikan kepada empat hingga enam orang.
Masih banyak mitos MSG lainnya yang berkembang di masyarakat. Berikut sejumlah mitos tentang MSG dan faktanya:
1. Mitos MSG Bikin Bodoh
Salah satu mitos MSG yang berkembang di masyarakat adalah micin identik dengan penyebab kebodohan. Bahkan terdapat banyolan untuk merespons tindakan bodoh orang dengan, “Ah, kamu terlalu banyak makan micin!”
Akibat mitos ini, banyak orang menganggap terlalu banyak mengonsumsi MSG bisa menurunkan fungsi kognitif, bahkan sampai merusak otak. Namun, faktanya tidak ada riset yang membuktikan klaim ini. Sebaliknya, glutamat (turunan dari asam glutamat yang jadi bahan MSG) justru merupakan zat yang dibutuhkan otak untuk proses metabolisme dan transmisi sinyal saraf.
2. MSG Menyebabkan Hipertensi
Hipertensi kerap dipicu oleh konsumsi garam atau natrium berlebih. Banyak orang salah mengira MSG menjadi salah satu biang tekanan darah tinggi ini. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa MSG tidak memiliki dampak langsung terhadap hipertensi karena kandungan natriumnya hanya sepertiga dari natrium dalam garam dapur biasa. Sebaliknya, MSG malah dapat mengurangi konsumsi garam (sodium) dalam makanan karena bisa menjadi alternatif rasa gurih.
3. MSG Memicu Kanker
Mitos MSG yang juga banyak berkembang di masyarakat adalah micin dapat menyebabkan kanker. Misinformasi ini berangkat dari gejala efek samping yang acapkali dirasakan setelah mengonsumsi MSG berlebih, seperti mual dan sakit kepala. Gejala ini dikenal sebagai "Sindrom Restoran Cina". Namun, tidak ada bukti ilmiah yang membuktikan bahwa MSG bisa menyebabkan kanker.
Manfaat MSG yang Perlu Diketahui
Lebih dari sekadar penyedap rasa masakan, MSG memiliki beragam manfaat bagi kesehatan. Di antara fungsi MSG yang belum jamak diketahui itu adalah:
1. Meningkatkan Status Gizi Lansia
Melemahnya kepekaan indra perasa yang sering terjadi pada banyak lansia bisa menyebabkan kekurangan nutrisi karena menurunnya nafsu makan. Kondisi ini bisa berujung pada defisiensi nutrisi pada tubuh lansia. Menambahkan MSG ke dalam makanan bisa menjadi alternatif supaya cita rasa makanan menjadi lebih kuat dan menggugah selera makan para lansia.
Riset yang dikerjakan oleh Tim Ajinomoto Indonesia bersama kelompok peneliti dari salah satu kampus negeri di Indonesia menemukan metode yang bisa membenahi kualitas gizi pada lansia. Menggunakan intervensi modifikasi menu makanan dan edukasi untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi lansia (Elderly Meal Program), tim itu mendapati hasil positif.
Dalam riset ini, para lansia yang menjadi subjek penelitian mendapatkan menu makanan yang sudah diatur oleh tim peneliti. Mereka mengonsumsi menu makanan yang tinggi protein, energi, vitamin, dan mineral, tetapi rendah garam, gula, maupun lemak.
Efek dari intervensi menu makanan itu menggembirakan. Para lansia subjek penelitian terpantau mengalami penurunan tekanan darah (SBP: Systolic Blood Pressure; dan DPB: Dyastolic Blood Pressure), dari semula tinggi menjadi normal. Hasil lainnya adalah, setelah diberikan menu makanan dengan tinggi protein, terjadi perbaikan fungsi fisik pada subjek penelitian (lansia)..
2. Strategi Diet Rendah Garam
Terlalu banyak mengonsumsi garam sering dikaitkan dengan risiko tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Maka itu, diet garam penting untuk mencegah berbagai risiko penyakit degeneratif. Penggunaan MSG dapat menjadi strategi yang bermanfaat dalam diet rendah garam. MSG akan menjaga palatabilitas makanan (tingkat kesukaan terhadap makanan), walaupun asupan garam dikurangi. Pemakaian MSG juga membantu program diet rendah garam tanpa membuat makanan terasa hambar.
3. Memicu Produksi Saliva (Air Liur) Lebih Banyak
MSG secara alami ditemukan dalam banyak makanan dan bekerja dengan merangsang reseptor rasa umami di lidah. Rangsangan itu memicu sensasi rasa gurih dan meningkatkan kenikmatan makanan. Secara tidak langsung, MSG membantu peningkatan air liur sebagai respons tubuh terhadap makanan lezat.
Peningkatan produksi air liur ini berkontribusi pada pengalaman makan yang lebih menyenangkan dan efisien. Air liur membantu melumasi makanan saat dikunyah, memulai pemecahan karbohidrat, dan membersihkan sisanya dari mulut.
MSG merupakan bahan penyedap rasa yang digunakan secara luas dan aman selama lebih dari satu abad. Dengan penggunaan yang tepat, selain menambah cita rasa, MSG memberikan beberapa manfaat, alih-alih efek samping negatif.
Di Tanah Air, salah satu produk MSG diproduksi dan dipasarkan oleh PT Ajinomoto Indonesia. Melalui laman resminya, perusahaan ini memberikan edukasi tentang MSG dan cara melezatkan masakan. Jika ingin mengenal lebih jauh tentang MSG Ajinomoto dan berbagai varian produknya., silakan kunjungi situs web https://www.ajinomoto.co.id/id.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis