tirto.id - Ia nyaris tewas saat terjebak di perlintasan kereta tanpa palang pintu tak jauh dari Universitas Indonesia pada 2009. Para sahabat mengenalnya sebagai perempuan cerdas, mandiri, dan ulet.
Ketika ia berpulang, para sahabatnya terkejut, tak menyangka perempuan Tionghoa ini pergi saat usianya 25 tahun. Tak ada kejanggalan sebelum ia ditemukan tewas di sebuah apartemen di Istanbul, Turki, empat tahun lalu.
Seingat teman-temannya, ia menjalani pekerjaan terkait tender pengadaan kapal pembangkit listrik yang bakal dipakai PT PLN (Persero). Kapal listrik itu buat memenuhi defisit listrik yang saat itu terjadi di beberapa tempat di Indonesia.
“Awalnya ada pihak Kemenlu yang menelepon ke Fakultas Hukum UI. Menanyakan pihak keluarga,” kata seorang sahabat Prisca kepada reporter Tirto, beberapa waktu lalu.
Prisca Inggriani Wiratna ditemukan tewas di sebuah kamar Apartemen Nef 11 Kagitane, Istanbul, pada 11 Agustus 2015. Alumnus Fakultas Hukum UI ini bekerja sebagai sekretaris di PT Tiga Lentera Adhya, anak perusahaan RADJACORP Group yang bergerak dalam sektor energi.
PT Tiga Lentera Adyha menjadi penyedia bahan bakar minyak untuk kapal-kapal listrik milik Karpowership yang disewa PLN. Pemilik perusahaan itu adalah Adi Radja.
Karpowership memenangkan tender pengadaan kapal listrik selama 5 tahun dari PT PLN yang kini beroperasi di empat wilayah Indonesia: Ambon, Amurang (Sulut), Belawan (Sumut), dan Kupang. Belakangan, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan pemborosan uang negara Rp521,8 miliar per tahun dari nilai proyek tersebut.
Ke Turki Terkait Tender Kapal Pembangkit PLN
Prisca Inggriani ke Turki bareng Adi Radja, atasannya, untuk mendatangi markas Karadeniz Holding, induk Kapowership Indonesia yang memiliki dan mengoperasikan pembangkit listrik terapung.
Pada 22 Juni 2015, ia mengunggah swafoto di Apartemen Nef 11. Hari itu juga ia mengunggah foto telapak tangan di depan layar laptop dengan caption, “karena ilham baru datang setelah tengah malam,” yang dikomentari satu temannya.
Selama di Turki, Prisca mengunjungi tempat-tempat bersejarah, salah satunya Hagia Sofia.
Sebelum ditemukan tewas, ia mengunggah kalimat bak perpisahan via akun media sosial dia pada 6 Agustus 2015, “Say our farewell tonight Cause we can't miss life and leave a kiss, so i won't fell alone tonight. Take all my love with you and say you love me too."
“Please leave a kiss, so i won't fell alone tonight”.
Postingan itu lantas dikomentari oleh teman-temannya dengan ucapan duka setelah mereka tahu Prisca meninggal dunia.
“Selamat jalan Prisca. We will miss you,” komentar salah satu sahabatnya.
Informasi Terkubur Bersama Saksi Kunci
Usai empat tahun kepergiannya, nama Prisca Inggriani Wiratna tercantum pada berkas penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi. Foto Prisca sempat disodorkan penyidik KPK kepada salah satu saksi kasus tender kapal pembangkit listrik PLN.
“Kamu bisa tanyakan ke Karpowership,” kata saksi itu kepada Tirto. “Yang saya tahu dia dekat dengan Adi Radja.”
Prisca diduga mengetahui perjalanan kerja sama tender kapal listrik antara PT Karpowership dan PLN. Adi Radja menolak memberikan komentar saat kami mengonfirmasi soal tender proyek kapal listrik tersebut.
Pemulangan jenazah Prisca ke Indonesia dibantu PT Karpoweship Indonesia. Namun, perusahaan itu tak ingin terlihat menonjol. Mereka meminta Kementerian Luar Negeri berkoordinasi dengan otoritas keamanan di Turki. Lalu, Kemenlu meminta Fakultas Hukum UI menghubungkan keluarga Prisca.
“Mereka [pegawai Kemenlu] menanyakan keluarga,” kata sahabat Prisca. “Akhirnya kami yang membantu memberikan kabar kepada keluarga Prisca.”
Salah seorang yang ikut membantu pemulangan itu adalah Nurcan Dogruyol, salah satu pejabat dari Karadeniz Holding, yang kini bekerja di Karpowership Indonesia.
“KPI [Karpowership Indonesia] hanya akan menjawab pertanyaan terkait KPI,” ujar Dogruyol, enggan mengungkit sosok Prisca.
Jenazah Prisca tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada 15 Agustus 2015.
Bibi Prisca menolak berkomentar soal kematian keponankannya. “Baiknya kamu hubungi perusahaannya saja,” katanya melalui sambungan telepon kepada reporter Tirto.
=========
Wan Ulfa Nur Zuhra membuat visualisasi interaktif untuk laporan ini. Dieqy Hasbi Widhana terlibat sebagai rekanan editor laporan ini.
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam