Menuju konten utama

Petaka Jiwasraya: Kasus Gagal Bayar Polis Terbesar di Indonesia

Tanpa penyelamatan yang tepat, kasus gagal bayar polis Jiwasraya bisa disebut kasus terbesar sepanjang sejarah Indonesia.

Petaka Jiwasraya: Kasus Gagal Bayar Polis Terbesar di Indonesia
Logo PT Asuransi Jiwasraya. Antaranews/jiwasraya

tirto.id - Pemerintah diminta segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah likuiditas yang membelit PT Jiwasraya (Persero). Jika tidak diselesaikan, kasus ini bisa menggoyang industri asuransi dan jadi catatan buruk bagi pemerintahan Jokowi.

“Ini pertama kali dalam sejarah asuransi jiwa di Indonesia. Bisa mengurangi kepercayaan pemegang polis terhadap asuransi jiwa. Ini yang terbesar di Indonesia dan negara harus turun tangan. Ini memalukan,” kata pengamat Asuransi dari Universitas Indonesia Hotbonar Sinaga kepada Tirto.

Pernyataan Hotbonar memang tak berlebihan.

Hasil Rapat Dengar Pendapat yang digelar secara tertutup di Komisi XI DPR pada Kamis (7/11) pekan lalu menguak bobroknya kondisi perusahaan tersebut: Seluruh indikator keuangan perusahaan merah.

Jumlah aset Jiwasraya pada kurtal III/2019 hanya Rp25,6 triliun, sementara utangnya Rp49,6 triliun. Artinya, total ekuitas atau selisih aset dan kewajiban Jiwasraya minus 23,92 triliun.

Bisnis perusahaan ini tak bisa lagi menopang kerugian yang menyentuh angka Rp13,74 triliun per September 2019. Sebab premi yang dikumpulkan Jiwasaraya tergerus habis-habisan untuk pembayaran bunga jatuh tempo serta pokok polis nasabah yang tidak melakukan rollover.

Sementara Jiwasraya harus segera membayar klaim dua jenis asuransi yang sudah jatuh tempo.

Pertama, Asuransi Kumpulan-Kesehatan (terdiri dari anak BUMN dan lainnya) dengan 10.705 peserta pemegang polis sebesar Rp34 miliar.

Kedua, asuransi perseorangan (saluran distribusi agen) yang pemegang polisnya 312.345 peserta dengan jumlah kewajiban Rp9,29 triliun, serta bancassurance produk Saving Plan 46.457 peserta dengan kewajiban Rp39,35 triliun.

Dari dua jenis asuransi ini, total kewajiban yang harus dipenuhi Jiwasraya mencapai Rp16,3 triliun. Rinciannya: Rp12,4 triliun untuk pembayaran polis jatuh tempo (Oktober-Desember 2019) dan Rp3,7 triliun untuk tahun 2020.

Menurut Hotbonar, langkah penyehatan Jiwasraya harus sesegera mungkin tapi penuh kehati-hatian sebab krisis Jiwasraya bisa jadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.

Tolak Bailout

Meski demikian, Hotbonar meminta pemerintah menolak usulan manajemen untuk memberi dana talangan.

Ia bilang solusi itu tidak mendidik dan malah akan membuat BUMN asuransi lain akan ikut merongrong dengan cara yang sama bila terbelit masalah.

Belum lagi, saat ini beban defisit yang ditekan Kementerian Keuangan membuat kucuran dana tidak mudah cair.

Manajemen Jiwasraya memang mengajukan permohonan bantuan dana talangan (bailout) senilai Rp32,89 triliun.

Selain untuk memenuhi kewajiban kepada para pemegang polis dan hak-hak lainnya, dana talangan itu diperlukan Jiwasraya untuk membalikkan rasio solvabilitas (risk based capital/RBC) yang terjun menjadi -805 ke level 120 persen.

RBC adalah indikator kesehatan perusahaan asuransi—rasio permodalan dengan kewajiban premi—yang ketentuannya diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Aturan ini terakhir kali dipenuhi oleh Jiwasraya pada 2017 ketika tingkat solvabilitas perseroan hanya lebih tipis di atas ketentuan, yaitu 123 persen

Hotbonar menyarankan pemerintah menutup rapat pintu mempailitkan Jiwasraya.

Ia bilang rencana ini dipastikan akan berakhir buruk karena akan memengaruhi kepercayaan masyarakat secara keseluruhan dan berdampak negatif pada industri asuransi secara luas.

“Saya bilang jangan memenuhi permintaan Jiwasraya. Harus selain bailout dan dana talangan. Jangan dipailitkan juga karena ini ada kepercayaan masyarakat,” ucap Hotbonar.

Sebaliknya, Hotbonar menyarankan Jiwasraya membuat rencana bisnis yang jelas untuk memutarbalikkan kondisi keuangan. Menurutnya, setidaknya perlu 3-5 tahun untuk menyelesaikan masalah ini.

Langkah ini masih tetap lebih baik ketimbang pembentukan anak usaha Jiwasraya, yang diprediksi membutuhkan 5-10 tahun lagi agar berdampak pada perusahaan induknya.

Ia juga menyarankan pemerintah tidak sembarangan menunjuk direksi untuk mengatasai masalah ini. Sebab, perusahaan dalam kondisi berbahaya.

“Mereka harus bikin rencana bisnis 3-5 tahun. Enggak bisa 1-2 tahun. Kalau 3 tahun bisa ada gambaran memenuhi polis gagal bayar,” ucap Hotbonar.

Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir sepakat pada usulan beberapa anggota dewan agar Kejaksaan Agung ikut menyelesaikan permasalahan PT Asuransi Jiwasraya.

Menurutnya, permasalahan di Jiwasraya harus diselesaikan secara komprehensif, termasuk menempuh jalur hukum agar penyebab bobroknya kinerja keuangan perusahaan diadili.

"Bahwa investasi yang bodong atau yang ada kasus kasus hukum, ya diharapkan Kejaksaan Agung membantu BUMN gitu, kan," ujarnya di Kantor Presiden, Senin (11/11.2019) lalu.

Baca juga artikel terkait JIWASRAYA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Hendra Friana
Editor: Fahri Salam