Menuju konten utama

Kompolnas Desak Penyelidikan Atas Penangkapan Wartawan Floresa

Poengky Indrarti menyebut, kekerasan dan penangkapan terhadap wartawan adalah sebuah pelanggaran Undang-Undang Kebebasan Pers.

Kompolnas Desak Penyelidikan Atas Penangkapan Wartawan Floresa
Anggota Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti. ANTARA/Laily Rahmawaty/am.

tirto.id - Kompolnas mendesak agar Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) turun tangan melakukan penyelidikan dan pemeriksaan etik atas dugaan kekerasan dan penangkapan Pemimpin Redaksi Floresa, Herry Kabut, pada Rabu (2/10/2024). Penangkapan itu dilakukan saat adanya aksi penolakan warga atas pengukuran lahan proyek Geothermal PLN di Kabupaten Manggarai.

Komisioner Kompolnas, Poengky Indrarti, menyebut kekerasan dan penangkapan terhadap wartawan adalah sebuah pelanggaran Undang-Undang Kebebasan Pers. Oleh karenanya, Polda harus memeriksa para anggota Polres Manggarai yang terlibat pengamanan.

"Kompolnas meminta adanya penyelidikan dengan hal ini apakah benar aparat yang berjaga melakukan kekerasan dalam hal ini. Jika benar ada kekerasan yang terjadi, maka dua sanksi yang bisa dikenakan, pertama pasal penganiayaan dan kedua adalah kode etik karena melakukan penganiayaan merupakan pelanggaran kode etik," ucap Poengky kepada reporter Tirto, Jumat (4/10/2024).

Menurut Poengky, tindakan kekerasan terhadap jurnalis seperti ini tidak boleh terulang kembali karena jurnalis bertugas menyampaikan fakta kepada masyarakat. Aparat pun seharusnya melakukan perlindungan dan mendukung kerja-kerja pers.

Di sisi lain, Poengky mengaku bahwa korban harus melapor kepada Bidpropam Polda NTT dan juga kepada Kompolnas atas peristiwa ini.

"Kompolnas akan mengirimkan surat klarifikasi ke Polda NTT untuk menanyakan kebenaran tentang hal ini," ujar Poengky.

Di sisi lain, Komnas HAM mengaku sudah melakukan pemantauan atas peristiwa tersebut. Komisioner Kompolnas Uli Parulian menerangkan, selanjutnya akan ada pemberian rekomendasi agar pengamanan aksi unjuk rasa, terutama kepada wartawan tidak dengan kekerasan.

"Komnas HAM memantau dan meminta informasi fakta-fakta kejadian dan memberikan saran pendekatan nirkekerasan kepada para pihak," kata Uli saat dihubungi reporter Tirto.

Sementara itu, Polda NTT menyatakan bahwa Herry Kabut sudah dibebaskan, Dia memang sempat ditangkap bersama dua warga lain karena tidak menggunakan id pers saat peliputan aksi unjuk rasa itu.

"Ada tiga orang yang diamankan kepolres, namun pada akhirnya dilepaskan kembali, salah satunya wartawan. Yang bersangkutan diamankan karena pada saat dilokasi mengaku wartwan, tetapi setelah diminta id persnya yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan," tutur Kabid Humas Polda NTT Kombes Aria Sandy saat dikonfirmasi reporter Tirto.

Aria menegaskan, kehadiran aparat Polri di sana dalam rangka herkamtibmas menjaga jangan sampai ada bentrok antara kelompok yang menolak kegiatan dan pihak pemda, BPN, dan PLTP yang sedang melaksanakan pengukuran. Namun, tak dipungkiri sempat serjadi saling dorong antara masyarakat yang menolak dengan aparat.

Baca juga artikel terkait KEBEBASAN PERS atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Hukum
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang