tirto.id - Ada 10 Pilar Demokrasi Konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945. Apa saja?
Pancasila Sila ke-4 yang berbunyi "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan" merupakan rumusan dasar Demokrasi Pancasila.
Demokrasi Pancasila sendiri sesuai dengan kepribadian bangsa yang telah diterapkan dan digali dari tata nilai sosial budaya bangsa jauh sebelum Indonesia merdeka.
Contoh sederhana penerapan demokrasi Pancasila yang bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari adalah gotong-royong dan musyawarah mufakat dalam memecahkan masalah.
Apa Saja 10 Pilar Demokrasi Konstitusional Indonesia Menurut Pancasila & UUD 1945?
Tulisan Ahmad Sanusi bertajuk "Memberdayakan Masyarakat dalam Pelaksanaan 10 Pilar Demokrasi” dalam buku Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan (2006) menyebutkan 10 pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan UUD 1945 antara lain:
1. Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa
Artinya, seluk-beluk sistem serta perilaku dalam menyelenggarakan kenegaraan RI harus taat asas, konsisten, atau sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.Demokrasi dengan Kecerdasan
Artinya, mengatur dan menyelenggarakan demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu bukan dengan kekuatan naluri, kekuatan otot, atau kekuatan massa semata-mata. Pelaksanaan demokrasi itu justru lebih menuntut kecerdasan rohaniah, kecerdasan aqliyah, kecerdasan rasional, dan kecerdasan emosional.
3. Demokrasi yang Berkedaulatan Rakyat
Kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Secara prinsip, rakyatlah yang memiliki/memegang kedaulatan itu. Dalam batas-batas tertentu kedaulatan rakyat itu dipercayakan kepada wakil-wakil rakyat di MPR (DPR/DPD) dan DPRD.
4. Demokrasi dengan Rule of Law
Hal ini mempunyai 4 makna penting, yaitu:
Pertama, kekuasaan negara Republik Indonesia harus mengandung, melindungi, serta mengembangkan kebenaran hukum (legal truth), bukan demokrasi ugal-ugalan, demokrasi dagelan, atau demokrasi manipulatif.
Kedua, kekuasaan negara memberikan keadilan hukum (legal justice), bukan demokrasi yang terbatas pada keadilan formal dan pura-pura.
Ketiga, kekuasaan negara menjamin kepastian hukum (legal security), bukan demokrasi yang membiarkan kesemerawutan atau anarki.
Keempat, kekuasaan negara mengembangkan manfaat atau kepentingan hukum (legal interest), seperti kedamaian dan pembangunan, bukan demokrasi yang justru mempopulerkan fitnah dan hujatan atau menciptakan perpecahan, permusuhan, dan kerusakan.
5. Demokrasi dengan Pemisahan Kekuasaan Negara
Demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bukan saja mengakui kekuasaan negara Republik Indonesia yang tidak tak terbatas secara hukum, melainkan juga demokrasi itu dikuatkan dengan pembagian kekuasaan negara dan diserahkan kepada badan-badan negara yang bertanggung jawab.
Jadi, demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenal semacam pembagian dan pemisahan kekuasaan (division and separation of power), dengan sistem pengawasan dan perimbangan (check and balances).
6. Demokrasi dengan Hak Asasi Manusia
Demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui hak asasi manusia yang tujuannya bukan saja menghormati hak-hak asasi manusia, melainkan terlebih-lebih untuk meningkatkan martabat dan derajat manusia seutuhnya.
7. Demokrasi dengan Pengadilan yang Merdeka
Demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menghendaki diberlakukannya sistem pengadilan yang merdeka (independen) yang memberi peluang seluas-luasnya kepada semua pihak yang berkepentingan untuk mencari dan menemukan hukum yang seadil-adilnya.
Di muka pengadilan yang merdeka penggugat dengan pengacaranya, penuntut umum, dan terdakwa dengan pengacaranya mempunyai hak yang sama untuk mengajukan konsideran (pertimbangan), dalil-dalil, fakta-fakta, saksi, alat pembuktian, dan petitumnya.
8. Demokrasi dengan Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan pembatasan terhadap kekuasaan negara, khususnya kekuasaan legislatif dan eksekutif di tingkat pusat, dan lebih khusus lagi pembatasan atas kekuasaan presiden.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara jelas memerintahkan dibentuknya daerah-daerah otonom pada provinsi dan kabupaten/kota.
Dengan peraturan pemerintah, daerah-daerah otonom itu dibangun dan disiapkan untuk mampu mengatur dan menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya sendiri yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
9. Demokrasi dengan Kemakmuran
Demokrasi itu bukan hanya soal kebebasan dan hak, bukan hanya soal kewajiban dan tanggung jawab, bukan pula hanya soal mengorganisir kedaulatan rakyat atau pembagian kekuasaan kenegaraan.
Demokrasi itu bukan pula hanya soal otonomi daerah dan keadilan hukum, sebab bersamaan dengan itu semua, demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu ternyata ditujukan untuk membangun negara kemakmuran (welfare state) oleh dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia
10. Demokrasi yang Berkeadilan Sosial
Demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menggariskan keadilan sosial di antara berbagai kelompok, golongan, dan lapisan masyarakat. Tidak ada golongan, lapisan, kelompok, satuan, atau organisasi yang jadi anak emas, yang diberi berbagai keistimewaan atau hak-hak khusus.
Dengan berdasarkan sila ke-4 dari Pancasila yakni "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan", sudah sangat jelas bahwa Demokrasi Pancasila mengandung tiga karakter utama yaitu: kerakyatan, permusyawaratan, dan hikmat kebijaksanaan.
Dengan adanya tiga karakter tersebut, demokrasi yang diterapkan di Indonesia harus sesuai dengan cita-cita leluhur demokrasi di Indonesia. Hakikatnya, inti dari demokrasi adalah kedaulatan rakyat yang artinya, rakyat mempunyai kekuasaan penuh untuk mengelola negara.
Penulis: Robiatul Kamelia
Editor: Iswara N Raditya