Menuju konten utama

Profil KH Ahmad Sanusi, Pahlawan Nasional dari Jawa Barat

KH Ahmad Sanusi adalah tokoh dari Jawa Barat yang medapat gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia.

Profil KH Ahmad Sanusi, Pahlawan Nasional dari Jawa Barat
Warga melintas di depan mural bergambar tokoh Pahlawan Nasional di Jalan Raya Situ Cipayung, Jakarta Timur, Minggu (13/10/19). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/hp.

tirto.id - Pemerintah Indonesia akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional pada 7 November 2022. Salah satu tokoh yang disebut Mahfud Md bernama KH Ahmad Sanusi. Tokoh dari Jawa Barat ini dalam sejarah Indonesia pernah berperan sebagai anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Pemberian gelar ini dimaksudkan untuk sejumlah lima tokoh yang memang pernah berkontribusi untuk Indonesia semasa hidupnya.

Pada 3 November 2022, tepatnya hari Kamis, Presiden Joko Widodo mengadakan pertemuan dengan Mahfud Md, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, yang merangkap tugas sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Mereka saat itu membicarakan terkait pengusulan anugerah gelar pahlawan nasional Indonesia. Akhir diskusi diakhiri dengan rencana penganugerahan terhadap lima tokoh yang memang punya peran penting.

Profil KH Ahmad Sanusi

Kiai Haji Ahmad Sanusi kerap disapa Ajengan Cantayan. Pria ini lahir pada 18 September 1889 di Cantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Saat berusia dini, Ahmad Sanusi memulai pendidikannya dengan melakukan belajar sendiri bersama ayahnya.

Putra ketiga KH Abdurrahim ini kemudian melanjutkan pembelajaran di beberpa pesantren yang ada di Jawa Barat. Di antaranya terdapat di wilayah Cianjur, Garut, dan Tasikmalaya.

Tamat dari pendidikan di Indonesia, Ahmad Sanusi terbang ke daratan Timur Tengah (Mekah, Arab) untuk melanjutkan sekolahnya lagi. Selama lima tahun, 1910-1915, Ahmad Sanusi akhirnya lulus dan kembali ke tanah kelahirannya.

Pesantren milik ayahnya bernama Cantayan. Di tempat tersebut, Ahmad Sanusi membantu ayahnya dengan menjadi pengajar. Lebih dari itu, kemudian ia disuruh oleh ayahnya untuk membangun pesantren baru.

Nama pesantren tersebut adalah Babakan Sirna. Sekolah Islam ini didirikan oleh Ahmad Sanusi di Kampung Genteng. Suprapto dalam (2009) menerangkan bahwa pria ini dikenal dengan sebutan Ajengan Genteng karena hal tersebut.

Tahun 1927, Ahmad Sanusi ditangkap oleh Belanda lantaran ada peristiwa pemutusan jaringan telepon (jalur Sukabumi-Bandung-Bogor). Lokasi pesantren yang dekat dengan TKP membuat Sanusi akhirnya tertangkap.

Pertama, pria ini dipenjara di Cianjur selama sembilan bulan. Kemudian, berpindah ke beberapa tempat lain seperti Sukabumi dan Tanah Tinggi Batavia Centrum. Falah dalam Riwayat Perjuangan (2009), bahwa alasan penangkapan Ahmad Sanusi dipelopori oleh pemikiran tokoh tersebut.

Peran KH Ahmad Sanusi: Anggota BPUPKI

Ahmad Sanusi baru dijadikan sebagai Anggota BPUPKI pada sidang keduanya. Sidang tersebut dilaksanakan mulai 10-17 Juli tahun 1945. Kala itu, pria kelahiran Cantayan ini duduk di kursi bernomor 36.

Mengutip Munandi Shaleh dalam artikel bertajuk “Kyai Haji Ahmad Sanusi: Sejarah Hidup dan Pemikirannya dalam Memperjuangkan Kepentingan Agama, Bangsa, Negara dan Masyarakat” (At-Tadhir, 27 Juli 2018), kala itu Ahmad Sanusi mengungkapkan pendapatnya tentang Indonesia.

Dengan begitu, pelontaran pendapat Sanusi ini merupakan perannya dalam Sidang BPUPKI kedua. Pada 10 Juli 1945, ia menerangkan tentang bentuk Indonesia merdeka yang menganut sistem republik (Wawan Hermawan, Seabad Persatuan Ummat Islam 1911-2011, 2014).

Lima tahun setelah Indonesia merdeka, Ahmad Sanusi pun menutup umurnya. Tokoh yang sudah memberikan pendapatnya dalam sidan BPUPKI ini wafat pada 31 Juli 1950. Kala itu, usianya sedang menginjak 64 tahun.

Baca juga artikel terkait PAHLAWAN NASIONAL atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yulaika Ramadhani