Menuju konten utama

Profil Paku Alam VIII yang Mendapat Gelar Pahlawan Nasional

Berikut adalah profil Paku Alam VIII yang mendapat gelar pahlawan nasional 2022 oleh pemerintah Indonesia.

Profil Paku Alam VIII yang Mendapat Gelar Pahlawan Nasional
KGPAA Paku Alam VIII. wikimedia commons/fair use

tirto.id - KGPAA Paku Alam VIII adalah salah satu tokoh asal Jogja atau Yogyakarta yang akan dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia tahun 2022 ini.

Pemerintah Indonesia akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada lima tokoh yang dipilih berdasarkan usulan masyarakat dan telah melalui sejumlah proses seleksi.

Daftar 5 tokoh yang dipilih untuk mendapat gelar pahlawan nasional tersebut adalah Dr dr HR Soeharto (Jateng), KGPAA Paku Alam VIII (DIY), dr R Rubini Natawisastra (Kalbar), H Salahuddin bin Talabuddin (Maluku Utara), KH Ahmad Sanusi (Jawa Barat).

KGPAA Paku Alam VIII merupakan Raja Paku Alam dari tahun 1937-1989. Beberapa jasa yang telah diberikan almarhum KGPAA Paku Alam VIII antara lain bersama Sultan Hamengkubowono IX dari Keraton Yogyakarta mengintegrasikan diri pada awal kemerdekaan Republik Indonesia sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi utuh hingga saat ini.

“Sehari sesudah (kemerdekaan) itu beliau menyatakan bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kemudian Yogyakarta menjadi ibu kota yang kedua dari Republik ketika terjadi agresi Belanda pada tahun 1946,” jelas Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Profil Paku Alam VIII yang Mendapat Gelar Pahlawan Nasional

Sri Paku Alam VIII lahir pada Minggu Pon 29 Mulud tahun BE 1840 atau bertepatan dengan tanggal 10 April 1910 dengan nama kecil Bendoro Raden Mas Haryo Sularso Kunto Suratno (Kanjeng Pangeran Haryo Suryosuloso). Ia diangkat sebagai KPH Prabu Suryodilogo pada 4 September 1936.

Berdasarkan catatan sejarah, pada 19 Agustus 1945 bersama Hamengkubuwono IX, Paku Alam VIII mengirimkan telegram kepada Sukarno dan Hatta atas berdirinya RI dan terpilihnya mereka sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Pada 5 September 1945 secara resmi KGPAA Paku Alam VIII mengeluarkan Amanat/Maklumat (semacam dekrit kerajaan) bergabungnya Kadipaten Pakualaman dengan Negara Republik Indonesia.

Sejak saat itulah kerajaan terkecil pecahan Mataram ini menjadi daerah Istimewa. Melalui Amanat Bersama antara Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII dan dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Daerah Yogyakarta pada tanggal 30 Oktober tahun yang sama, ia berdua sepakat untuk menggabungkan Daerah Kasultanan dan Kadipaten dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pendidikan Paku Alam VIII
  • Europesche Lagere School Yogyakarta, Christelijk MULO Yogyakarta
  • AMS B Yogyakarta
  • Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta - sampai tingkat candidaat)

Pendidikan yang ditempuh adalah Europesche Lagere School Yogyakarta, Christelijk MULO Yogyakarta, AMS B Yogyakarta, Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta - sampai tingkat candidaat).

Pada 13 April 1937 ia ditahtakan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Prabu Suryodilogo menggantikan mendiang ayahnya. Setelah kedatangan Bala Tentara Jepang pada tahun 1942 ia mulai menggunakan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII.

Karier Paku Alam VIII
  • Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta ke-1 (1945-1988)
  • Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta ke-2 (1988-1998)
  • Penguasa Paku Alam di Yogyakarta ke-8 (1937-1998)
Jabatan yang dipangku selanjutnya adalah Wakil Kepala Daerah Istimewa, Wakil Ketua Dewan Pertahanan DIY (Oktober 1946), Gubernur Militer DIY dengan pangkat Kolonel (1949 setelah agresi militer II). Mulai tahun 1946-1978 Paku Alam VIII sering menggantikan tugas sehari-hari Hamengkubuwono IX sebagai kepala daerah istimewa karena kesibukan Hamengkubuwono IX sebagai menteri dalam berbagai kabinet RI.

Selain itu ia juga menjadi Ketua Panitia Pemilihan Daerah DIY dalam pemilu tahun 1951, 1955, dan 1957; Anggota Konstituante (November 1956); Anggota MPRS (September 1960) dan terakhir adalah Anggota MPR RI masa bakti 1997-1999 Fraksi Utusan Daerah.

Setelah Hamengkubuwono IX mangkat pada tahun 1988, Paku Alam VIII menggantikan sang mendiang menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sampai akhir hayatnya pada tahun 1998. Perlu ditambahkan bahwa pada 20 Mei 1998 ia bersama Hamengkubuwono X mengeluarkan Maklumat untuk mendukung Reformasi Damai untuk Indonesia.

Maklumat tersebut dibacakan di hadapan masyarakat dalam acara yang disebut Pisowanan Agung. Beberapa bulan setelahnya ia menderita sakit dan meninggal pada tahun yang sama. Sri Paduka Paku Alam VIII tercatat sebagai wakil Gubernur terlama (1945-1998) dan Pelaksana Tugas Gubernur terlama (1988-1998) serta Pangeran Paku Alaman terlama (1937-1998).

Baca juga artikel terkait PAHLAWAN NASIONAL atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Iswara N Raditya