tirto.id - Salah satu tokoh yang dianugerahi gelar pahlawan nasional tahun 2022 ini adalah almarhum dr. Raden Rubini Natawisastra. Siapakah dokter Rubini ini?
Presiden Indonesia, Joko Widodo, akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada beberapa orang kandidat pada Senin, 7 November 2022. Pemberian gelar ini didiskusikan lewat pertemuan antara Presiden dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia, Mahfud Md.
Hari Kamis, 3 November 2022, Mahfud Md yang merangkap tugas sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, hadir di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Di lokasi terebut, Presiden Jokowi yang ditemani Pratikno, Menteri Sekretaris Negara, mengadakan diskusi bersama Mahfud Md terkait kandidat tokoh yang akan dianugerahkan gelar pahlawan nasional.
“Hari ini Bapak Presiden sesudah berdiskusi dengan kami, memutuskan tahun ini memberikan lima kepada tokoh-tokoh bangsa yang telah ikut berjuang mendirikan negara Republik Indonesia melalui perjuangan kemerdekaan dan mengisinya dengan pembangunan-pembangunan sehingga kita eksis sampai sekarang sebagai negara yang berdaulat,” ungkap Mahfud Md, dilansir dari situs Presiden RI.
Melalui pernyataan di atas, berarti setidaknya ada lima tokoh yang diberikan gelar. Pemberian gelar tersebut rencananya akan dilaksanakan di Istana Negara, Jakarta, hari Senin, 7 November 2022.
dr. Raden Rubini Natawisastra Mendapat Gelar Pahlawan Nasional
Salah satu tokoh yang dianugerahi gelar pada 7 Oktober adalah almarhum dr. Raden Rubini Natawisastra. Tokoh yang menjadi kandidat ketiga ini disebut Mahfud Md pernah berperan sebagai dokter kala perjuangan kemerdekaan.
“Bahkan, almarhum bersama istrinya dijatuhi hukuman mati oleh Jepang karena perjuangannya yang gigih untuk kemerdekaan Indonesia,” tambah situs Presiden RI.
Terlepas dari kasus wafatnya, dr. Raden Rubini Natawisastra lahir di Bandung pada 31 Agustus 1906. Namun, namanya lebih dikenal oleh masyarakat Kalimantan Barat sebagai dokter keliling yang berjasa di masa sebelum kemerdekaan.
Pendidikan dokter dimulai olehnya dengan bersekolah di STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen) yang kerap disapa Sekolah Kedokteran Bumiputra. Dilansir dari Antaranews, ia juga pernah mengemban pendidikan di NIAS (Nederlands Indische Artsen School).
Pada 1934, karir kedokterannya di Pontianak baru dimulai. Posisi pertama yang ia peroleh kala itu adalah Kepala Kesehatan Pontianak. Sebagai dokter, Rubini diklaim sangat peduli dengan masyarakat sekitarnya.
Langkah demi langkah di masa penjajahan ia tempuh demi mengobati warga. Bahkan, tak segan tokoh ini datang ke wilayah-wilayah pedesaan atau pelosok tertentu yang memang membutuhkan bantuannya.
“Rubini menemukan banyak kasus kekerasan pada Perempuan dan anak. Dokter tersebut bahu-membahu menyelamatkan perempuan dan anak pada masa penjajahan tersebut,” dilansir dari Antaranews.
Perpolitikan dan Wafatnya dr. Raden Rubini Natawisastra
Bukan hanya profesi dokter, Rubini juga punya peran di daerah Kalimantan Barat sebagai salah satu petinggi Parindra (Partai Indonesia Raya). Mengutip buku Sejarah Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Kalimantan Barat (1981), Rubini masuk dalam posisi petinggi Parindra Kalbar kala akhir 1930-an.
Memasuki masa kolonialisme berikutnya, yakni pendudukan Jepang, Rubini sempat melakukan beberapa aksi perjuangan. Pertama, ia mendirikan organisasi bernama Nissinkwai yang berpura-pura memihak negara berlogo 3A (siasat Jepang dalam mempengaruhi negara-negara Asia yang terjajah Eropa).
Jepang yang banyak menimbulkan korban Bumiputra membuat Rubini tak bisa diam. Tokoh ini berusaha merawat beberapa pribumi yang memang dilukai para Dai Nippon, termasuk para perempuan yang mengalami kekerasan seksual.
Setelah mengetahui gelagat Rubini, Jepang mengambil langkah pertama dengan membubarkan organisasi Nissinkwai. Rubini yang sudah dihancurkan organisasinya tetap bersih ketat ingin memperjuangkan haknya.
Pada 1943, mlai sebuah pergerakan kolaborasi masyarakat Banjarmasin dan Pontianak (Kalimantan Barat). Rubini kala itu dianggap sebagai pemimpin pasukan bersenjata Soeka Rela. Namun, gerakan-gerakan itu dibekuk oleh Jepang lantaran sudah terdengar siasatnya.
Kisaran 1943-1944, terjadi penangkapan tokoh-tokoh di daerah Kalimantan pun terjadi. Mengacu Koran Borneo Sinbun bertanggal 1 Juli 1944, ada 48 pimpinan gerakan yang diringkus dan dibunuh. Salah satunya dr. Raden Rubini Natawisastra.
Menurut situs Kalbar, Rubini saat dibunuh sedang menduduki posisi sebagai Kepala Rumah Sakit Umum Sungai Jawi, Pontoanak. Di kenal di daerah sana, Rubini namanya dijadikan sebagai nama RSUD di daerah Kabupaten Mempawah, Pontianak.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yulaika Ramadhani