tirto.id - Sejarah burung Garuda sebagai lambang negara Indonesia memiliki cerita panjang dan penuh makna. Simbol ini tidak muncul begitu saja, melainkan melalui proses yang melibatkan pemikiran mendalam tentang identitas bangsa. Garuda, dengan perisai berisi lima sila Pancasila di dadanya, mencerminkan nilai-nilai dasar negara.
Sejarah burung Garuda Pancasila sebagai lambang negara bermula dari gagasan yang disampaikan oleh Parada Harahap dalam rapat Panitia Perancangan Undang-Undang Dasar 1945 pada 13 Juli 1945. Meski UUD 1945 dan Pancasila sudah ditetapkan, simbol resmi negara belum ada pada saat itu. Hal ini menunjukkan bahwa pencarian lambang negara merupakan bagian penting dari pembentukan jati diri Indonesia merdeka.
Melanjutkan proses tersebut, pada 16 November 1945 dibentuklah Panitia Indonesia Raya untuk menggali makna lambang-lambang dalam sejarah bangsa. Asal usul burung Garuda menjadi lambang negara Indonesia kemudian menjadi fokus dalam upaya mencari simbol yang mampu mewakili nilai dan budaya Indonesia.
Siapa Pencipta Burung Garuda?
Sejarah terciptanya lambang Garuda Pancasila tidak dibuat oleh satu orang secara tunggal. Prosesnya melibatkan beberapa tokoh penting. Sayembara pertama diadakan tahun 1947, namun belum berhasil, menandai awal mula sejarah Burung Garuda asli sebagai lambang negara.
Pertanyaan tentang siapa yang menciptakan lambang Burung Garuda pun menjadi perhatian dalam proses tersebut.
Menurut Haris Purnomo dalam Katalog Pameran “Di Bawah Sayap Garuda (Under The Wings of Garuda)”, kegagalan itu disebabkan minimnya arahan dari pemerintah. Banyak peserta tidak memahami sejarah dan filosofi bangsa. Akibatnya, desain yang diajukan belum memenuhi harapan.
Sayembara kedua diadakan tahun 1950 oleh Panitia Lencana Negara. Panitia ini dipimpin Sultan Hamid II. Dua desain terbaik dipilih, yaitu milik Muhammad Yamin dan Sultan Hamid II.
Desain Sultan Hamid II akhirnya terpilih oleh Presiden Soekarno dan DPR. Namun, Yamin tetap memberi masukan untuk penyempurnaan. Soekarno juga mengusulkan penambahan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Sultan Hamid II dianggap sebagai pencipta utama lambang Burung Garuda. Desain final disahkan pada 8 Februari 1950. Lambang itu resmi digunakan mulai 20 Februari 1950.
Apa itu Garuda dalam Budaya dan Sejarah Indonesia?
Garuda adalah makhluk mitologis yang sangat dihormati dalam budaya Indonesia. Ia dikenal sebagai wahana Dewa Wishnu dalam kepercayaan Hindu. Sosok Garuda hadir dalam banyak karya seni dan cerita rakyat, yang kemudian turut membentuk asal usul Garuda Pancasila sebagai lambang negara.
Di berbagai candi kuno, Garuda digambarkan dalam bentuk relief atau arca. Candi seperti Prambanan, Mendut, hingga Cetho memuat jejak visual Garuda. Arca Airlangga yang mengendarai Garuda dari Candi Belahan adalah salah satu representasi paling terkenal.
Garuda juga muncul dalam kisah Ramayana di relief Candi Siwa Prambanan. Di sana, Jatayu, keponakan Garuda berusaha menyelamatkan Sinta dari Rahwana. Ini menunjukkan posisi penting Garuda dan kerabatnya dalam narasi kuno.
Dalam budaya Jawa dan Bali, Garuda melambangkan kekuatan dan kebajikan. Ia dianggap sebagai simbol keberanian, kesetiaan, dan pengetahuan. Sebagai kendaraan Wishnu, Garuda juga dikenal sebagai penjaga tatanan alam semesta.
Di Bali, Garuda digambarkan dengan tubuh manusia dan kepala serta sayap elang. Ia sering dibuat dalam ukiran rumit berwarna emas cerah. Biasanya digambarkan sedang bertarung melawan Naga atau menggendong Wishnu.
Sejarah dan Asal-Usul Burung Garuda sebagai Lambang Negara Indonesia
Setelah Indonesia merdeka dan Belanda mengakui kedaulatannya pada 1949, pemerintah segera mencari lambang negara yang mewakili identitas nasional. Inilah awal mula sejarah lambang Burung Garuda. Pada Januari 1950, pemerintah membentuk Panitia Lencana Negara dan menunjuk Sultan Hamid II sebagai koordinator bersama sejumlah tokoh nasional.
Pemerintah menggelar sayembara untuk menjaring rancangan lambang negara. Dari berbagai usulan, mereka memilih dua desain terbaik: karya Sultan Hamid II dan Muhammad Yamin. Pemerintah menolak desain Yamin karena terlalu menyerupai lambang Jepang.
Sultan Hamid II melanjutkan proses penyempurnaan rancangan bersama Soekarno dan Mohammad Hatta. Mereka mengganti pita merah-putih menjadi putih dan menambahkan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Mereka menyepakati rancangan akhir untuk diajukan ke kabinet.
Sejumlah pihak menyoroti bentuk Garuda yang terlalu menyerupai manusia. Menanggapi itu, Sultan Hamid II mengubah desain agar tampak lebih alami seperti rajawali. Kabinet RIS akhirnya mengesahkan desain baru itu pada 11 Februari 1950.
Soekarno memperkenalkan lambang negara ini kepada masyarakat pada 15 Februari 1950 di Jakarta. Ia kemudian meminta pelukis istana, Dullah, untuk menyempurnakan desain Garuda. Dullah menambahkan jambul dan memindahkan posisi cakar Garuda sesuai arahan Soekarno.
Sultan Hamid II menyempurnakan tata warna dan ukuran lambang setelah revisi visual selesai. Ia membuat versi akhir dalam bentuk patung perunggu berlapis emas. Pemerintah menetapkan desain itu sebagai lambang resmi Indonesia yang masih digunakan hingga kini.
Kenapa Burung Garuda Menoleh ke Kanan?
Burung Garuda dalam lambang negara Indonesia tidak dibuat secara sembarangan. Setiap elemen memiliki makna dan nilai simbolik yang kuat. Salah satu bagian yang sering diperhatikan adalah arah kepala Garuda yang menoleh ke kanan.
Kepala Garuda yang menghadap ke kanan bukan sekadar pilihan artistik. Arah kanan dalam tradisi budaya Indonesia mengandung arti kebaikan dan kebenaran. Pandangan ini sudah melekat sejak masa lampau dalam cara pikir masyarakat.
Masyarakat zaman dahulu memandang bahwa segala sesuatu yang mengarah ke kanan melambangkan jalan yang lurus dan benar. Sebaliknya, arah kiri sering diasosiasikan dengan hal-hal yang menyimpang atau buruk. Karena itu, para perancang lambang negara memilih agar Garuda menoleh ke kanan sebagai simbol harapan.
Makna ini mencerminkan keinginan luhur para pendiri bangsa. Mereka ingin Indonesia menjadi negara yang menempuh jalan kebaikan dan menjunjung tinggi nilai moral. Dengan kepala Garuda yang menoleh ke kanan, harapan itu disimbolkan secara visual.
Apakah Burung Garuda Ada di Dunia Nyata?
Burung Garuda seperti yang ada di lambang negara Indonesia tidak benar-benar ada. Ia merupakan makhluk mitologis yang berasal dari cerita-cerita kuno. Sosoknya tidak mewakili satu spesies burung tertentu di dunia nyata.
Meski begitu, Garuda sering dikaitkan dengan Elang Jawa. Kesamaan rupa membuat keduanya terlihat mirip. Ciri khas seperti jambul di kepala memperkuat asosiasi ini.
Elang Jawa memiliki jambul unik berisi 2 hingga 4 bulu panjang. Panjang bulunya bisa mencapai 12 sentimeter. Warna jambul ini hitam dengan ujung putih mencolok.
Sementara itu, jumlah bulu burung garuda masing-masing sayap ada 17. Jumlah bulu pada ekor ada 8. Jumlah bulu di bawah perisai atau pangkal ekor ada 19. Jumlah bulu di leher ada 45.
Spesies ini hanya hidup di Pulau Jawa. Statusnya sangat langka dan dilindungi. Pemerintah menetapkannya sebagai hewan yang tidak boleh diburu.
Elang Jawa tergolong satwa terancam punah menurut IUCN. Ancaman terhadap habitat menjadi faktor utama penurunan populasinya. Perlindungan hukum pun terus diperkuat.
Karena identik dengan Garuda, Elang Jawa dijadikan satwa nasional. Penetapan ini dilakukan lewat Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993. Status ini menunjukkan pentingnya pelestarian.
Ingin tahu lebih banyak tentang materi ajar? Baca artikel-artikel menarik lainnya hanya di Tirto.id Klik tautan di bawah ini dan temukan informasi lainnya.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Maria Ulfa
Penyelaras: Yulaika Ramadhani & Satrio Dwi Haryono
Masuk tirto.id






































