Menuju konten utama

Relasi Aksi Mako Brimob & Bom Surabaya dari Tinjauan Media ISIS

Dari jeda rilis Amaq usai aksi teror, kita bisa menilai apakah aksi itu berelasi langsung dengan ISIS atau hanya sel tidur tanpa komando.

Relasi Aksi Mako Brimob & Bom Surabaya dari Tinjauan Media ISIS
Ilustrasi teror bom Surabaya: glorifikasi ISIS. tirto.id/Lugas

tirto.id - Amaq, kantor berita ISIS, ikut andil menyebar teror di Indonesia. Beberapa jam setelah pemberontakan napi dan terdakwa teroris di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob, 8 Mei lalu, polisi masih bersikukuh tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.

"Ada beberapa korban luka, tapi tidak serius," ujar Kepala Biro Divisi Humas Polri Brigjen M. Iqbal.

Namun, klaim itu patah beberapa jam kemudian. Terutama setelah video rilisan Amaq tersebar luas pada Rabu pagi, 9 Mei. Dalam video itu tergambar beberapa jenazah tergeletak bersimbah darah dengan luka tembak di kepala dan tubuh. Dengan keji, para tahanan teroris membanggakan pembunuhan ini, dan menginjak kepala para jenazah.

Kesadisan ini sebetulnya sudah dirilis sejak Selasa malam, tetapi yang beredar hanya potongan video berbentuk gambar. Malam itu juga polisi cepat-cepat membantah gambar tersebut hoaks.

Namun, kebohongan itu tak bisa ditutupi. Apalagi setelah wartawan memergoki lima kantong jenazah diangkut dari Mako Brimob ke ruang mayat Rumah Sakit Polri Kramat Jati pada Rabu siang.

Pada pukul 15.00, akhirnya polisi mau tak mau jujur dan mengaku kerusuhan memakan enam korban jiwa, lima di antaranya polisi. "Semua sudah di RS Kramat Jati," ujar Iqbal dengan suara yang pelan.

Pada beberapa pertempuran, siaran Amaq jadi onak bagi aparat keamanan. Saat perang teror melawan ISIS di Marawi, Filipina selatan, saya menyaksikan bagaimana informasi Amaq menjadi aral tersendiri bagi pasukan Filipina.

Media yang terhubung dengan ISIS ini biasanya memang akurat ketika melaporkan kemajuan ISIS. Namun, bagi militer, informasi Amaq jadi masalah. Selain menurunkan moral pasukan, siaran Amaq jadi preseden buruk bagi pemerintah.

Memang akan mudah menampik jika siaran Amaq hanya sekadar teks ditempel dalam template grafis. Tapi akan jadi soal jika rilis itu menampilkan gambar atau video korban.

Militer Filipina seringkali menampik info pasukan mereka yang terbunuh dalam pertempuran di Marawi. Namun, setelah rilisan Amaq itu dibarengi video atau foto, militer sama sekali tak berkutik. Hal sama terjadi dalam kasus di Rutan Mako Brimob.

Saya berbincang perihal ini dengan wartawan New York Times, Rukmini Callimachi. Ia dikenal paham seluk-beluk pola bagaimana ISIS bekerja. Laporannya, The ISIS Files, yang dirilis awal April lalu menyedot perhatian publik internasional.

Reportase didasari ribuan dokumen milik ISIS itu mengungkap alasan mengapa ISIS bisa berkuasa cukup lama di Irak dan Suriah. Rukimini menyelidiki sistem birokrasi, hukum, sosial, dan ekonomi negara bentukan Abu Bakar al-Baghdadi itu.

Sebagai wartawan yang meliput ISIS sejak 2014, rilisan dari Amaq adalah santapan rutin dia. Selama mengikuti Amaq, Rukmini membantah anggapan bahwa ISIS tukang main klaim. "ISIS tidak mengklaim setiap serangan, tetapi setiap ada klaim biasanya benar," katanya.

Menurutnya, klaim ini kadang dibarengi dengan rincian yang salah, atau angka korban yang meningkat, tetapi intisari klaimnya biasanya benar.

Namun, ia memperingatkan dalam setiap klaim, ISIS tak pernah memisahkan aksi yang dilakukan oleh personel yang ada dalam jaringan atau serangan simpatisan yang bergerak sendirian.

Bagi aparat hal itu jadi pelik, apakah si pelaku betul-betul ada dalam jaringan ISIS dan terkoneksi langsung ke Irak dan Suriah, atau hanya simpatisan yang terpapar ideologi propaganda ISIS. Penyelidikan soal relasi ini biasa menghabiskan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

Jeda Aksi dan Rilis Amaq

Dalam kasus serangan di Mako Brimob dan aksi bomber di Surabaya, kita bisa memilah relasi jaringan itu dari waktu jeda saat serangan dan siaran Amaq.

Waktu jeda antara serangan awal di Mako Brimob dan rilis Amaq hanya dua jam. Jam 9 malam kerusuhan pecah, info Amaq muncul pukul 11 malam.

Itu berbeda dari kasus teror bom bunuh diri di Surabaya. Jeda waktu serangan terhadap tiga gereja dan siaran Amaq lebih dari 8 jam. Siaran Amaq terkait aksi bom baru keluar pada pukul 5 sore, Minggu lalu.

Lantas dalam kasus bom di Markas Polres Kota Besar Surabaya, Senin pagi lalu, pengakuan Amaq dari Telegram dirilis pada jam 11 malam; artinya, ada jeda lebih dari 15 jam.

Dalam kasus Bom Sidoarjo, Amaq belum mengeluarkan rilis apa pun. Logis memang, sebab bom meledak bukan disebabkan aksi serangan, tetapi eksperimen yang gagal. Bagi mereka, mungkin aib ini sama sekali tak perlu disebarkan.

Jadi, kenapa insiden di Rutan Mako Brimob bisa tersiar dengan cepat, sedangkan kasus bom Surabaya begitu lamban? Perbedaan itu disebabkan satu hal: akses informasi dan komunikasi terhadap komando pusat ISIS di Irak dan Suriah.

Para tahanan yang berbuat onar di Mako Brimob adalah top-top leaders dalam jejaring ISIS di Indonesia yang memiliki akses komunikasi ke rekan mereka di luar negeri. Di antara para tahanan itu juga banyak eks-kombatan yang pernah angkat senjata di Irak dan Suriah. Lain hal dari teror bom di Surabaya.

Sampai tulisan ini dirilis, relasi pelaku bom di Surabaya dan jejaring Jamaah Ansharut Daulah, organisasi teror yang diklaim berafiliasi dengan ISIS, masih samar. Tiga pelaku disebut polisi: Dita Oepriarto, Puji Kuswati, Anton Ferdiantono adalah nama asing, tak pernah terdengar melakukan aksi teror dan aktif dalam jejaring JAD.

Thomas Joscelyn, editor kontra-terorisme di The Long War Journal, kepada radio NPR memaparkan jika ada jeda waktu yang lama antara klaim ISIS dari sebuah serangan teror, ada kans bahwa serangan itu kemungkinan tak diketahui oleh ISIS sebelumnya.

Meski ada sebagian orang yang mencerca ISIS sebagai organisasi yang ingin mengklaim setiap serangan teroris di seluruh dunia, tetapi para analis mengatakan ISIS memiliki kepentingan untuk menjadi lebih akurat.

Analisis ini terbukti pada 8 Juni 2017. Kepolisian Jerman menangkap seorang pemuda asal Suriah berusia 23 tahun yang diduga telah bekerja untuk Amaq. Pria bernama Muhammad G ini memaparkan pengakuan menarik bagaimana Amaq bekerja.

Jaksa mengungkap sebelum klaim keluar, ISIS akan berupaya memverifikasi sedetail mungkin apakah benar operasi itu bagian dari mereka atau bukan. Jadi, semakin lama jeda, ada kans semakin jauh pula relasi pelaku dengan jaringan utama ISIS.

"Mereka melakukan banyak hal yang sama seperti para analis lakukan, yakni mengawasi dan mencoba mencari tahu apakah pelaku terinspirasi dari ISIS atau tidak," kata JM Berger, analis dari George Washington University, seperti dikutip dari Washington Post.

Infografik HL teror Bom 4

Kedekatan yang Bisa Ditilik dari Video Baiat

Beberapa jam sebelum terjadi bom bunuh diri keluarga di tiga gereja di Surabaya, di tempat terpisah, aksi teror ISIS terjadi di Kota Paris. Teror dilakukan lewat penusukan secara acak. Tindakan keji ini menewaskan satu orang dan melukai empat lain. Pelaku diidentifikasi sebagai Khamzat Azimov, warga Perancis kelahiran Chechnya. Ia ditembak mati oleh polisi setempat.

Berselang satu jam setelah aksi teror, Amaq langsung mengeluarkan teks rilis. "Pelaku serangan pisau di Paris adalah prajurit Islamic State. Operasi ini dilakukan dalam rangka membalas Koalisi," tulis Amaq.

Peristiwa di Paris itu berbeda dari kasus Surabaya. Di Paris, Amaq tampaknya tahu bahwa serangan ini akan dilakukan. Selain jeda rilis yang cepat, selang beberapa jam kemudian Amaq mengeluarkan rilis lanjutan dengan menyertakan video baiat Khamzat kepada Abu Bakar al-Baghdadi. Muncul dengan bercadar, Khamzat mengucapkan sumpah setia kepada Abu Bakar al-Baghdadi sehidup semati.

Memang ada pola dan narasi berulang dalam rencana aksi teror yang diketahui Amaq. Selain merilis klaim dengan jeda relatif cepat, lazimnya beberapa jam setelah aksi, Amaq pun akan merilis video baiat para pelaku.

"Jika ada rekaman video yang dibuat oleh penyerang, jika kelompok tersebut memberikan nama dan rincian lain dari penyerang, ini semua menunjukkan serangan ISIS yang direncanakan dengan hati-hati," kata Joscelyn.

Rekaman sumpah kesetiaan ini juga yang mungkin jadi musabab kenapa rilis di Mako Brimob disebarkan dengan cepat oleh Amaq.

Pada awal kerusuhan, beredar rekaman segelintir tahanan yang berbaiat penuh pada Abu Bakar al-Baghdadi. Dalam baiat itu mereka berjanji akan berjuang sampai mati.

Bagaimanapun baiat ini diperlukan sebab Amaq tidak akan pernah mau mengakui serangan yang gagal dengan pelaku yang menyerah atau tertangkap polisi. Mereka yang berbaiat adalah mereka yang mati saat melakukan aksi.

Temuan itu diungkap Rukmini Callimachi saat menelisik aksi teror ISIS di Eropa dan Amerika Serikat. "Menurut logika dan ideologi mereka, mereka seharusnya mati saat aksi," kata Jean-Charles Brisard, Direktur Pusat Analisis Terorisme di Paris, dikutip dalam laporan Rukmini untuk New York Times.

Artinya, jika menilik psikologis secara kolektif kelompok ini, para tahanan dan napi teroris di Mako Brimob semula bertekad untuk mati. Janji ini lalu membikin Amaq terkesima dan kemudian menyebarkan informasi "kemenangan" di Mako Brimob dengan cepat.

Tapi, narasi heroik ini nyatanya hanya omong kosong. Para simpatisan ISIS itu ternyata lebih menyerah kepada polisi. Pihak kepolisian lalu merilis video dan foto saat para tahanan ini menyerah, meletakan senjata, dan digiring satu per satu ke dalam bus dengan tangan terikat, untuk menuju penjara Nusakambangan.

Mungkin segelintir yang tahu bahwa rilis polisi yang menggambarkan para napi dan terdakwa teroris itu menyerah telah bikin kehebohan di kalangan internal ISIS. Di telegram, pertengkaran pro-kontra kejadian itu segera menyeruak. Ledekan seperti "Mujahid kok menyerah", "Katanya baiat sampai mati", "Ada kesempatan kok malah disia-siakan" menjadi perbincangan sengit.

Bagi pendukung ISIS garis keras, sikap menyerahkan diri itu dipandang tindakan pengecut.

Keputusan Bijak Polisi Membantah Klaim Amaq

Usai kerusuhan Mako Brimob, polisi tetap bersikukuh kejadian brutalitas itu tak ada sangkut pautnya dengan ISIS. "Sampai saat ini kami membantah, tak ada bukti kuat bahwa ada pihak luar," ujar Kepala Biro Divisi Humas Polri Brigjen M. Iqbal pada Kamis siang, 10 Mei.

Hampir mayoritas tahanan berbuat rusuh adalah mereka yang tertangkap dalam kasus terorisme yang berkaitan dengan ISIS. Para tahanan pun menuntut dipertemukan dengan Aman Abdurrahman, amir ISIS di Indonesia. Bantahan polisi untuk tak mengaitkan insiden kekerasan di Rutan Mako Brimob dengan ISIS ini dinilai di luar nalar.

Namun, tindakan polisi ini cukup tepat. Jika polisi mengakui elemen dari bagian ISIS terlibat di Mako Brimob, hal itu hanya menambah bahan bakar dan semangat para simpatisan ISIS di luar penjara untuk menyerbu polisi.

Sebab, tanpa ada klaim itu pun mereka sudah sibuk bergerak. Tindakan keji membunuhi lima polisi di Rutan Mako Brimob, yang kata Aman sebagai "keributan di kandang singa," membuat nyali sel-sel tidur ISIS bergelora.

Di telegram, pesan-pesan menyerang polisi dengan tagar #NusantaraKamiDatang tersebar luas. Seruan merapat ke Mako Brimob diedarkan secara masif.

"Merapat Ikhwan Kita Telah Dibuka Allah Azza wa Jalla Ladang Jihad!!! Jangan Lepaskan Peluang Terbaik Ini!!!"—seruan macam ini muncul dalam grup 'Channel Media.'

Dan benar saja, Kamis malam, 10 Mei, anggota Satuan Intel Korps Brimob Bripka Marhum Prencje ditusuk orang tak dikenal di kawasan Mako Brimob. Sang pelaku, Tendi Sumarno, 23 tahun, ditembak mati oleh polisi di tempat kejadian.

Selang dua hari kemudian, polisi kembali menangkap dua perempuan simpatisan ISIS, Dita Siska Millenia dan Siska Nur Azizah, keduanya berusia 18 dan 22 tahun, yang hendak menyerang polisi di Mako Brimob.

Dalam berita penyidikan (BAP) yang didapat CNN Indonesia, terungkap dua gadis ini terinspirasi menyerang polisi setelah mendapatkan seruan dari grup WhatsApp dan Telegram.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto membenarkan ada komunikasi dan ajakan untuk menyerang Mako Brimob. "Pada saat kejadian itu kami monitor," kata Setyo di Mabes Polri, Senin kemarin.

Terpantau di grup Telegram, agitasi-agitasi para simpatisan ISIS mulai berganti topik: dari serangan ke Mako Brimob berganti jadi operasi mengaktifkan seluruh sel tidur di mana pun berada.

Dan, rentetan serangan itu menjalar ke Surabaya.

Baca juga artikel terkait BOM SURABAYA atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Hukum
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Fahri Salam