Menuju konten utama

Rutan di Mako Brimob Jadi Tempat Menumpuk Napi Teroris

Rutan Mako Brimob Polri di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, tak layak menjadi tempat menahan narapidana kejahatan terorisme. Rumah tahanan tersebut awalnya hanya diperuntukkan bagi narapidana anggota kepolisian.

Rutan di Mako Brimob Jadi Tempat Menumpuk Napi Teroris
Pekerja mengangkut karangan bunga pasca insiden kerusuhan antara petugas kepolisian dan narapidana teroris di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, Kamis (10/5/2018). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

tirto.id - Rumah tahanan Cabang Salemba yang berada di Markas Komando Brimob Polri di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, tak layak menjadi tempat menahan narapidana kejahatan terorisme. Rumah tahanan tersebut awalnya hanya diperuntukkan bagi narapidana anggota kepolisian.

Hal ini disampaikan Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat mengunjungi rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Kamis sore (10/5/2018). Tito menyambangi rutan Mako Brimob usai dari kunjungan ke Yordania.

Kepala Densus 88 Antiteror periode 2009-2010 itu mendatangi Mako Brimob, sekitar pukul 17.30 WIB. Ia meninjau sejumlah tempat dalam rutan yang menjadi lokasi kerusuhan Selasa hingga Kamis pagi tadi.

Selepas meninjau lokasi, Tito berujar Korps Bhayangkara akan mengevaluasi penyebab insiden tersebut. Salah satu poin penting yang akan dievaluasi terkait kelayakan Rutan yang menjadi tempat penahanan ratusan narapidana kejahatan terorisme.

“Karena [rutan] ini bukan [rutan dengan] maximum security," kata Tito.

Berubah Fungsi

Tito menegaskan, rutan Mako Brimob Kelapa Dua awalnya diperuntukkan bagi narapidana anggota Polri. Menurut Tito, penegak hukum tak bisa menempati sel yang sama dengan napi lainnya. Mantan Kapolda Papua ini merasa, keselamatan anggota bisa terancam.

“Karena dinamika, perlu ada tempat di mana melakukan pemeriksaan, yang paling aman markas Brimob. Saat itu pertimbangannya seperti itu,” ujarnya lagi.

Tito menyampaikan, rutan sebenarnya sudah terkepung pasukan Brimob karena berada di dalam markas komando tapi “tetap di dalamnya tidak layak dan [tidak] di-design untuk maximum security yang layaknya untuk teroris."

Selain itu, Tito mengatakan rutan Mako Brimob Kelapa Dua termasuk dalam kategori kelebihan kapasitas. Ia menegaskan, rutan ini semestinya hanya menampung 64 tahanan/narapidana dan batas maksimal 90 narapidana. Saat narapidana dicatat, Tito mengaku baru mengetahui ada 155 napi yang ditahan dalam rutan.

“Ini saya lihat dan baru tahu sampai 155 orang di dalam itu. Jadi sangat sumpek sekali," tuturnya. “Selama ini dianggap tidak ada masalah sehingga ada kelemahan.”

Infografik CI kerusuhan mako brimob

Masalah Pemusatan Napi Terorisme

Perubahan fungsi ini dari rutan untuk menampung anggota Polri menjadi rutan untuk napis teroris ini yang membuat Rutan Mako Brimob menjadi tempat bernaung teroris. Sebagai perbandingan, Lapas Nusakambangan yang merupakan lapas risiko tinggi hanya menampung belasan narapidana teroris. Kementerian Hukum dan HAM pun sudah berusaha menyebar napi kejahatan terorisme kepada 108 lembaga pemasyarakatan lainnya.

Tito berjanji tahanan ini dipindahkan ke lapas high risk meski sebagian tahanan masih ada yang menjalani penyidikan dan persidangan. “Total 155 dipindahkan ke Nusakambangan. Selanjutnya tempat ini nanti akan segera olah TKP dan segera dibereskan” ucap Tito.

Selain olah TKP, Tito berjanji memikirkan tempat untuk rutan khusus napi teroris yang ditangani Densus 88 Antiteror. Ia mengaku akan mengajak Kementerian Keuangan untuk membicarakan kemungkinan pembangunan rutan yang layak bagi narapidana kejahatan terorisme.

“Saya paham betul teman-teman Densus ini. Mereka membutuhkan tempat itu yang aman, yang mereka bisa periksa [napi] dan [napi] ada cepat,” katanya.

Dihubungi terpisah, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Ade Kusmanto mengatakan kepada Tirto dalam perjanjian kerja sama antara Kemenkumham dan Polri, rutan Mako Brimob memang diberi arahan untuk bisa menampung narapidana dari rutan Salemba, Jakarta. Namun, penanganan rutan Salemba tetap pada Polri karena berada di markas salah satu satuan tugasnya.

Ade setuju bahwa napi teroris terlalu menyesaki Mako Brimob. Seharusnya, para napi teroris dipisahkan antara yang radikal dan yang sudah bertaubat. Untuk kasus di Mako Brimob, ia meyakini proses itu sedang berlangsung.

“Januari awal saja kami memindahkan 18 napiter (napi teroris) untuk disebar,” jelasnya.

“Mereka memang tidak seharusnya bersama di satu tempat karena nanti malah saling mempengaruhi, terutama yang radikal.”

Ade juga menjelaskan, proses penilaian antara napi radikal dengan tidak tentu tidak bisa berlangsung dengan cepat. Mulanya, pengadilan akan memberi putusan terhadap kejahatan napi teroris.

Setelahnya, Mako Brimob yang akan memberi rekomendasi apakah napi teroris yang sudah vonis termasuk napi high risk atau sebaliknya. Bila sudah masuk dalam kategori napi high risk, seharusnya Polri segera memberitahu Kemenkumham agar memindahkan napi bersangkutan.

Soal sosok Wawan Kurniawan alias Abu Afif berstatus napi high risk atau bukan, Ade enggan menanggapi lebih jauh. Ia mengaku penilaian itu kewenangan daripada Brimob. Wawan diduga dalang kerusuhan di Mako Brimob yang menyerahkan diri dan dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramatjati, Kamis pagi.

“Silakan tanya ke yang bersangkutan,” ucap Ade.

Baca juga artikel terkait KERUSUHAN MAKO BRIMOB atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Mufti Sholih