tirto.id - Sidang pertama BPUPKI membahas tentang arah dan dasar negara Indonesia yang akan merdeka. Momen ini menjadi tonggak awal lahirnya fondasi bangsa. Para tokoh berkumpul membahas masa depan negeri yang masih dijajah.
Dalam sidang ini, muncul berbagai gagasan tentang bentuk dan dasar negara merdeka. Tokoh-tokoh penting seperti Sukarno, Mohammad Yamin, dan Soepomo turut ambil peran. Perdebatan berlangsung dinamis dan menentukan arah perjuangan.
Meski berlangsung singkat, sidang ini memiliki arti besar dalam sejarah kemerdekaan. Diskusi yang tercetus jadi fondasi awal bagi pembentukan Indonesia. Lalu, apa yang dimaksud sidang BPUPKI pertama?
Apa yang Dimaksud Sidang BPUPKI Pertama?
George S. Kanahele dalam The Japanese Ocupation of Indonesia (1967:184) mengungkapkan, pada 1 Maret 1945 Kumaikichi Harada, Jenderal Dai Nippon yang membawahi wilayah Jawa, mengumumkan akan dibentuk suatu badan baru dengan nama Dokuritsu Junbi Cosakai.
Dokuritsu Junbi Cosakai inilah yang disebut sebagai BPUPKI. Meski sudah ada sejak 1 Maret 1945, BPUPKI baru diresmikan tanggal 29 April 1945.
Pada 29 Mei 1945, sidang BPUPKI pertama diadakan pada tanggal tersebut dan dibuka oleh dr. Radjiman Wediodiningrat sebagai ketuanya. Sidang pertama ini berlanjut hingga 1 Juni 1945.
Di sidang bpupki yang pertama membahas tentang dasar negara, ada tiga pembicara yang mengemukakan pendapat terkait perumusan yang nantinya dikenal sebagai Pancasila.
Pembicara pertama adalah Mohammad Yamin. Dalam sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Yamin menerangkan tentang “Azas dan Dasar Negara Indonesia Merdeka”.
Yang menjadi pembicara kedua adalah R. Soepomo. Ia memaparkan “Dasar-dasarnya Negara Indonesia Merdeka” dalam sidang BPUPKI.
Sementara itu, di hari ketiga, Sukarno mengakhiri sidang dengan pidato yang begitu fenomenal yang berjudul "Lahirnya Pancasila"
Apa Tujuan Sidang Pertama BPUPKI?
Sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 membahas tentang rumusan dasar negara Indonesia. Sidang ini menjadi langkah awal menuju kemerdekaan dengan menetapkan fondasi ideologis dan hukum bagi bangsa. Para tokoh nasional hadir untuk menyumbangkan pemikiran mereka.
Beberapa tokoh penting yang menyampaikan gagasan adalah Mohammad Yamin, Soepomo, dan Sukarno. Pidato Sukarno pada 1 Juni menjadi momen penting yang melahirkan konsep Pancasila. Gagasan-gagasan ini kemudian menjadi bahan perdebatan dan pertimbangan dalam menentukan arah negara.
BPUPKI sidang pertama membahas tentang berbagai pandangan dalam perumusan dasar negara. Selain sebagai forum perumusan dasar negara, sidang ini juga menjadi wadah menyatukan berbagai pandangan. Para anggota BPUPKI berasal dari beragam latar belakang dan daerah di Indonesia. Hal ini mencerminkan semangat kebangsaan dan keinginan kuat untuk bersatu.
Apa yang Dibahas dalam Sidang Pertama BPUPKI?
Waktu persidangan BPUPKI pertama berlangsung dari tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 di Gedung Chuo Sangi In, sekarang bernama Gedung Pancasila, yang terletak di Jalan Taman Pejambon Nomor 6, Senen, Jakarta Pusat.
Di Sidang BPUPKI pertama, ada 12 anggota yang naik podium untuk memaparkan uraian. Salah satunya adalah Mohammad Yamin. Di depan sidang, ia memaparkan kelengkapan negara yang dibutuhkan Indonesia jika merdeka nanti.
Sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara, dan pada sidang perdana inilah Mohammad Yamin merumuskan 5 asas dasar negara, yaitu Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat.
Di hari ketiga sidang BPUPKI pertama, Mr. Soepomo juga membeberkan rumusan serupa yang diberi nama "Dasar Negara Indonesia Merdeka”, yaitu Persatuan, Kekeluargaan, Mufakat dan Demokrasi, Musyawarah, serta Keadilan Sosial.
Sidang BPUPKI hari terakhir atau tanggal 1 Juni 1945, Ir. Sukarno memperkenalkan 5 sila yang terdiri dari Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Sekarang, banyaknya prinsip kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya,” kata Bung Karno, dikutip dari Risalah BPUPKI (1995) terbitan Sekretariat Negara RI.
“Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal, dan abadi,” lanjutnya.
Paparan Sukarno itulah yang kemudian dirumuskan sebagai Pancasila yang nantinya ditetapkan menjadi Dasar Negara Republik Indonesia. Tanggal 1 Juni 1945 kemudian diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila.
Namun sebelum itu, tidak ada kesepakatan yang dapat diambil dalam rangkaian Sidang BPUPKI pertama tersebut.
Bernhard Dahm dalam Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan (1987) mengungkapkan, terjadi silang pendapat antara kubu nasionalis dan kubu agamis. Salah satunya tentang bentuk negara, antara negara kebangsaan atau negara Islam.

Siapa Saja Tokoh di Sidang BPUPKI Pertama?
Dalam sidang BPUPKI pertama terdapat berapa pembicara yang aktif mengemukakan pendapat. M. Fuad Nasar dalam Islam dan Muslim di Negara Pancasila (2017) menyebutkan, semula BPUPKI beranggotakan 62 orang, kemudian ditambah 6 orang sehingga menjadi 68 orang. Ke-68 orang ini berasal dari pihak Indonesia dan bertindak sebagai anggota aktif.
Tokoh sidang BPUPKI 1 berasal dari berbagai kalangan, ada dari golongan nasionalis, agamis, peranakan Arab, peranakan Tionghoa, peranakan Indo, ningrat Jawa, jurnalis, dan lain sebagainya.
Selain anggota aktif, ada pula anggota pasif. Anggota pasif di BPUPKI terdiri atas 8 orang dari pihak Jepang. Mereka hanya bertindak sebagai pengamat dan tidak memiliki hak suara, hak berpendapat, dan hak-hak aktif lainnya selama sidang.Berikut ini nama-nama anggota BPUPKI:
- A.A. Maramis
- Abdul Kadir
- Abdul Kaffar
- Abdul Kahar Muzakir
- Abdulrahim Pratalykrama
- Abikusno Cokrosuyoso
- Adipati Wiranatakoesoema V
- Agus Muhsin Dasaad
- Agus Salim
- Ahmad Soebardjo
- AR Baswedan
- Husein Djajadiningrat
- Johanes Latuharhary
- KH Abdul Fatah Hasan
- KH Abdul Halim Majalengka
- KH Ahmad Sanusi
- KH Mas Mansoer
- KH Masjkur
- KH Wahid Hasyim
- Ki Bagus Hadikusumo
- Ki Hajar Dewantara
- Liem Koen Hian Liem
- Margono Joyohadikusumo
- Mas Aris
- Mas Besar Martokusumo
- Mohammad Hatta
- Mohammad Yamin
- Oey Tiang TjoeiOey
- OeyTjong Hauw
- Otto Iskandardinata
- P.F. Dahler
- Pangeran Ario Suryohamijoyo
- Pangeran Hario Bintoro
- Pangeran Hario Purubojo
- Pangeran Mohammad Noor
- Parada Harahap
- Purbonegoro Sumitro Kolopaking
- Raden Ashar Sutejo Munandar
- Raden Asikin Natanegara
- Raden Ayu Maria Ulfah Santoso
- Raden Buntaran Martoatmojo
- Raden Hindromartono
- Raden Jenal Asikin Wijaya Kusuma
- Raden Mas Hario Sosrodiningrat
- Raden Mas Panji Surahman Cokroadisuryo
- Raden Mas Sartono
- Raden Mas Tumenggung Ario Suryo
- Raden Mas Tumenggung Ario Wuryaningrat
- Raden Mas Tumenggung Wongsonagoro
- Raden Nganten Siti Sukaptinah
- Raden Panji Singgih
- Raden Panji Suroso
- Raden Ruseno Suryohadikusumo
- Raden Sastromulyono
- Raden Sudirman
- Raden Suleiman Effendi Kusumaatmaja
- Raden Suwandi
- Raden Syamsudin
- Radjiman Wedyodiningrat
- Ruslan Wongsokusumo
- Samsi Sastrawidagda
- Soepomo
- Sukarjo Wiryopranoto
- Sukarno
- Sukiman Wiryosanjoyo
- Susanto Tirtoprojo
- Sutarjo Kartohadikusumo
- Tan Eng Hoa
- Ichibangase Yosio
- Matuura Mitukiyo
- Miyano Syoozoo
- Tanaka Minoru
- Tokonami Tokuzi
- Itagaki Masumitu
- Masuda Toyohiko
- Ide Teitiroo
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Yulaika Ramadhani & Satrio Dwi Haryono
Masuk tirto.id




































