Menuju konten utama
Gerakan 30 September 1965

Siapa Saja Tokoh PKI yang Disebut Terlibat G30S 1965?

Siapa tokoh PKI yang disebut-sebut terlibat dalam peristiwa G30S 1965? Simak ulasannya berikut ini.

Siapa Saja Tokoh PKI yang Disebut Terlibat G30S 1965?
DN Aidit; 1958. Wikicommon/Rudi Ulmer

tirto.id - Sejarah Gerakan 30 September (G30S) 1965 menyeret sejumlah tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan beberapa anggota militer yang disebut-sebut sebagai pelakunya.

Mengingat hingga saat ini fakta yang sebenar-benarnya belum sepenuhnya terkuak, ada beberapa teori tentang siapa saja tokoh yang terlibat dalam peristiwa G30S. Setidaknya ada 5 teori tentang tokoh-tokoh yang terlibat G30S 1965, atau bahkan lebih banyak.

Asvi Warman Adam lewat "Beberapa Catatan Tentang Historiografi Gerakan 30 September 1965" di Jurnal Archipel (2018) mencatat, teori pertama lahir dari rezim Orde Baru yang didukung sejarawan seperti Nugroho Notosusanto. Teori versi Orba menyatakan peristiwa G30S 1965 didalangi oleh PKI yang hendak melakukan pemberontakan atau kudeta.

Dalam narasi versi Orde Baru, sosok seperti Aidit, Letkol Untung Syamsuri, hingga Brigjen Soeparjo disebut sebagai 'tokoh pemberontakan G30S PKI'. Teori G30S dari Orde Baru ini diragukan sejumlah peneliti karena berbagai fakta, termasuk status tokoh seperti Untung dan Soeparjo yang merupakan perwira elite Angkatan Darat.

Teori yang lainnya menyodorkan kesimpulan berbeda. Hasil penyelidikan dari dua peneliti Universitas Cornell, Benedict Anderson dan Ruth T. McVey, menyimpulkan peristiwa G30S 1965 merupakan puncak konflik intern di Angkatan Darat.

Ada pula teori ketiga yang mengemukakan dalang peristiwa G30S 1965 adalah CIA alias Badan Pusat Intelijen AS. Teori ini didasarkan pada hasil temuan Peter Dale Scott (1985) dan Geoffrey Robinson (1984).

Hipotesis berikutnya datang dari John Hughes (1967) dan Antonie Dake (1973). Keduanya menduga Presiden Soekarno terlibat dalam G30S karena hendak melumpuhkan petinggi AD yang menjadi oposisi. Belakangan teori ini termentahkan oleh keputusan MPR RI yang mencabut TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967.

Teori kelima menyebut: "tidak ada pelaku tunggal dalam G30S 1965." Teori yang didasari analisis dari sejumlah peneliti seperti John D. Legge hingga John Roosa ini selaras dengan isi pidato Presiden Sukarno bertajuk Nawaksara di sidang MPRS pada 1967.

Pada intinya, teori kelima tersebut menilai tidak ada dalang utama dalam peristiwa G30S. Penculikan beberapa jenderal AD diduga atas dasar rencana mentah, diwarnai improvisasi lapangan, serta melibatkan berbagai unsur, termasuk sekelompok perwira militer hingga beberapa tokoh PKI.

Di sisi lain, peristiwa pada 1965 itu memicu pembantaian massal ratusan ribu, atau malah ada yang menyebut jutaan, orang yang dituduh terlibat G30S serta menjadi anggota atau simpatisan PKI.

Siapa Tokoh PKI yang Terlibat dalam Peristiwa G30S?

Di antara tokoh G30S yang kerap disorot adalah D.N. Aidit dan Letkol Untung. D.N. Aidit merupakan Ketua Komite Sentral PKI saat peristiwa G30S terjadi. Adapun Letkol Untung adalah Komandan Batalyon I Cakrabirawa.

Anggota militer, terutama dari kesatuan Cakrabirawa atau pasukan pengamanan presiden, seperti Letkol Untung, Serma Boengkoes, Lettu Dul Arif, dan lainnya, bertindak sebagai eksekutor yang bertugas menculik sejumlah jenderal AD dalam peristiwa G30S 1965.

Pasukan Cakrabirawa bergerak karena berhembusnya isu Dewan Jenderal yang terdiri dari para perwira tinggi AD. Dewan Jenderal disebut-sebut berencana menggulingkan Presiden Sukarno dari pucuk kekuasaan.

Muncul dugaan bahwa yang mengembuskan isu Dewan Jenderal dan menginisiasi G30S 1965 adalah tokoh-tokoh PKI. Kala itu, tokoh-tokoh PKI dan sejumlah perwira tinggi TNI-AD sama-sama dekat dengan Presiden Sukarno kendati berbeda kubu.

Siapa saja pihak yang terlibat dalam G30S 1965 dan tercatat sebagai tokoh PKI? Simak ulasan mengenai sejumlah sosok yang disebut-sebut sebagai 'tokoh G30S PKI' berikut:

1. D.N. Aidit

Dipa Nusantara Aidit atau D.N. Aidit adalah Ketua Central Comitte (CC) Partai Komunis Indonesia (PKI).

D.N. Aidit pernah menjabat Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Kabinet Kerja III (1962-1963), Kabinet Kerja IV (1963-1964), serta Kabinet Dwikora I (1964-1966).

Pada Pemilu 1955, D.N. Aidit bersama PKI mendapatkan banyak suara karena menghadirkan program yang mendukung rakyat kecil. Mereka menjadi partai penyeimbang antara kekuatan Islam dan militer.

Di bawah kendali Aidit, PKI muncul sebagai partai terbesar keempat usai mengambil alih kepemimpinan lama era Alimin dan Tan Ling Djie.

Setelah peristiwa G30S 1965, pemerintah Orde Baru memburu D.N. Aidit. Ia dianggap menjadi dalang peristiwa tersebut. Aidit terbunuh dalam pengejaran oleh aparat militer.

Aidit tertangkap di Jawa Tengah dan dibawa Batalyon Kostrad ke Boyolali hingga ditembak mati. Versi lain menyebutkan ia diledakkan di dalam rumah tahanan dan tidak diketahui lokasi jenazahnya hingga kini.

2. Sjam Kamaruzaman

Sjam Kamaruzaman termasuk tokoh penting PKI. Ia lahir di Tuban pada 30 April 1924. Nama lainnya adalah Kamaruzaman bin Achmad Mubaidah.

Bersama D.N. Aidit dan M.H. Lukman, Sjam Kamaruzaman membangun kembali citra PKI usai upaya pemberontakan yang gagal di Madiun pada 1948.

Sjam lalu menjadi kepala Biro Khusus PKI bersama Pono (Supono Marsudidjojo), asisten Sjam, Bono, Wandi dan Hamim. Tugas mereka adalah mengumpulkan informasi militer dan dilaporkan ke D.N. Aidit. Sejumlah peneliti menduga, Sjam memiliki peran krusial dalam peristiwa G30S.

Setelah G30S gagal total mengambil alih kendali atas militer, Sjam sempat melarikan diri sebelum tertangkap pada 9 Maret 1967.

Sjam Kamaruzaman dijatuhi hukuman mati dan baru menjalani eksekusi pada 1986. Selama itu, ia disebut-sebut menjadi informan untuk memburu para tokoh PKI dan anggota militer yang punya kaitan dengan partainya.

3. Njoto

Njoto lahir pada 17 Januari 1927 di Jember. Ia merupakan tokoh PKI yang pernah menjabat sebagai Menteri Negara di Kabinet Dwikora pada era Presiden Sukarno tahun 1964.

Kepindahan Njoto dari Jember ke Surabaya membuahkan perkenalan dengan D.N. Aidit. Pada Agustus 1948, PKI membentuk Komite Pusat yang terdiri dari Aidit (urusan pertanahan), Lukman (agitasi dan propaganda), serta Njoto (hubungan dengan organisasi lain).

Selain itu, Njoto juga menjadi inisiator Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) bersama Aidit, MS Ashar, dan A.S. Dharta. Jabatan lain di PKI adalah anggota Politbiro oleh Komite Sentral.

Sebagai salah satu tokoh teras PKI, Njoto membuat blunder lewat istilah Soekarnoisme. Aidit lantas murka karena ia dinilai menyisihkan paham Komunis. Ia dilengserkan dari jabatannya.

Njoto barang kali tidak terlibat langsung dalam peristiwa G30S 1965. Ia mengaku tidak tahu-menahu terkait upaya penculikan dan pembunuhan jenderal AD. Njoto menegaskan bahwa PKI tidak bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.

Namun, Njoto tetap menjadi target. Ada yang menyebutkan ia ditangkap di Tosari, Menteng. Catatan lain menyebutkan Njoto ditembak mati di Tanjung Priok atau Bekasi pada 13 Desember 1965. Versi lain, mayatnya dibuang ke Sungai Ciliwung selepas dibunuh di Jakarta.

Daftar Jenderal Korban G30S 1965

Sejumlah jenderal dan perwira AD yang terbunuh pada peristiwa G30S 1965 diberi gelar kehormatan pahlawan revolusi. Para jenderal AD tersebut diculik pada malam 1 Oktober 1965 dan dihabisi, sementara jasadnya dipendam dalam sumur di daerah Lubang Buaya, Jakarta.

Daftar nama jenderal korban G30S 1965 yang terbunuh pada peristiwa itu adalah:

  • Letjen Ahmad Yani (Men/Pangad)
  • Mayjen S.Parman (Asisten I Men/Pangad)
  • Mayjen R. Suprapto (Deputi II Men/Pangad)
  • Brigjen D.I. Panjaitan (Asisten IV Men/Pangad)
  • Mayjen M.T Haryono (Deputi III Men/Pangad)
  • Brigjen Sutoyo S (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal AD).
Bersama dengan 6 jenderal tadi, ada satu perwira AD yang juga diculik dan dibunuh di Lubang Buaya, yakni Lettu Piere Andreas Tendean (ajudan Menko Hankam/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal AH Nasution).

Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun (Pengawal rumah Wakil P.M. II Dr. J. Leimena) juga turut menjadi korban. Begitu pula Ade Irma Suryani, putri Jenderal A.H. Nasution, meninggal dunia lantaran tertembak pasukan Cakrabirawa yang menggeruduk rumah ayahnya.

Baca juga artikel terkait G30S atau tulisan lainnya dari Beni Jo

tirto.id - Edusains
Kontributor: Beni Jo
Penulis: Beni Jo
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Addi M Idhom