Menuju konten utama

Profil Firli Bahuri dan Kontroversi Rekam Jejak Ketua KPK Terpilih

Firli Bahuri terpilih menjadi Ketua KPK periode 2019-2023. Namun rekam jejak perwira tinggi Polri itu dipertanyakan sejumlah pihak, termasuk oleh pimpinan KPK periode sekarang.

Profil Firli Bahuri dan Kontroversi Rekam Jejak Ketua KPK Terpilih
Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menjalani uji kepatutan dan kelayakan di ruang rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/ama.

tirto.id - Firli Bahuri dipilih secara aklamasi menjadi Ketua KPK periode 2019-2023 oleh Komisi III DPR pada Jumat dini hari (13/9/2019). Irjen Pol Firli juga meraup suara terbanyak ketika 56 anggota Komisi III mengikuti voting untuk memilih 10 capim peserta fit and proper test.

Tidak lama usai hasil pemilihan itu diumumkan, Wakil Ketua KPK 2015-2019, Saut Situmorang menyatakan akan mundur dari posisinya. Dalam surat elektroniknya kepada para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi, pada Jumat pagi, Saut mengaku akan mundur per 16 September 2019.

Penasihat KPK (2017-2020) Mohammad Tsani juga berencana mundur sebelum pimpinan baru dilantik. "Ternyata di negeri ini tidak hanya bupati yang sudah di-OTT saja yang bisa terpilih, tetapi orang yang sudah dinyatakan secara terbuka memiliki catatan pelanggaran etik berat pun bisa memimpin lembaga antikorupsi," tulisnya dalam surat elektronik kepada para pegawai KPK.

Sementara Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rahman menilai masa depan KPK tidak menentu di bawah kepemimpinan Firli. Apalagi, Firli pernah terseret kasus pelanggaran etik di KPK. “Hal yang paling dikhawatirkan adalah KPK dijadikan sebagai alat politik,” kata dia.

Sebaliknya, Anggota Komisi III DPR, Masinton Pasaribu menuding Saut dan Tsani mundur karena mereka gagal menyerang Firli. Politikus PDIP itu bahkan menuduh dua petinggi KPK itu tak punya integritas, karena mundur sebelum masa jabatannya berakhir. "Seenaknya bekerja, kemudian mundur," kata Masinton.

Masinton pun mengklaim pemilihan Firli tanpa disertai lobi politik. Soal dugaan pelanggaran etik, ia berdalih tidak ada bukti valid. Ia menganggap tuduhan itu “pembunuhan karakter” terhadap Firli.

Karier dan Kekayaan Firli Bahuri

Firli Bahuri lulus Akpol tahun 1990. Dia mengawali karier sebagai polisi dari pangkat Sersan II. Saat menjalani fit and proper test, Firli mengaku pernah menjadi bawahan anggota Komisi III, M Nurdin, saat politikus PDIP itu menjabat Kapolres. Kata Firli, Nurdin ialah orang yang memberikan rekomendasi agar ia mendaftar Akpol pada 1987.

Karier pria kelahiran Ogan Komering Ulu, 8 November 1963, itu menanjak pada 10 tahun terakhir. Ia tercatat diangkat menjadi Asisten Sekretaris Pribadi (Sespri) Presiden RI di tahun 2010 setelah menjabat Wakapolres Metro Jakarta Pusat.

Usai sempat ditarik ke Polda Jateng, Firli kembali dikirim ke Istana untuk menjadi ajudan Wakil Presiden Boediono pada 2012. Dua tahun kemudian, Firli menjabat Wakapolda Banten.

Pangkat Firli naik menjadi Brigjen Polisi saat menjabat Kepala Biro Pengendalian Operasi Staf Operasi Polri pada 2016. Namun, Filri dimutasi lagi untuk menempati posisi Wakapolda Jateng, pada Desember 2016. Hanya 1,5 bulan di Jateng, Filri kemudian diangkat sebagai Kapolda NTB, pada Februari 2017.

Setahun kemudian, April 2018, Firli terpilih menjadi Deputi Penindakan KPK. Ia memegang posisi itu sampai 19 Juni 2019. Filri ditarik Polri dan kemudian menjabat Kapolda Sumatera Selatan.

Berdasar data LHPKN versi laporan periode 2018, total kekayaan Firli mencapai Rp18,2 miliar. Harta Firli didominasi tanah dan bangunan (Rp10,4 miliar) serta Kas dan setara Kas (Rp7,1 miliar).

Kontroversi Rekam Jejak Firli Bahuri

Dua bulan sebelum Firli balik ke Polri, pimpinan KPK meminta pengawas internal memeriksanya atas dugaan pelanggaran etik. Hasil pemeriksaan itu sudah diserahkan ke pimpinan KPK. Namun, pimpinan KPK pernah menyatakan kasus itu "dengan sendirinya" selesai setelah Firli ditarik Polri.

Belakangan, pada 11 September lalu, atau saat fit and proper test capim KPK berlangsung, Saut Situmorang mengungkapkan hasil pemeriksaan Deputi Pengawasan KPK terhadap Firli. “Terdapat dugaan pelanggaran berat," kata Saut dalam konferensi pers di Gedung KPK.

Penasihat KPK Mohammad Tsani menambahkan kasus ini terkait dengan tindakan Firli bertemu Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi (Gubernur NTB hingga 2018). Firli dan TGB pernah bertemu dalam peringatan hari lahir GP Ansor ke-84 di Lombok Tengah, pada 12 Mei 2018. Firli bertemu lagi dengan TGB, pada 13 Mei 2018, dalam acara bermain tenis yang digelar Danrem 162/WB.

Kata Tsani, dalam dua acara itu, Firli dan TGB berbincang bersama. Padahal, sejak 2 Mei 2018, KPK menyelidiki dugaan korupsi Divestasi Newmont yang disebut menyeret nama TGB.

Selain itu, menurut Tsani, ada dua kasus etik lainnya, yakni pertemuan Firli dengan seorang ketua partai dan tindakannya menjemput serta mengajak pejabat BPK yang berstatus sebagai saksi ke ruangannya.

KPK menggali bukti dari keterangan saksi dan ahli, serta dokumentasi pertemuan. Di antara ahli itu ada mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar. Namun, penanganan kasus terhenti setelah Polri menarik Firli.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan menyetujui konferensi pers Saut dan Tsani. Namun, kata dia, hanya tiga pimpinan yang setuju, termasuk Saut dan Laode Muhammad Syarief. "Pak Saut kemarin melakukan konpers itu adalah [atas] persetujuan mayoritas pimpinan," kata Agus pada 12 September 2019.

Klarifikasi Firli soal Kasus Dugaan Pelanggaran Etik

Firli sudah mengklarifikasi kasus dugaan pelanggaran etik itu dalam fit and proper test capim KPK di Komisi III DPR. Dia membenarkan bertemu TGB pada 13 Mei 2018 dalam acara main tenis. Ia mengklaim diundang Danrem 162/WB jauh sebelumnya karena punya hubungan akrab sekaligus hobi bermain tenis.

"Tahu-tahu TGB datang, langsung masuk lapangan. [...] Danrem lalu bilang, foto-foto dulu bang. Foto itu diupload di media sosial," kata Firli kepada anggota Komisi III pada 12 September lalu.

Dia menganggap hal itu tidak melanggar pasal 36 UU KPK karena TGB tidak berstatus tersangka pada Mei 2018 hingga sekarang. Firli pun mengaku tidak pernah membahas perkara dengan TGB.

Selain itu, menurut Firli, penyelidikan kasus Newmont tetap berjalan dan ekspose perkara sempat digelar sebanyak tiga kali di KPK, BPKP dan BPK. Namun, hingga kini belum ada tersangka di kasus tersebut. “[..] Karena memang hasil auditnya belum ada," ujar dia.

Dia pun mengakui pernah menjemput Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar di lobi Kantor KPK setelah ditelepon Auditor Utama, Nyoman Wara. Bahrul memang masuk ruangannya, tapi klaim Firli, pintu tetap terbuka agar pembicaraan didengar staf. Bahrul sempat bertanya soal pengalaman dinas Firli sebelum dijemput oleh penyidik. "Setelah itu, [kami] tidak bertemu lagi, sampai hari ini," kata dia.

Soal bertemu pimpinan parpol, Firli berdalih hal itu tidak disengaja dan tanpa disertai pembicaraan apa pun. Firli mengatakan semula diundang Wakabareskrim Antam Novambar. Kebetulan, ketua partai politik tersebut hadir di acara yang sama.

"Beliau kenal individu saya, karena almarhum suami beliau intens dengan saya, sejak pangkat saya letnan satu," ujar Firli.

Dalam wawancara dengan wartawan yang disiarkan CNN, ia menyebut Antam mengundangnya untuk makan malam dan membahas koordinasi penanganan perkara. "Di penanganan perkara kan ada koordinasi, supervisi, jadi tidak ada kaitan [dengan] perkara yang ditangani KPK," ujar Firli.

Sesuai pengakuan Firli, pimpinan partai yang kebetulan juga hadir di acara itu ialah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Baca juga artikel terkait KETUA KPK atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Hukum
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH