tirto.id - Satu dari sepuluh nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) yang kini sudah di meja Presiden Joko Widodo adalah Irjen Firli Bahuri. Dengan mempertimbangkan pernyataan Jokowi bahwa dia "setuju dengan 10 nama capim" yang disetor panitia seleksi (pansel), Firli cuma butuh lolos uji kelayakan dan kepatutan DPR buat menempati posisi puncak komisi antirasuah.
Di antara sembilan calon lain, Firli yang paling banyak ditentang Koalisi Kawal Capim KPK, organisasi taktis terdiri dari individu dan LSM penggiat antikorupsi. Firli bahkan ditolak 500 pegawai KPK—orang-orang yang bakal jadi bawahannya jika berhasil jadi pimpinan KPK.
Ia dianggap punya rekam jejak bermasalah. Saat menjabat Deputi Penindakan KPK, Firli ketahuan berfoto bersama Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi, saat itu menjadi salah satu terperiksa dalam perkara yang diselidiki KPK. Pertemuan itu dinilai melanggar kode etik.
Kasus ini sempat diusut KPK, ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Tapi, berhenti begitu saja karena Firli "diselamatkan" Mabes Polri dengan dilantik menjadi Kapolda Sumsel.
"Dengan sendirinya [kasus] selesai karena [Firli] bukan pegawai [lagi]," kata Saut, 21 Juni lalu.
Lebih kurang dua bulan setelah pernyataan Saut, Firli dinyatakan lolos seleksi Capim KPK yang digawangi Pansel KPK.
Relasi Firli, TGB, dan Jokowi
Kasus dugaan pelanggaran etik yang menjerat Firli tak bisa dilepaskan dari TGB. Lelaki yang pernah menjadi Gubernur Nusa Tenggara Barat itu diketahui punya relasi harmonis dengan Joko Widodo. Ia memilih keluar dari Partai Demokrat demi mendukung Jokowi dalam Pilpres 2019.
Jauh hari sebelum dugaan pertemuan Firli dan TGB mengemuka ke publik, Wakil Ketua DPR Fadli Zon sempat memberi komentar terkait kasus ini. Ia meminta KPK mengusut tuntas dugaan korupsi divestasi Newmont yang diduga melibatkan TGB. Fadli khawatir kasus itu menjadi timbal jasa dari Jokowi kepada dukungannya, jika kelak terpilih.
"Ini sudah jadi perhatian publik. Kami khawatir ada trading. Mestinya lembaga seperti KPK juga melihat seperti ini. Bahwa orang-orang yang dianggap salah kemudian mendukung kekuasaan dan dilindungi oleh kekuasaan asal masalahnya itu tidak diangkat merupakan bagian dari korupsi juga sebenarnya," kata Fadli Zon.
Belakangan, muncul kabar yang menyebutkan TGB bertemu dengan Firli dalam acara perpisahan komandan Korem 162/Wira Bhakti di Mataram pada 13 Mei 2018. Kala itu, Firli yang bekas Kapolda NTB sudah ditunjuk menjadi Deputi Penindakan KPK.
Kabar itu bikin Firli dilaporkan Indonesia Corruption Watch, lembaga nirlaba yang fokus kepada isu pencegahan dan pemberantasan korupsi, ke KPK. ICW menuntut Firli mendapatkan sanksi lantaran pertemuan itu berpotensi membuat penyidikan kasus divestasi Newmont terganggu.
"Laporan ini bukan tanpa dasar. Beberapa pemberitaan telah jelas membuktikan yang bersangkutan bertemu secara langsung dengan Tuan Guru Bajang (TGB) setelah Firli dilantik sebagai Deputi Penindakan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Juni 2019.
Dugaan Kurnia benar belaka. Dalam salah satu laporan yang dirilis Tempo, 14 September 2018, Firli disebutkan sebagai salah satu pihak yang mencoba "mengulur ekspose" kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan—belakangan, beberapa penyidik menyebut tindakan ini sebagai penghambat kerja KPK.
"Penguluran ekspose" itu lewat memerintahkan penyidik mendapatkan hasil audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan. Langkah ini tak biasa lantaran pada tahap penyelidikan, tim hanya butuh komitmen mengenai kerugian negara.
Keterkaitan antara kasus divestasi Newmont dan dukungan TGB kepada Jokowi inilah yang diduga menjadi jalan mulus bagi Firli lolos ke 10 besar Capim KPK.
Sekalipun begitu, sampai saat ini belum ada bukti konklusif yang mengaitkan kasus TBG dan langkah mulus Firli ke kursi KPK, menurut Muhammad Isnur, penggiat antikorupsi sekaligus Kepala Divisi Advokasi YLBHI yang tergabung dalam Koalisi Kawal Capim KPK.
"Soal dugaan kaitan Firli dengan TGB, kami belum memandang ke arah sana. Tetapi, pokok masalahnya, apa pun dugaan terkait dugaan pelanggaran etik dan masalah lain berkaitan dengan calon pimpinan KPK, seharusnya pansel bersikap tegas menolak calon bermasalah dan tak memberikannya kepada Pak Jokowi, dan Pak Jokowi seharusnya tak menerima serta serahkan ke DPR," kata Isnur kepada reporter Tirto, Selasa (3/9/2019).
'Mengistimewakan Calon dari Institusi Tertentu'
Isnur berkata YLBHI sudah sedari awal menduga kuat proses seleksi Capim KPK saat ini rentan konflik kepentingan. Menurut dia, Pansel Capim KPK terkesan mengistimewakan calon dari institusi tertentu untuk tetap lolos meski calon tersebut punya catatan.
Dugaan konflik kepentingan itu setidaknya bisa dilihat dari keberadaan Indiryanto Seno Adji dan Hendardi, dua anggota pansel yang bekerja sebagai penasihat Kapolri Tito Karnavian. Dalam surat keberatan terhadap salah satu artikel Tirto, Hendardi menegaskan dia memang "Penasihat Ahli Kapolri Bidang HAM" dan tidak pernah menyembunyikan itu.
"Firli ini, kan, termasuk nama dari institusi tertentu. Dan menjadi semakin aneh, dia sudah dinyatakan oleh KPK terlibat pelanggaran etik, tapi dia lolos terus," ucap Isnur.
Maka, wajar belaka jika kemudian ada dugaan Jokowi memang berusaha meloloskan calon yang bisa "mengawal" pendukungnya lolos dari jeratan KPK, menurut Isnur.
"Kalau Pak Jokowi tak menolak nama bermasalah ini, patut diduga penunjukan nama pansel itu bagian utuh meloloskan calon ini," katanya.
Pansel Berkali-kali Diingatkan
Dalam catatan Tirto, kinerja pansel Capim KPK yang diketuai Yenti Ganarsih sudah dua kali diingatkan Koalisi Kawal Capim KPK dan penggiat antikorupsi.
Dalam laporan yang diterbitkan Tirto menyoal loloskan capim bermasalah ke tahap seleksi administratif dan tes psikologi (40 besar) pada 8 Agustus 2019, Kurnia Ramadhana, anggota Koalisi, mengingatkan pansel soal perlunya memasukkan indikator LHKPN atau penelusuran rekam jejak sedari tahap seleksi.
"Menjadi penting bagi pansel memasukkan isu integritas dan rekam jejak sebagai faktor utama," ucap Kurnia, 6 Agustus lalu.
Peringatan serupa diucapkan Wawan Suyatmiko, peneliti dari Transparency International Indonesia, pada 23 Agustus lalu, dalam laporan Tirto yang terbit 24 Agustus 2019.
Ia mengkritisi proses dan indikator penyeleksian oleh pansel. Musababnya, calon yang diduga bermasalah diloloskan tanpa kendala, padahal pansel telah melibatkan konsultan. Koalisi masyarakat sipil acapkali memberi masukan mengenai profile assessment (20 besar).
Selain dari Koalisi, KPK sudah memberi masukan dengan menyertakan hasil uji latar belakang para capim dengan menstabilo sejumlah nama—menandakan nama-nama yang distabilo punya rekam jejak bermasalah.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan penelusuran rekam jejak itu jelas dapat dipertanggungjawabkan metode dan hasilnya.
Dalih Pansel dan Jawaban Jokowi
Namun, masukan-masukan ini seakan dianggap angin lalu.
Dalam wawancara dengan Tempo, Ketua Pansel Capim KPK Yenti Ganarsih berkata "[KPK] memang memberi catatan. Catatan itu kami perlakukan sebagai masukan."
Adapun anggota Pansel KPK Marcus Priyo Gunarto mengklaim sudah mempertimbangkan semua masukan dan kritik dari semua pihak, dan pansel telah mengonfimasi kepada Firli. Khusus masukan dari KPK, katanya, tidak semua terbukti benar.
Salah satunya dugaan pelanggaran etik oleh Firli. Pansel telah menerima jawaban dari Firli dalam tes wawancara mengenai duduk perkara kasusnya. Pansel meloloskan Filri lantaran penjelasannya memuaskan.
"Termasuk mempertimbangkan posisi TGB yang sampai saat ini tidak menghadapi kasus apa pun," kata Marcus kepada reporter Tirto, Selasa (3/9/2019).
Lantas bagaimana sikap Jokowi?
Presiden dari sipil ini agaknya menerima saja hasil pansel, betapapun Koalisi masyarakat sipil dan pegawai KPK mengingatkan calon-calon yang dianggap bermasalah dalam daftar 10 nama Capim KPK.
Meski sempat diklaim Agus Rahardjo bahwa "Presiden telah menjawab dengan terang dan bahkan berharap agar masyarakat dan para tokoh tetap memberi masukan untuk mengoreksi apa yang dikerjakan oleh Panitia Seleksi," toh Jokowi berencana menyetor ke-10 nama, termasuk Firli, ke DPR.
"Intinya, saya setuju dengan 10 nama yang disetorkan Pansel," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Selasa siang kemarin.
Penulis: Rio Apinino
Editor: Mufti Sholih