Menuju konten utama

Masih Loloskan Capim KPK Bermasalah, Pansel Bebal?

Sejumlah nama yang dianggap bermasalah masih diloloskan pansel, padahal sejak lama, pansel diminta mengecek rekam jejaknya.

Masih Loloskan Capim KPK Bermasalah, Pansel Bebal?
Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK periode 2019-2023 Yenti Ganarsih bersama Wakil Ketua Indriyanto Seno Adji dan anggota Hamdi Moeloek, Hendardi, Mualimin Abdi, Harkristuti Harkrisnowo dan Diani Sadia Wati memberikan keterangan pers terkait hasil uji kompetensi calon pimpinan KPK di Jakarta, Senin (22/7/2019). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.

tirto.id - Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih meloloskan nama capim yang dianggap punya rekam jejak buruk. Mereka lolos dari tahap seleksi administratif hingga tes psikologi.

Hingga Senin (5/8/2019), ada 40 nama yang lolos. Menurut Ketua Pansel Capim KPK Yenti Ganarsih, jumlah calon yang lolos terdiri dari 36 laki-laki, dan empat perempuan.

Di antara 40 nama tersebut, beberapa punya irisan kasus dengan KPK dan kasus korupsi. Sebut saja Irjen Antam Novambar yang diduga mengancam bekas Direktur Penindakan KPK Kombes Endang Tarsa, Irjen Firli Bahuri yang diduga bertemu terperiksa saat masih menjabat Deputi Penindakan KPK, dan M. Jasman Panjaitan, bekas jaksa yang diduga menerima duit dari terdakwa pembalakan hutan D.L. Sitorus.

Lolosnya capim yang diduga bermasalah ini disesalkan peneliti hukum dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana. Menurutnya, pansel seharusnya bisa mengklarifikasi masalah tersebut.

“Terdapat nama-nama yang memiliki catatan di masa lalu yang harus diklarifikasi lagi oleh Pansel” kata Kurnia saat ditemui di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Selasa (6/8/2019) kemarin.

Klarifikasi ini dilakukan dengan memeriksa integritas capim dan rekam jejaknya. Salah satu indikator integritas adalah kepatuhan calon dalam melaporkan harta kekayaan atau LHKPN.

“Menjadi penting bagi pansel memasukkan isu integritas dan rekam jejak sebagai faktor utama,” ucap Kurnia.

Dalih Pansel

Alih-alih menjadikan LHKPN sebagai kewajiban saat calon mendaftar, Pansel Capim KPK malah menjadikan kewajiban membuat LHKPN dilaksanakan jika sudah resmi terpilih sebagai pimpinan. Ini seperti dikatakan Hendardi, salah satu anggota Pansel Capim KPK yang juga staf khusus Kapolri bidang HAM.

“Kan, syaratnya kami katakan, membuat surat pernyataan apabila terpilih. Jadi, buat apa sekarang kami capek-capek? Banyak urusan kami, kan, harus lihat yang lainnya, kami enggak mau didikte sama yang begitu,” kata Hendardi, Senin (5/8/2019) lalu.

Sementara itu, Ketua Pansel Capim KPK Yenti Ganarsih berdalih pansel bakal langsung memeriksa rekam jejak para calon selepas mereka lolos seleksi tahap psikologi. Penelusuran itu tak dilakukan sendiri melainkan lewat KPK, Kejaksaan, Polri, BIN, BNN, BNPT, PPATK, dan Ditjen Pajak.

Masing-masing lembaga bakal menelusuri sesuai kompetensi kelembagaan mereka. "Kalau KPK [misalnya] hanya memberikan catatan-catatan kriminalnya berkaitan dengan korupsi," kata Yenti.

Namun, hasil penelusuran itu tak bakal dirilis ke publik. Selain sifatnya rahasia, Yenti yang juga sering membantu polisi dalam pengungkapan kasus pencucian uang ini berkata, pansel khawatir dilaporkan terkait pencemaran nama baik, kalau mempublikasikan hasil penelusuran tersebut.

“Nanti kami bisa kena pencemaran nama baik,” kata Yenti.

Lebih Baik Bubar

Apa yang disampaikan Hendardi dan Yenti dianggap Kurnia Ramadhana sebagai gambaran dari sikap abai integritas. Lebih jauh, Kurnia memandang, sikap pansel adalah representasi dari sikap Presiden Jokowi,-- karena pansel dibentuk lewat keppres yang diterbitkan Jokowi--.

“Jika publik banyak yang tidak puas dengan hasil kerja Pansel tentu Presiden harus mengevaluasi setiap langkah yang telah dilakukan pansel,” ungkap Kurnia.

Sama seperti Kurnia, Alghiffari Aqsa, anggota tim hukum Novel Baswedan, juga punya pandangan sinis terhadap kinerja pansel yang dianggap abai integritas ini. Bagi Alghiffari, pansel capim KPK saat ini adalah yang terburuk sepanjang sejarah.

“Beberapa orang tidak independen, kemudian mereka tidak transparan. Mereka juga resisten terhadap masukan,” ucap Alghiffari kepada reporter Tirto, Rabu (7/8/2019).

Resistensi yang dimaksud Alghiffari terkait dengan masukan koalisi LSM soal pemeriksaan rekam jejak, mewajibkan LHKPN, serta masukan soal materi penuntasan kasus Novel--dalam potret besar perlindungan staf dan penyidik KPK dari teror--.

Alghiffari pun mengaku sudah tak punya banyak harapan terhadap pansel kali ini. Harapan dia yang tersisa hanya satu, tapi hampir mustahil menjadi kenyataan, yakni bubarkan pansel.

"Sudah sepatutnya dibubarkan dan disusun ulang," kata Alghiffari.

====

Beberapa hari setelah naskah ini tayang, Hendardi melayangkan surat keberatan, tepatnya untuk penggunaan kata "bebal" di judul yang dianggap "sangat insinuatif (menuduh sembunyi-sembunyi) dan lebih bermaksud menggiring pembaca untuk men-judgement pansel dalam konotasi yang negatif."

Selain itu, Hendardi menilai kata tersebut tidak tepat dipakai karena anggota Pansel KPK 2019 dipilih Presiden RI karena integritas masing-masing. "Dan semuanya bukan orang baru perannya dalam dinamika sosial politik di Indonesia."

Hendardi mengaku sangat terbuka memberi informasi kepada media, dalam batas-batas yang dapat dia sampaikan.

Selain pemilihan judul--yang juga kami pilih tanpa didikte siapa pun--Hendardi juga mempersoalkan atribusinya yang kami tulis "Staf Khusus Kapolri bidang HAM". Menurutnya ini tendensius karena "ditulis dengan huruf tebal."

"Tanpa ditulis dengan huruf tebal pun saya tidak pernah menyembunyikan posisi saya tersebut (yang benar: Penasehat Ahli Kapolri Bidang HAM)," katanya.

Itu sebetulnya bukan huruf tebal (ctrl+b). Warna atribusi itu berbeda dari yang lain karena dilengkapi dengan hyperlink yang jika ditekan akan mengarahkan pembaca ke artikel lain.

Ini adalah praktik umum di banyak media. Biasanya dipakai untuk memperkaya informasi untuk pembaca.

Baca juga artikel terkait CAPIM KPK atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus & Felix Nathaniel
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Mufti Sholih