tirto.id - Irjen Firli Bahuri menjadi salah satu dari 192 calon yang lolos seleksi administratif calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kapolda Sumatera Selatan ini bakal melaju ke tahap selanjutnya, yakni uji kompetensi bersama ratusan calon lain.
Firli bukan orang baru bagi KPK, ia pernah menjabat Deputi Penindakan di lembaga antirasuah itu. Kala menjabat, Firli sempat jadi bahan berita lantaran kedapatan berfoto bersama Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi, yang tengah menjadi salah satu terperiksa dalam perkara yang diselidiki KPK.
Munculnya foto itu pun membuat koalisi masyarakat sipil mendesak Firli diberi sanksi, lantaran pertemuan itu berpotensi melanggar kode etik. Hampir beberapa bulan berselang, dugaan pelanggaran ini menguap. Firli lantas ditarik Mabes Polri dan dilantik menjadi Kapolda Sumsel.
Kasus tersebut sebenarnya hampir rampung andai Firli tak ditarik Polri. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengakui Kedeputian Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat sudah mengusut dugaan pelanggaran itu dan memberikan rekomendasi kepada pimpinan KPK untuk menyanksi Firli.
"Dengan sendirinya selesai karena bukan pegawai [lagi]," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (21/6/2019).
Sementara itu, Mabes Polri memberi keterangan penarikan Firli dilakukan lantaran dia dianggap punya pengalaman sukses selama menjadi Kapolda Nusa Tenggara Barat.
"Ditarik kembali ke Polri karena dia dibutuhkan dari sisi organisasi," kata Karopenmas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, Jumat (21/6/2019).
Kurang dari sebulan setelah Saut dan Dedi memberi keterangan, Firli kemudian dinyatakan lolos seleksi calon pimpinan KPK yang digawangi Pansel KPK. Lolosnya Firli pun jadi sorotan terhadap kinerja Pansel Capim KPK, lantaran Firli sebelumnya terkualifikasi melanggar etik.
Salah satu yang menyoroti masalah ini adalah peneliti dari Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana. Ia menyebut, Pansel Capim KPK harus benar-benar memeriksa kelayakan para calon ini.
"Jangan sampai jika ada figur yang pernah diduga melanggar etik justru terlewat dan malah diloloskan oleh Pansel," kata Kurnia, Jumat (12/7/2019).
Pernyataan Kurnia tak hanya soal Firli, tapi juga soal Irjen Antam Novambar dan Irjen Dharma Pongrekum, yang diduga terlibat dalam pelemahan KPK beberapa tahun silam.
Pembelaaan Pansel
Sorotan ini tampaknya tak terlalu didengar Pansel Capim KPK. Hendardi, salah satu anggota Pansel KPK menganggap tak ada masalah dari lolosnya Firli, Antam, ataupun Dharma. Dalam seleksi administratif, kata Hendardi, yang paling penting adalah persyaratan administrasinya terpenuhi.
"Jadi yang pertama kami lihat di situ kelengkapan berkas dan riwayat pekerjaan," kata Hendardi kepada reporter Tirto, Senin (15/7/2019).
Lelaki yang juga menjadi penasihat Kapolri urusan Hak Asasi Manusia ini mengakui, Pansel Capim KPK bakal menelusuri ulang rekam jejak setiap calon yang mendaftar.
Terkait rekam jejak ini, ada syarat berpengalaman minimal 15 tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau perbankan serta ada persyaratan lain yang memiliki banyak tafsiran subjektif: tidak pernah berbuat tercela, cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi dan memiliki reputasi yang baik.
Soal masalah etik yang dituduhkan kepada Firli, Hendardi mengakui bekas Wakapolda Jawa Tengah itu memang punya dugaan masalah etik tapi kasusnya tak pernah diputus KPK.
"Dengan sendirinya perkara itu hilang," kata Hendardi.
Hendardi pun merasa wajar belaka jika ada pihak yang merasa masalah integritas itu seharusnya jadi ganjalan untuk meloloskan Firli. Namun, itu bukan pada tahapan administrasi.
Dihubungi terpisah, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo mengaku belum akan terlibat dalam penelusuran rekam jejak calon pimpinan, meski sebelumnya mengaku akan aktif berpartisipasi.
Menurut Yudi, saat ini penelusuran itu belum waktunya dilakukan lantaran tahapan seleksi masih panjang, dan masih terlalu banyak calon yang berkontestasi.
"Kemarin, kan, administrasi saja. Nanti kami lihat kapan waktunya," ucap Yudi kepada reporter Tirto. "Kalau tinggal sedikit, kan, lebih mudah."
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Mufti Sholih