Menuju konten utama

Pembangunan Eiger Camp di KBB Disegel, Diduga Langgar Tata Ruang

Pihak Satpol PP menyegel proyek pembangunan wisata Eiger Camp di Bandung Barat atas perintah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Pembangunan Eiger Camp di KBB Disegel, Diduga Langgar Tata Ruang
Potret proyek pembangunan wisata Eiger Camp yang diabadikan oleh akun @denisugandi. instagram/desinugandi

tirto.id - Sebuah foto udara yang diunggah oleh akun Instagram @denisugandi menarik perhatian warganet. Foto tersebut memperlihatkan area hijau yang telah dibuka untuk pembangunan, dengan jalanan berkelok menuju sebuah struktur berbentuk lingkaran yang masih dalam tahap konstruksi. Lereng bukit tampak terkikis, beberapa area ditutupi material hijau.

Dalam keterangan foto, Deni menyebutkan bahwa proyek ini terletak di lereng barat daya Gunung Tangkuban Parahu, kawasan Sukawana, Kabupaten Bandung Barat.

"Pembangunan sarana wisata, mendesak hingga lereng barat daya Gunung Tangkuban Parahu (23/03/2025)," Tulis Deni.

Unggahan ini memicu reaksi publik, banyak yang menyayangkan pembangunan di kawasan yang dianggap rentan terhadap kerusakan lingkungan. Sejumlah warganet mempertanyakan izin dan dampak ekologi dari proyek ini.

Unggahan tersebut direspons aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jawa Barat. Bangunan berkaitan dengan pembangunan wisata Eiger Camp. Satpol PP Jawa Barat pun melakukan penyegelan terhadap proyek pembangunan wisata Eiger Camp yang terletak di Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat (KBB) itu. Penyegelan ini dilakukan setelah proyek tersebut viral di media sosial karena pembukaan lahan di lereng Gunung Tangkuban Parahu yang diduga melanggar aturan tata ruang dan berpotensi menyebabkan bencana.

Petugas memasang garis Satpol PP line sebagai tanda penghentian sementara kegiatan pembangunan pada Jumat, (28/3/2025). Langkah ini diambil berdasarkan instruksi langsung dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

"Instruksi dari KDM jelas, hentikan kegiatan karena ini gak sesuai dengan tata ruang yang ada. Apalagi ini bisa menimbulkan efek negatif, yakni bencana banjir dan longsor," kata Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Satpol PP Jawa Barat, Supriyono, dalam keterangannya yang dikutip Jumat (28/3/2025).

Dari hasil tinjauan di lapangan, Satpol PP menemukan aktivitas pembukaan lahan dalam skala besar, termasuk penebangan pohon dan pembukaan lahan perkebunan teh Sukawana untuk akses jalan serta konstruksi bangunan. Di lokasi ini juga telah berdiri tiang pancang, fondasi beton, serta adanya pemapasan lereng.

Satpol PP menduga, proyek ini ilegal karena berada di kawasan resapan air yang berfungsi sebagai penyerap dan penyimpan air hujan. Apabila tidak dihentikan, maka dikhawatirkan akan memicu bencana bagi permukiman di Cekungan Bandung.

"Dari hasil pantauan di lokasi, pembangunan Eiger Camp sudah terpasang pancang dan fondasi, tapi pembangunan atap di atas tiang pancang belum. Kami juga mendapati 4 unit alat berat yang sebelum kami datang sedang beroperasi. Pekerja juga melakukan pemapasan area lereng dan pembuatan fondasi beton," jelas Supriyono.

"Kami sinyalir kegiatan ini ilegal karena dilakukan tanpa mengikuti aturan, terutama karena berada di area resapan air, kawasan hutan, dan lahan perkebunan teh. Ini sangat membahayakan masyarakat di bawahnya karena berpotensi memicu longsor dan banjir," tambahnya.

Selain pelanggaran tata ruang dan dampak lingkungan yang ditimbulkan, Satpol PP juga menemukan kejanggalan dalam dokumen izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang terpasang di lokasi proyek.

Salah satu yang mencurigakan adalah tertutupnya barcode pada dokumen tersebut, yang seharusnya dapat digunakan untuk mengecek keabsahan izin.

Sayangnya, ketika petugas mencoba mengklarifikasi langsung ke pihak pengelola, mereka tidak menemukan penanggung jawab proyek di lokasi.

"Sangat disayangkan, yang ada hanya pekerja. Untuk pihak yang bertanggung jawab tidak berada di lokasi. Tapi kami tidak berhenti di situ, kami melihat dokumen yang tertera di lokasi proyek yang memang sengaja dipasang oleh pihak pengembang," ujar Supriyono.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Wahyudin, menyoroti persoalan izin yang dikeluarkan pemerintah terkait proyek ini. Ia menilai kebijakan pemerintah dalam mengeluarkan izin sering kali mengabaikan aspek lingkungan.

"Artinya, Perda KBU serta Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) itu menjadi salah satu prasarat wajib untuk mengeluarkan izin. Ketika izin dikeluarkan untuk kegiatan wisata di kawasan seperti Tangkuban Parahu dan Sukawana, bagi saya itu menunjukkan bahwa pemerintah melegalisasi proyek ini tanpa sadar melalui bentuk politik perizinan," kata Wahyudin pada kegiatan diskusi bertajuk "Kendali Sosial Melalui Visual (Fotografi) di KBU (Kawasan Bandung Utara) di Red Raws Center, Pasar Antik Cikapundung, Kota Bandung, Jumat (28/3/2025).

Menurut Wahyudin, dalam konteks izin, perusahaan tidak bisa sepenuhnya disalahkan karena mereka mengikuti prosedur yang ada, termasuk membuat dokumen seperti Kajian Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALIN) dan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).

Wahyudin juga menekankan bahwa pembangunan wisata di kawasan perkebunan teh seharusnya tidak mengubah fungsi lahan, melainkan tetap mempertahankan vegetasi yang ada.

"Ada satu klausul dari Kementerian KLHK yang membolehkan pengembangan wisata di perkebunan, tetapi dengan syarat komoditas utamanya tetap tanaman, bukan mengalihfungsikan kawasan. Nah, konsep ini yang sering salah diimplementasikan. Ekowisata bukan betonisasi," tegasnya.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa kawasan yang memiliki fungsi sebagai resapan air harus dibangun dengan prinsip keberlanjutan. Tidak semua lahan dapat dialihfungsikan secara sembarangan.

"Banyak cara menarik wisatawan tanpa merusak lingkungan. Dalam peraturan perizinan pun, sudah diatur persentase maksimal pembangunan infrastruktur di kawasan seperti ini," katanya.

Selain itu, ia menyoroti bahwa banyak izin pembangunan yang bertentangan dengan RTRW.

"Ketidakpatuhan pemerintah dalam menegakkan RTRW sangat jelas. Banyak izin dikeluarkan di kawasan hutan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya. Padahal, RTRW seharusnya jadi acuan utama dalam tata ruang," ujar Wahyudin.

Sementara itu, Penyusun Dokumen Amdal Eiger Camp dari PT Mitra Reka Buana, Jemy Septendi, mengatakan, pembangunan Eiger Camp sudah melalui prosedur pembangunan yang tepat. Ia mengatakan pembangunan sudah sesuai dengan SOP yang ditentukan pemerintah, dalam hal Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB).

"Bahkan Koefisien Dasar Bangunan juga hanya 2% dari seluruh total izin lahan yang dititipkan ke Eiger," ungkap Jemy kepada Tirto, Jumat (28/3/2025).

Selain itu, Jemy menerangkan, dokumen perizinan Eiger pun sudah komplit mulai dari izin bangunan dari Pemkab KBB, AMDAL dari Dinas Lingkungan Hidup KBB, dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu KBB,, dari Dinas Pekerjaan dan Tata Ruang KBB, dll.

"Semua perizinan dari pemerintah setempat sudah komplit dan tidak melanggar aturan sedikit pun," tegas Jemy.

Baca juga artikel terkait TEMPAT WISATA atau tulisan lainnya dari Dini Putri Rahmayanti

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Dini Putri Rahmayanti
Penulis: Dini Putri Rahmayanti
Editor: Andrian Pratama Taher