Menuju konten utama

Produktifkah Memboikot Pendukung Paslon 02 pada Pemilu Lalu?

Langkah yang lebih produktif adalah bagaimana mengajak barisan pendukung 02 untuk ikut berpikir kritis terhadap pemerintahan saat ini.

Produktifkah Memboikot Pendukung Paslon 02 pada Pemilu Lalu?
Spanduk Prabowo Gibran di Desa Kirig, Mejobo, Kudus, Jawa Tengah, Minggu (31/12/2023).ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/rwa.

tirto.id - Kemarahan dan kekecewaan masyarakat terhadap beberapa kebijakan Presiden Prabowo Subianto dan wakilnya, Gibran Rakabuming Raka, kini termanifestasi pada seruan boikot suporter pasangan nomor 02 tersebut di media sosial.

Memang, selama ini terdapat beberapa kebijakan Prabowo-Gibran yang memantik protes masyarakat, di antaranya efisiensi anggaran yang dianggap tidak tepat sasaran, pembatasan elpiji subsidi yang merugikan, hingga yang belum lama ini terjadi, pengesahan revisi Undang-Undang TNI yang kontroversial.

Kemarahan dan kekecewaan itu pada akhirnya terakumulasi dan meluap dalam bentuk boikot terhadap barisan pendukung 02. Bukan "ujug-ujug", masyarakat sebelumnya juga sempat menggelar beberapa demo, salah satunya bertajuk “Indonesia Gelap”.

Massa Aksi Indonesia Gelap

Massa Aksi Indonesia Gelap mulai memenuhi kawasan Patung Kuda Jaya Wiwaha, Jakarta Pusat, Jumat (21/2/2025) siang. Tirto.id/Muhammad Naufal

Namun, ketika demonstrasi tak disambut hangat oleh pemerintah dan ruang kritik justru semakin dipersempit, publik menyalahkan para suporter 02. Muncul pula daftar boikot, yang memuat deretan nama artis dan influencer, yang diduga mendukung Prabowo-Gibran pada Pemilihan Presiden 2024 lalu.

Penyusunan daftar ini awalnya dipicu oleh penolakan terhadap RUU TNI yang sempat ramai diperbincangkan. Dari situ, warganet menilai bahwa beberapa publik figur mendukung keputusan pemerintah terkait RUU tersebut, sehingga memicu seruan boikot terhadap mereka.

Tak cuman artis dan influencer, beberapa brand pun jadi sasaran boikot, salah satunya yakni jenama kosmetik dan perawatan kulit ternama Tanah Air, Mustika Ratu. Boikot terhadap Mustika Ratu itu didasari oleh merapatnya pendiri dan perintis PT Mustika Ratu Tbk., Putri Kuswisnu Wardani, ke Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo - Gibran.

Seperti diberitakan Tempo, Putri didapuk sebagai anggota Dewan Penasihat tim pemenangan capres-cawapres dari Koalisi Indonesia Maju tersebut. Putri cuman salah satu dari sekian banyak pengusaha di tim sukses Prabowo-Gibran. Selain sebagai pebisnis, Putri juga merupakan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Joko Widodo alias Jokowi periode 2019-2024.

Narasi boikot terhadap suporter 02 ini lalu memunculkan pertanyaan, apakah langkah ini tidak kontra produktif? Mengingat upaya semacam ini agaknya menciptakan konflik horizontal, dengan kata lain, konflik antarwarga. Padahal, publik semestinya bersatu melawan entitas yang sama, yakni penguasa.

Tidak Tepat Sasaran dan Ciptakan Kemarahan Sporadis

Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Adinda Tenriangke Muchtar, menilai boikot terhadap artis dan influencer sebagai bagian dari dinamika demokrasi dan politik.

“Ada kemarahan, ada kekecewaan, mungkin apatisme juga ke pemerintahan saat ini. Tapi yang paling penting, pertama ini harus dilihat sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang harusnya dilindungi oleh konstitusi dan ada undang-undangnya termasuk kebebasan berpendapat di muka umum. Dan pilihan 02, 01 dan sebagainya itu kan sebenarnya adalah bagian dari proses politik dan hak konstitusi tiap individu juga ya, termasuk pemilih,” tutur Adinda saat dihubungi Tirto, Senin (14/4/2025).

Adinda bilang, kalau pun akhirnya kebijakan pemerintah saat ini dinilai tidak pro rakyat, pilihan presiden sejatinya merupakan pilihan bebas, sehingga tidak bisa dihukum. Setiap orang, menurut Adinda, punya masing-masing alasan saat itu untuk memilih paslon 02.

“Karena itu bagian dari pilihan individu dia juga. Tapi menurut saya ketika kita jadi marah kepada pemilih 02 kok seperti tidak pada tempatnya menurut saya,” sambung Adinda.

Adinda berpendapat bahwa memboikot suporter paslon 02 saat Pilpres 2024 tidak ada dampaknya, sebab pemilih itu bukan bohir (pemberi modal politik). Langkah yang lebih produktif adalah bagaimana mengajak barisan pendukung 02 untuk ikut berpikir kritis terhadap pemerintahan saat ini.

Kampanye Prabowo Gibran di Bandung

Relawan capres nomor urut 2 mengingkuti kampanye di Stadion Gelora Bandung Lautan Api di Gedebage, Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/2/2024). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/Spt.

“Atau lewat kompetisi ide, argumen ketika ada kebijakan pemerintah yang tidak tepat, yang tidak konsisten, bagian dari evaluasi warga negara terhadap pemerintah dan partisipasi publik lebih baik seperti itu. Saya tidak tahu juga bagaimana misalnya dengan boikot ini bisa membuat pemerintah menjadi lebih baik. Jadi menurut saya malah tidak tepat sasaran,” kata Adinda.

Boikot pendukung 02 justru menyerang pihak-pihak yang sebenarnya tidak punya signifikansi langsung untuk mengubah perangai atau kinerja pemerintah kita saat ini. Dengan demikian, hal ini seperti kemarahan semata yang ditembakkan ke target yang tidak tepat.

Publik mungkin memang lelah melihat kasus-kasus korupsi yang sedemikian merajalela, di samping juga tidak kunjung disahkannya RUU Perampasan Aset, yang menawarkan cara untuk mengembalikan kerugian negara.

“Tapi menurut saya ya itu konsekuensi juga. Apalagi ketika yang mendukung itu adalah influencer atau pihak-pihak yang punya resources, punya sumber daya. Termasuk kalau tadi dibilang contohnya Mustika Ratu,” tutur Adinda.

Senada, Musfi Romdoni selaku analis sosio-politik Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) juga beranggapan kalau boikot pendukung 02 yang ditujukan kepada influencer barangkali lebih masuk akal.

Meski begitu, Musfi menggarisbawahi soal sejauh mana fenomena ini organik. Sebab jika fenomena ini organik, Musfi merasa ada banyak keganjilan yang terjadi.

“Misalnya, pertama, kenapa tiba-tiba muncul nama Mustika Ratu? Kenapa sespesifik itu? Padahal saya kira pemilik Mustika Ratu ini tidak vokal juga di media atau di ruang-ruang terbuka. Kecuali misalnya perusahaan Erick Thohir, atau perusahaan Sandi, misalnya Adaro, itu mungkin masuk akal, karena memang vokal pemiliknya. Atau perusahaannya Arsyad, atau Roslan,” kata Musfi.

Konferensi pers persiapan mudik Lebaran 2025

Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan keterangan pers usai melakukan pertemuan dengan jajaran direksi BUMN di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (22/1/2025). Pertemuan tersebut membahas persiapan mudik Lebaran 2025. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/Spt.

Akan tetapi, Mustika Ratu dikatakan Musfi tidak pernah mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang kontroversial di media. Dengan begitu, Musfi mengaku dirinya lebih melihat ada semacam orkestra untuk melakukan boikot ini.

“Memang ada tujuan untuk menciptakan konflik horizontal dan vertikal, saya kira. Konflik horizontalnya tentunya untuk memecah masyarakat. Jadi, seolah-olah ada ini semacam versi lunak dari perang saudara lah. Antara pendukung 02 dan non-02. Jadi, seolah-olah ada usaha untuk membuat berantem ini masyarakat ini. Jadi, semua masyarakat negara ini sedang di-blaming ke mereka yang mencoblos 02,” tutur Musfi.

Kemudian secara vertikal, menurut Musfi, bisa jadi jenama Mustika Ratu mengemuka untuk menciptakan ketidaknyamanan antara pihak-pihak yang berada di kekuasaan.

“Dan kita tahu salah satunya memang Mustika Ratu kan. Karena sebelumnya di pemerintahan Pak Jokowi, kalau saya nggak salah ingat, mungkin nanti dikoreksi, beliau kan masuk di Dewan Pertimbangan Presiden. Nah, ini kan sebenarnya trik untuk menciptakan ketidaknyamanan yang tadi secara vertikal. Jadi, ketika terjadi ketidaknyamanan, tentunya akan jadi friksi di atas,” sambung Musfi.

Pergeseran atau perpecahan di level kekuasaan inilah yang kemudian disambungkan dengan friksi yang di bawah. Jadi, tujuan jangka panjangnya yaitu untuk menciptakan huru-hara.

Kata Musfi, isu yang bertahan lebih dari 2 minggu, dalam konteks ini boikot pendukung 02, biasanya merupakan isu non-organik. Dalam artian, walaupun dia organik, pasti ada pihak yang berkepentingan untuk memanjangkan isu tersebut.

“Ini kan artinya mungkin semacam ada orkestrasi yang tadi begitu. Jadi, kalau misalkan dikatakan tepat sasaran atau tidak tepat sasaran, ini kan aneh itu. Ini kan proses politik, proses demokrasi. Kemudian terpilih Prabowo dan Gibran sebagai presiden dan wakil presiden. Jadi, berhasil atau tidaknya pemerintahan itu yang perlu disalahkan, pemerintahan dan jajaran pembantunya. Kenapa yang disasari itu masyarakat?” kata Musfi.

Boikot pendukung 02 ini dikatakan Musfi menciptakan konflik antar masyarakat. Hal itu lantaran upaya ini tak memberikan keuntungan dan seolah menghilangkan solidaritas sosial.

“Ini kan berarti ingin menciptakan kemarahan-kemarahan yang sifatnya sporadis. Ketika kemarahan yang sifatnya sporadis ini terkoneksi satu sama lain, ini menjadi kemarahan-kemarahan yang bersifat kolektif. Dan saya kira memang operasi-operasi ini umum, khususnya ketika demokrasi ini bertemu dengan era digital,” tutur Musfi.

Musfi bilang fenomena seperti ini tak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di berbagai belahan negara. Ini konsekuensi dari teknologi informasi, khususnya media sosial.

Pemerintah Harus Menangkap Kemarahan Publik

Terlepas dari apakah isu boikot pendukung 02 ini organik atau tidak, pemerintah harus menangkap kemarahan masyarakat. Musfi mengungkap, amarah ini sifatnya bukan tiba-tiba lantaran memang banyak kegiatan-kegiatan aneh atau pernyataan-pernyataan “aneh” yang dilontarkan pemerintah.

Pernyataan yang dimaksud salah satunya yakni ketika istana memberi respons nirempati terhadap teror kepala babi yang diterima kantor berita Tempo. Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, saat itu justru berkelakar agar jurnalisnya memasak kiriman kepala babi.

Menurut Musfi, langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah saat ini yakni memperbaiki komunikasi publiknya. Bahkan belum lama ini mencuat isu menteri sulit berkomunikasi dengan presiden secara langsung.

“Gimana ceritanya membantu presiden yang mengimplementasi kebijakan dan visi presiden tapi gak bisa bertemu langsung sama presiden ini kan apaan gitu maksudnya. Jadi yang pertama harus dilakukan itu, ini khususnya dengan PCO ya, kantor komunikasi kepresidenan. Pertama membuat SOP ataupun guideline untuk merespon dan mengomentari isu, baik untuk presiden maupun di kementerian-kementerian,” tutur Musfi.

Sebab, jika komunikasi pemerintah kepada masyarakat tidak bagus, maka sebagus apapun nanti kebijakannya itu tidak akan bisa diterima oleh masyarakat.

Presiden lantik Gubernur-Wakil Gubernur Papua Pegunungan dan Bangka Belitung

Presiden Prabowo Subianto melantik Gubernur—Wakil Gubernur Papua Pegunungan dan Kepulauan Bangka Belitung di Istana Negara, Jakarta, Kamis (17/5/2025). Presiden melantik Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Pegunungan John Tabo dan Ones Pahabol serta Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Hidayat Arsani dan Hellyana untuk masa jabatan 2025-2030 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 39P Tahun 2025. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.

“Dan ini kan sebenarnya yang terjadi dan saya kira itu berkorelasi erat dengan latar belakangnya presiden sebagai jenderal di militer. Jadi memang di militer ini jarang sekali ada petinggi militer, jenderal militer, yang mempunyai kemampuan retorika yang bagus,” ungkap Musfi.

Bagaimanapun juga, kemarahan masyarakat yang organik tentunya harus diciptakan kontra narasi yang organik pula. Jadi, kata Musfi, kontra narasi terbaik dari pemerintah itu memperbaiki komunikasi, alih-alih menggunakan buzzer.

Sementara masyarakat sendiri perlu mengingat bahwa pemilu sudah selesai, sehingga yang perlu dipuji maupun disalahkan itu pemerintah. Publik sebaiknya berkonsentrasi untuk membangun kekompakan dalam mengkritik, yakni fokus mengkritik kebijakan pemerintah.

“Dan ini kan sebenarnya kalau kita bicara demokrasi ya, yang tugas untuk menuntun ini kan para akademisi sebenarnya. Karena masyarakat umum ini kan juga gak mungkin mereka melakukan analisa kritis,” kata Musfi.

Dengan begitu, para guru besar atau dosen bisa melakukan konferensi pers rutin untuk membangun kesadaran kolektif, bukan justru merapat ke kekuasaan.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - News
Reporter: Fina Nailur Rohmah
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty