tirto.id - Komnas HAM mengungkap hasil pemantauan penyelenggaraan pemilu, terkhusus pemenuhan hak atas petugas pemilu. Komnas HAM juga melaporkan selama proses pelaksanaan Pemilu 2024, masih terdapat kasus kematian penyelenggara.
Komisioner Komnas HAM, Saurlin Siagian, menyatakan, dari pengawasan yang dilakukan selama Pemilu 2024, disimpulkan bahwa kematian petugas pemilu karena beban kerja yang sangat tinggi dan waktu kerja panjang.
“Dimulai sejak tahapan persiapan hingga tahapan pelaksanaan rekapitulasi perolehan suara tidak sebanding dengan jumlah petugas pemilu,” kata dia dalam konferensi pres di kantornya, Rabu (15/1/2025).
Saurlin mengemukakan, sistem pemilu serentak yang terdiri dari lima jenis pemilihan memberikan kesempatan kepada banyak kontestan untuk beraktivitas pada ruang dan waktu yang sama. Akhirnya, petugas pemilu dituntut kesiapan dan kesigapan tinggi, baik secara fisik maupun mental.
“Penggunaan sistem proporsional terbuka memberikan peluang kepada setiap kandidat untuk mendapatkan suara dari para pemilih, terkait hal ini diperlukan ketelitian dan konsentrasi tinggi dalam memproses dan pencatatan untuk menjamin akurasi perolehan suara,” kata Saurli.
Lebih lanjut, Saurlin menyampaikan, pengaturan dan perencanaan penyelenggara pemilu hanya terfokus pada kebutuhan perlengkapan pemungutan dan penghitungan suara saja. Sementara, kebutuhan dasar petugas pemilu seperti jaminan kesehatan fisik dan mental serta keselamatan kerja belum menjadi prioritas pemerintah dan penyelenggara pemilu.
“Kesimpulannya adalah tidak ada pilihan ke depan harus pakai teknologi supaya memastikan jam kerja ini lebih efektif dan efisien termasuk anggaran. Enggak ada pilihan, e-voting harus jadi pertimbangan ke depannya," ucap Saurlin.
Komisioner Komnas HAM lainnya, Anis Hidayah, mengatakan, pihaknya mendorong adanya desain ulang keserentakan pemilu dan pilkada untuk meminimalisir potensi pelanggaran HAM yang selama ini terus terjadi. Selain itu, perbaikan tata kelola pemilu harus diperbaiki dari mulai rekrutmen petugas pemilu dengan memberlakukan batas usia maksimum paling tua 55 tahun.
Anis mengemukakan, petugas dan pos kesehatan, rujukan rumah sakit, serta obat-obatan dasar bagi para petugas pemilu juga harus dibenahi. Bahkan, perlu adanya peningkatan jaminan perlindungan sosial bagi petugas pemilu, termasuk keselamatan kerja.
“Terakhir, harus memastikan pembatasan beban kerja bagi petugas pemilu. Jadi petugas pemilu tidak boleh lagi diberikan beban beban lain selain tugas tugas yang memang itu menjadi bagian dari tugas pemilu yang sudah cukup berat,” ujar dia.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Abdul Aziz