tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, terlibat dalam kasus dugaan korupsi dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) APBD Pemprov Jawa Timur 2019-2022.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan, Abdul Halim atau yang kerap disapa Gus Halim, terlibat dalam proses pemberian dana hibah saat menjabat Anggota DPRD Jawa Timur.
"Kalau tidak salah itu ketua fraksi di sana yang bersangkutan, sehingga juga itu berkaitan erat dengan hibah dari legislatif tersebut," kata Asep, dalam keterangannya, yang dikutip, Sabtu (12/4/2025).
Asep mengatakan atas keterlibatan tersebut, penyidik memeriksa Gus Halim, serta melakukan penggeledahan dan upaya paksa lainnya.
"Jadi, penyidik menemukan bahwa yang bersangkutan juga ikut pada saat ada dana hibah tersebut, sehingga diminta keterangan, kemudian juga digeledah daan lain-lain dilakukan upaya paksa," ucap Asep.
Lebih lanjut, Asep mengatakan, pihaknya masih terus mendalami soal keterlibatan Gus Halim dalam kasus ini. Katanya, KPK tidak segan menjadikan Gus Halim sebagai tersangka jika ditemukan cukup bukti.
"Nanti untuk kedepannya kita masih ditunggu saja, nanti seperti apa keterlibatan yang bersangkutan. Apabila memang cukup bukti untuk dinaikkan, kami juga tidak akan segan-segan untuk menaikkan yang bersangkutan," tutup Asep.
Diketahui, KPK telah memeriksa Gus Halim terkait dengan kasus ini padaa Kamis (22/8/2024) lalu. Menurut pemantauan Tirto, kakak dari Muhaimin Iskandar itu hadir di KPK pada pukul 09.51 dengan mengenakan bewarna batik biru bermotif cokelat tanpa pendamping.
Selain itu, KPK juga telah menggeledah rumah dinas milik Gus Halim, yang berada di Jakarta Selatan Selasa (10/9/2025). KPK juga menyita sejumlah uang dan beberapa barang bukti elektronik (BBE).
Dalam kasus ini, KPK juga telah menetapkan 21 tersangka dalam kasus korupsi yang diduga dilakukan dengan pembuatan pokmas fiktif ini. Salah satunya adalah Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Anwar Sadad.
Dengan rincian, 4 tersangka penerima, 3 orang merupakan penyelenggara negara sementara 1 lainnya merupakan staf dari penyelenggara negara. Sementara itu, untuk 17 tersangka pemberi, 15 di antaranya merupakan pihak swasta dan 2 lainnya penyelenggara negara.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama