Menuju konten utama

KPK Tidak Bisa Sanksi Pejabat yang Telat Lapor LHKPN

Sanksi bisa diberikan oleh para pimpinan atau satuan pengawas internal di instansi masing-masing.

KPK Tidak Bisa Sanksi Pejabat yang Telat Lapor LHKPN
Anggota Tim Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo berikan keterangan kepada wartawan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (1/11/2024). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa memberikan sanksi kepada penyelenggara negara atau wajib lapor yang terlambat menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Anggota Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut bahwa sanksi bisa diberikan oleh para pimpinan atau satuan pengawas internal di instansi masing-masing.

"Ya, LHKPN sebagai salah satu instrumen pencegahan korupsi. Untuk saat ini, sanksi bisa diberikan oleh para pimpinan ataupun satuan pengawas internal di masing-masing instansi," kata Budi dalam keterangannya, Jumat (11/4/2025).

Budi mengatakan bahwa para penyelenggara negara dinyatakan terlambat menyerahkan LHKPN periode 2024 jika melewati batas akhir, yaitu pukul 23.59 WIB tanggal 11 April 2025. Oleh karena itu, KPK mengimbau para wajib lapor untuk segera menyerahkan LHKPN-nya.

"Jika pelaporannya lewat dari tanggal 11 April, maka status pelaporannya adalah terlambat. Jadi, nanti keterlambatan akan dihitung ketika laporan melewati tanggal 11 April atau sampai dengan pukul 23.59 untuk hari ini," ujarnya.

Selain itu, KPK juga terus mendorong agar LHKPN bisa dijadikan sebagai instrumen penilaian kinerja penyelenggara negara di instansinya masing-masing.

"Misalnya, dalam promosi ataupun mutasi jabatan di kementerian, lembaga, dan pemerintahan daerah bisa memperhatikan track record dari kepatuhan LHKPN dari setiap pejabat atau penyelenggara negara dimaksud," tutur Budi.

Budi mengatakan bahwa untuk mencegah keterlambatan penyerahan LHKPN seperti tahun-tahun sebelumnya dan mempermudah mekanismenya, KPK menyediakan sistem penyerahan secara daring.

"Oleh karena itu, kami tentu berharap tidak ada lagi kendala bagi para wajib lapor untuk menyelesaikan laporan LHKPN-nya secara tepat waktu," katanya.

Budi juga mengatakan bahwa KPK memiliki dashboard untuk memantau pelaporan LHKPN yang bisa diakses oleh instansi terkait agar bisa mengetahui pejabatnya yang terlambat melapor LHKPN.

“Nanti, dari setiap instansi akan melakukan pengecekan. Akan melihat siapa-siapa saja yang tepat waktu ataupun yang telat dalam melaporkan LHKPN," ucapnya.

Lebih lanjut, Budi juga menjelaskan untuk legislatif, pendekatan sanksinya sedikit berbeda.

“Dalam konteks penyelenggara negara, yang terkait adalah kelembagaan DPR, bukan partai politik. Jadi, kalau anggota legislatif tidak patuh, maka rekomendasi ditujukan ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD),” ucap Budi.

Budi menjelaskan meski pada Perkom LHKPN 2024 disebutkan rekomendasi evaluasi keterlambatan penyerahan LHKPN bisa sampai hingga partai politik atau Mahmakah Partai, aturan tersebut belum sepenuhnya berlaku.

"Untuk yang Perkom LHKPN 2024 itu kan berlaku 6 bulan setelah itu diterbitkan. Sehingga, untuk saat ini, masih merujuk pada Perkom sebelumnya," pungkas Budi.

Diketahui, per Rabu (9/4/2025), masih terdapat 16.867 penyelenggara negara atau wajib lapor yang belum menyerahkan LHKPN. Salah satunya adalah satu orang pimpinan DPR RI.

Pada bidang eksekutif, terdapat 320.647 orang yang sudah lapor dari total 333.027 wajib lapor. Jadi, masih ada 12.423 yang belum melapor. Persentase pelaporannya adalah 96,28 persen.

Sementara, pada bidang Legislatif, tercatat 20.877 jumlah wajib lapor, di mana 17.439 diantaranya telah melapor atau masih ada 3.456 yang belum melapor sehingga persentase pelaporannya 83,53 persen.

Kemudian, pada bidang Yudikatif, terdapat 17.931 jumlah wajib lapor. Sebanyak 17.925 diantaranya telah melapor atau persentase pelaporan mencapai 99,97 persen sehingga hanya 7 wajib lapor yang belum menyampaikan LHKPN.

Selain itu, pada BUMN/BUMD tercatat 43.914 telah lapor dari total 44.888 wajib lapor. Dengan kata lain masih ada 981 wajib lapor yang belum melaporkan atau persentase pelaporannya mencapai 97,83 persen.

Baca juga artikel terkait LHKPN PEJABAT atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi