tirto.id - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Zaenul Rahman menilai masa depan KPK akan menjadi tidak menentu di tangan ketua baru, Irjen Pol Firli Bahuri. Ia mengkhawatirkan KPK malah menjadi mainan politik.
“Hal yang paling dikhawatirkan adalah KPK dijadikan sebagai alat politik. Ini berbahaya bagi upaya pemberantasan korupsi,” kata dia kepada reporter Tirto, Jumat (13/9/2019).
Zaenul menuturkan juga, terpilihnya Firli sebagai ketua KPK jelas mengecewakan. Sebab sebagaimana yang diketahui dia, Firli memiliki sejumlah persoalan etik saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.
Ia juga menyesali pihak-pihak yang tidak mau mendengarkan KPK soal pelanggaran etik yang dilakukan Firli.
"Firli malah menjadi ketua KPK. Artinya aspek integritas dan etik sama sekali tidak dijadikan pertimbangan pemilihan,” kata dia menambahkan.
Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat telah memilih 5 dari 10 nama calon pimpinan KPK. Lima nama ini terpilih melalui proses voting, dihadiri 56 anggota Komisi III.
Berdasarkan hasil rekapitulasi, lima nama terpilih dengan suara terbanyak menjadi pimpinan KPK.
Mereka adalah Firli Bahuri (56 suara), perwira aktif berpangkat Irjen yang menjabat Kapolda Sumatera Selatan; Alexander Marwata (53 suara), komisioner KPK sekarang; Nurul Ghufron (51 suara), akademisi; Nawawi Pomolango (50 suara), hakim; dan Lili Pintauli Siregar (44 suara), advokat.
Terkait ini, reporter Tirto sudah menghubungi Irjen Pol Firli melalui telepon. Namun, hingga berita ini dirilis, ia tak memberikan respons.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz