tirto.id - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburrokhman, mengumumkan bahwa pembahasan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), akan ditunda dan tidak ditindaklanjuti dalam Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024-2025.
Dia beralasan bahwa pada masa sidang kali ini durasi kerja DPR RI terbilang singkat yaitu satu bulan dua puluh lima hari kerja.
"Maka kami bersepakat belum di masa sidang saat ini, kita hold dulu kemungkinan besar, baru di masa sidang yang akan datang," kata Habiburrokhman di Kompleks MPR/DPR RI, Kamis (17/4/2025).
Dirinya menerangkan bahwa penundaan pembahasan RUU KUHAP tersebut masih dalam koridor tata tertib pembahasan undang-undang di DPR RI. Dia menyebut pembahasan RUU dapat ditunda maksimal dua kali masa sidang.
"Idealnya pembahasan undang-undang itu kan paling lama paling lama diatur di tatib 2 kali masa sidang. Masa sidang normal itu rata-rata hampir 2 bulan setengah. Nah ini masa sidang kali ini agak unik, cuma 1 bulan. Jadi takutnya enggak memenuhi ketentuan, bisa lebih dari 2 kali masa sidang," katanya.
Selama masa sidang kali ini, Komisi III berjanji akan lebih terbuka dan mendengar seluruh aspirasi masyarakat. Habiburrokhman berjanji akan melibatkan seluruh elemen masyarakat sipil dalam proses pembahasan RUU KUHAP.
"Kami mendapat masukan dari rekan-rekan semua agar lebih memperbanyak penyerapan lagi dari masyarakat, dan ini makanya satu bulan ke depan kami membuka diri terhadap masukan-masukan dari masyarakat," katanya.
Habiburrokhman mengeklaim bahwa RUU KUHAP saat ini menuai atensi publik hingga 30 persen. Menurutnya jumlah tersebut terbilang tinggi mengingat draf RUU KUHAP yang akan direvisi belum disebar ke publik.
"Jadi belum kick off saja sudah ada sekitar 30 persen orang publik yang tahu undang-undang ini akan dibahas, kami sangat surprise dan kami sangat optimistis," katanya.
Diketahui, agenda revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di DPR kembali disorot karena dipandang tidak transparan. Padahal, Komisi III DPR yang membidangi hukum, ingin revisi KUHAP cepat rampung seiring dengan berlakunya KUHP Nasional tahun depan.
Hal ini dikhawatirkan elemen masyarakat sipil mengulang kembali lagu lama pembentukan UU di DPR RI yang mengabaikan partisipasi publik bermakna dalam prosesnya.
Kurangnya transparansi agenda revisi KUHAP tercermin dari hasil Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) teranyar, yang menunjukkan bahwa sekitar 70,3 persen masyarakat tidak mengetahui pemerintah dan DPR tengah membahas revisi KUHAP. Hanya 29,7 persen responden yang tahu saat ini pembentuk undang-undang yakni pemerintah dan DPR, membahas perubahan KUHAP.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP – gabungan organisasi masyarakat sipil yang mengawal agenda revisi KUHAP – sejak awal tahun 2025 mendesak agar DPR membuka naskah akademik dan draf terbaru RKUHAP untuk dibahas bersama. Bukan tanpa alasan, pembahasan RUU KUHAP sebetulnya sudah dimulai sejak 2004 dan terus-menerus berlanjut di periode-periode setelahnya. Terakhir di 2012, pembahasan revisi KUHAP sudah menghasilkan draf dan naskah akademik yang kemudian beredar luas.
Tetapi, tiba-tiba di bulan Maret 2025, sudah ada draf baru dan berbeda dengan draf lama. Ini bukan saja membingungkan koalisi masyarakat sipil, namun juga dilakukan tidak transparan.
RKUHAP sendiri diperkirakan secara keseluruhan mencakup 334 pasal dengan total daftar inventarisasi masalah (DIM) yang dibahas bisa mencapai 1570 pasal/ayat pada bagian batang tubuh dan 590 pasal/ayat pada bagian penjelasan.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto