tirto.id - Survei nasional yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) merekam bahwa lebih dari 70 persen responden tidak mengetahui bahwa pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Revisi KUHAP).
“Hanya sekitar 29,7 persen tahu saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas perubahan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Mayoritas (70,3 persen) menyatakan tidak tahu bahwa saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas perubahan KUHAP,” ujar Peneliti LSI, Yoes C Kenawas dalam paparan rilis survei, di Jakarta Selatan, Minggu (13/4/2025).
Sebagai informasi, LSI baru saja merilis survei terbaru terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Survei tersebut dilakukan pada 22-26 Maret 2025 terhadap 1.214 responden dengan metode double sampling atau pengambilan sample secara acak dari kumpulan data hasil survei tatap muka LSI yang dilakukan sebelumnya. Margin of error survei tersebut diperkirakan di angka 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Terkait isu-isu atau pin penting dalam revisi KUHAP, mayoritas responden menunjukan tingkat persetujuan yang cukup tinggi atas sejumlah isu-isu terkait proses penegakan hukum.
Di antaranya soal restorative justice, pendampingan oleh advokat/penasehat hukum, izin dan saksi dalam penggeledahan dan saluran untuk menyampaikan keberatan.
“Mayoritas 86 persen menyatakan penting/sangat penting adanya saluran lain untuk menindaklanjuti laporan atau pengaduan yang tidak mendapatkan kejelasan dalam waktu 14 hari sejak laporan diterima,” ujar peneliti LSI, Yoes C Kenawas dalam kesempatan itu.
Sementara itu, terkait proses penanganan kasus dimana aparat melakukan tindak kriminal, mayoritas responden (50,3 persen) memandang hal penanganannya tidak terbuka/sangat tidak terbuka.
Hanya 36,9 persen yang menyatakan bahwa penanganan kasus-kasus yang melibatkan aparat sebagai pelaku tindak kriminal sudah “terbuka/sangat terbuka.
Sebagai informasi, DPR RI akan melakukan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menargetkan pembahasan revisi KUHAP bisa segera dimulai, sehingga sudah dapat digunakan pada 2026 mendatang.
"Jadi kalau dua kali masa sidang InsyaAllah sih siap ya teman-teman ya. KUHAP ini pasalnya enggak terlalu banyak, enggak sampai 300 pasal. Berbeda dengan KUHP kemarin berapa ratus pasal? Tujuh ratusan pasal ya? Lebih ya?" kata Habiburokhman di Ruang Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (20/3/2025).
Dia menjelaskan jika revisi KUHAP akan fokus pada proses penguatan hak bagi mereka yang tidak bermasalah dengan hukum. Seperti, pengaturan hak saksi dan hak korban yang bukan merupakan pelaku kriminal.
"Kemudian saya pikir enggak akan banyak, enggak akan banyak dispute di KUHAP ini. Karena konsennya adalah memperkuat hak-hak orang yang bermasalah dengan hukum. Apakah sebagai tersangka, sebagai saksi, sebagai korban, kita perkuat hak-haknya," katanya.
Editor: Farida Susanty