tirto.id - Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil merespons sejumlah pihak yang memprotes terpilihnya Firli Bahuri yang dinilai miliki rekam jejak buruk sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menanggapi hal tersebut, Nasir pun mengatakan bahwa DPR sebagai penentu pimpinan KPK tak bisa memuaskan aspirasi semua pihak. Ia menyarankan kepada pihak yang merasa tidak puas tersebut untuk mengkritisi dan mengawasi kinerja Firli yang terpilih menjadi ketua KPK.
"Tinggal nanti kalau publik tidak puas tinggal dikritisi dan diawasi dengan baik. Kan publik juga mekanisme di dalam UU ikut berpartisipasi. Partisipasi publik kan sudah diatur dalam UU. Makanya salah satunya mengkritisi apa yang dipilih oleh DPR," kata Nasir di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019).
Oleh karena itu ia meminta publik tak khawatir. Natsir mengatakan terpilihnya Firli merupakan hasil kesepakatan DPR bukan karena ada lobi-lobi politik.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengklaim pemilihan Firli sebagai ketua KPK dipertimbangankan atas segala aspek. Pihaknya juga telah melakukan konfirmasi terkait segala tuduhan yang ditujukan kepada Firli.
"Pansel sudah menjawab semuanya, sudah melakukan cross check, sudah ke pimpinan KPK dan tidak ada masalah dan sebagainya," kata Nasir.
Komisi III DPR pun berharap pimpinan KPK yang terpilih ke depan bisa lebih fokus melaksanakan fungsinya untuk mencegah dan mengawasi adanya tindakan korupsi.
Kemudian juga diharap mampu berkoordinasi dengan baik bersama DPR RI dan pemerintah. Sehingga, dapat menyelamatkan keuangan negara dan menambah pemasukan kas negara.
"Kalau kita mau jujur kan keuangan negara kita hari ini akan mengalami problem ya, salah satu akibat korupsi. Karena itu mari kita perbaiki aturan-aturan yang terkait dengan keuangan aturan-aturan yang terkait dengan tindak pidana korupsi selama ini yang belum disinkronkan antara pemerintah dan DPR," pungkasnya.
Nasir pun menyarankan agar dilakukan evaluasi usai pemilihan capim KPK. Baik untuk pansel, capim KPK, dan lainnya.
Salah satu yang menurutnya perlu dievaluasi adalah soal pembentukan pansel karena di dalam UU KPK hanya disebut pasel dari unsur pemerintah dan masyarakat.
"Tidak disebutkan syarat-syarat untuk duduk di keanggotaan pansel. Tergantung subjektif presiden. Makanya ke depan harus diatur," terangnya.
Lebih lanjut, ia menyarankan ke depan DPR RI dan pemerintah mengatur juga terkait kriteria siapa saja yang layak dan patut menjadi anggota pansel. Agar, tidak hanya menyerahkan semuanya kepada presiden.
Dengan demikian ketika pansel dibentuk oleh presiden, kata dia tidak ada hal yang dikritik oleh sejumlah pihak.
"Ada yang bilang pansel dekat dengan instuti ini, pansel dekat dengan ini dan sebagainya. Ada titipan ini, titipan itu, dan sebagainya," pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Irwan Syambudi