tirto.id - Apakah berenang membatalkan puasa? Umat Islam harus tahu hukumnya karena berkaitan syarat sah ibadah puasa. Hukum mandi siang atau sore hari saat puasa juga tak kalah penting.
Puasa merupakan ibadah menahan diri dari lapar, dahaga, dan segala perkara yang membatalkannya. Ibadah tersebut ditunaikan mulai terbitnya fajar shadiq (subuh) hingga terbenamnya matahari (Magrib).
Para ulama menyebutkan bahwa satu dari beberapa perkara yang dapat membatalkan puasa adalah masuknya benda ('ain) asing dari luar ke dalam tubuh (jauf) melalui rongga terbuka, yang pangkalnya menuju pusat tubuh. Beberapa bagian tubuh yang termasuk rongga terbuka seperti mulut, lubang kemaluan, lubang anus, lubang hidung, dan lubang telinga.
Apakah Berenang Membatalkan Puasa & Bagaimana Hukumnya?
Sebagaimana dalam Islam dianjurkan untuk menjaga kebersihan diri sendiri, seorang muslim lumrah mandi dua hingga tiga kali sehari. Namun, bagaimana jika hal itu dilakukan saat bulan puasa? Selain itu, bagaimana dengan berenang saat puasa?
Berenang dianggap sebagai perilaku yang berpotensi membatalkan puasa Ramadan. Apakah puasa boleh berenang? Ulama membagi hukum terkait hal itu menjadi 3 pendapat.
Pertama, berenang diperbolehkan oleh berbagai mazhab, dengan catatan tidak ada air yang masuk ke dalam tubuh.
Kedua, sebagian ulama mazhab Syafi’i melihat bahwa berenang merupakan tindakan makruh yang sebaiknya ditinggalkan karena memiliki potensi membuat puasa batal. Syekh Ibnu Qasim Al-Ghuzzi, Imam Nawawi, hingga Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami menyatakan bahwa renang sebaiknya dihindari ketika berpuasa demi kehati-hatian.
Dalil yang mendasari hukum makruh untuk berenang adalah riwayat Laqith bin Saburah, bahwa ia berkata: “Wahai Rasulullah SAW, terangkanlah kepadaku perihal wudu. Beliau bersabda, 'Ratakanlah air wudu dan sela-selalah jari-jarimu, serta keras-keraskanlah menghirup air di hidung [istinsyaq] kecuali apabila kamu sedang berpuasa,” (HR. Tirmidzi).
Ketiga, ulama mengharamkan seseorang berenang saat berpuasa. Hal itu berdasarkan pada kebiasaan air akan masuk ke dalam tubuh ketika ia melakukan tindakan tersebut.
Berenang ketika puasa Ramadan, kendati ada ulama yang memperbolehkan, sebaiknya dihindari kecuali pada malam hari.
Bolehkah Mandi di Siang atau Sore Hari saat Puasa?
Mandi untuk menjaga kebersihan tubuh dianjurkan dalam Islam. Sebagaimana hadis riwayat Muslim, 211. Nabi Muhammad saw bersabda: “Kebersihan separuh dari keimanan." Namun, bagaimana jika ketika puasa? Apakah mandi membatalkan puasa?
Hukum mandi sore saat puasa adalah mubah. Lantas, apakah mandi di siang hari membatalkan puasa? Hukum mubah juga berlaku untuk mandi di siang hari bulan Ramadan.
Mandi di siang-sore hari saat puasa Ramadan boleh dikerjakan selagi tidak ada air yang masuk ke dalam tubuh. Dari riwayat Abu Bakar bin Abdurrahman al-Harits diceritakan sebagai berikut:
"Saya melihat Rasulullah saw. menuangkan air panas ke atas kepalanya karena kepanasan padahal ia sedang berpuasa,” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Kendati mandi siang-sore saat berpuasa diperbolehkan, kaum muslim harus berhati-hati. Berbeda dengan mandi wajib dan sunah, apabila dalam pelaksanaan mandi siang-sore ada air yang masuk ke dalam tubuh, puasa Ramadan menjadi batal.
Imam Malik dan Imam Ghazali memiliki pandangan apabila air masuk melalui telinga, perkara tersebut tidak menyebabkan batalnya puasa. Meskipun pernah mandi pada siang hari puasa, Rasulullah Saw. merupakan orang yang penuh dengan kehati-hatian.
Dalil tentang Mandi saat Bulan Ramadhan
Selain yang disebutkan di atas, ada banyak dalil tentang mandi saat bulan Ramadan. Namun, beberapa dalil mungkin tidak memiliki hubungan secara spesifik dengan mandi di bulan Ramadan. Berikut ini dalil mandi di bulan Ramadan:
1. Surah Al-Baqarah Ayat 222
Lafal Arab:وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ ٢٢٢
Arab Latinnya:
Wa yas'alūnaka ‘anil-maḥīḍ(i), qul huwa ażā(n), fa‘tazilun-nisā'a fil-maḥīḍ(i), wa lā taqrabūhunna ḥattā yaṭhurn(a), fa'iżā taṭahharna fa'tūhunna min ḥaiṡu amarakumullāh(u), innallāha yuḥibbut-tawwābīna wa yuḥibbul-mutaṭahhirīn(a).
Artinya:
“Mereka bertanya kepadamu [Nabi Muhammad] tentang haid. Katakanlah, ‘Itu adalah suatu kotoran.’ Maka, jauhilah para istri [dari melakukan hubungan intim] pada waktu haid dan jangan kamu dekati mereka [untuk melakukan hubungan intim] hingga mereka suci [habis masa haid]. Apabila mereka benar-benar suci [setelah mandi wajib], campurilah mereka sesuai dengan [ketentuan] yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri,”(QS. Al-Baqarah [2]:222).
2. Surah Al-Maidah Ayat 6
Lafal Arab:يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ٦
Arab Latinnya:
Yā ayyuhal-lażīna āmanū iżā qumtum ilaṣ-ṣalāti fagsilū wujūhakum wa aidiyakum ilal-marāfiqi wamsaḥū biru'ūsikum wa arjulakum ilal-ka‘bain(i), wa in kuntum junuban faṭṭahharū, wa in kuntum marḍā au ‘alā safarin au jā'a aḥadum minkum minal-gā'iṭi au lāmastumun-nisā'a falam tajidū mā'an fa tayammamū ṣa‘īdan ṭayyiban famsaḥū biwujūhikum wa aidīkum minh(u), mā yurīdullāhu liyaj‘ala ‘alaikum min ḥarajiw wa lākiy yurīdu liyuṭahhirakum wa liyutimma na‘matahū ‘alaikum la‘allakum tasykurūn(a).
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan [basuh] kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air [kakus], atau menyentuh perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik [suci]; usaplah wajahmu dan tanganmu dengan [debu] itu. Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur,”(QS. Al-Maidah [5]:6).
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fadli Nasrudin
Penyelaras: Syamsul Dwi Maarif