tirto.id - Ramadhan termasuk salah satu bulan yang dinanti-nanti umat Muslim dari seluruh dunia, karena bulan ini menjadi kesempatan bagi setiap hamba Allah untuk lebih meningkatkan ketakwaan demi mendapatkan berkah Ramadan.
Pada Ramadan, umat Muslim akan menjalankan puasa selama sebulan penuh dan puasa mewajibkan setiap orang menahan diri untuk tidak makan, minum dan menjaga hawa nafsu sampai batas waktu yang telah ditentukan.
Namun, saat menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan, kondisi kesehatan setiap orang pasti berbeda-beda. Terkadang masalah kesehatan bisa muncul secara tiba-tiba seperti sakit perut, maag, mual hingga muntah.
Ada banyak faktor yang bisa menyebabkan seseorang muntah ketika menjalani ibadah puasa, seperti mabuk saat perjalanan, morning sickness bagi ibu hamil, atau karena ada kondisi penyakit tertentu yang membuat seseorang muntah.
Apakah Muntah Membatalkan Puasa?
Lalu, bagaimana jika kita tiba-tiba muntah saat sedang berpuasa? Apa hukum puasa jika muntah? Serta bagaimana kriteria muntah yang membatalkan puasa?
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa saja yang muntah, maka ia tidak berkewajiban qadha (puasa). Tetapi siapa saja yang sengaja muntah, maka ia berkewajiban qadha (puasa),” [HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i].
Jadi berdasarkan hadis di atas, dapat disimpulkan bahwa orang yang terlanjur muntah tidak sengaja saat berpuasa dapat meneruskan puasanya karena muntahnya tidak membatalkan puasanya.
Hal ini sekaligus menjawab beberapa pertanyaan yang muncul, seperti apakah muntah karena batuk bisa membatalkan puasa atau muntah karena asam lambung naik apakah membatalkan puasa? Jawabannya tentu saja tidak, jika memang bukan karena disengaja.
Kriteria Muntah yang Membatalkan Puasa
Dikutip laman NU Online, muntah secara sengaja dapat membatalkan puasa. Sedangkan orang yang tiba-tiba mual lalu muntah, maka puasanya tidak batal.
Sementara muntah yang menyebabkan batalnya puasa seseorang adalah jika dilakukan secara sengaja dan ia wajib mengqadha atau mengganti puasanya tersebut.
Untuk kasus hampir muntah yang dirasakan seseorang, seperti insiden sesuatu bergerak naik dari dalam perutnya, dan ia hampir muntah, para ulama memiliki perbedaan pendapat perihal status puasanya.
Mayoritas ulama berpendapat, jika muntahan bergerak turun kembali ke tenggorokan seseorang padahal ia sebenarnya bisa memuntahkannya, maka puasanya batal dan ia wajib mengqadhanya.
Namun menurut Mazhab Hanafi, jika muntahan bergerak kembali ke tenggorokan seseorang dengan sendirinya, maka puasanya tidak batal.
Sedangkan Abu Yusuf berpendapat bahwa puasa menjadi batal sebab muntahan kembali bergerak masuk (ke dalam perut) sebagaimana kembalinya muntahan sepenuh mulut.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sesuatu yang bergerak naik dari dalam perut tetapi tidak sempat keluar karena berhenti sampai di pangkal tenggorokan tidak membuat batal puasa seseorang.
Hal yang Membatalkan Puasa dan Larangan Saat Berpuasa
Selain muntah yang disengaja, ada pula hal lain yang dapat membatalkan puasa seseorang. Dikutip dari Channel Youtube Muhammadiyah, hal lain yang membatalkan puasa salah satunya adalah makan dan minum dengan sengaja.
Hal ini sangat dilarang dilakukan pada bulan puasa, baik di tempat umum maupun tempat tertutup.
Selanjutnya, orang yang berpuasa juga dilarang untuk berkata dan berbuat hal yang buruk.
Orang berpuasa harus menunjukkan sopan santun dalam berucap tidak mengatakan perkataan kotor dan tidak senonoh, tidak bertengkar serta selalu ramah dan tidak membalas kata kasar kepada orang lain.
Hal ini dituntunkan dalam hadis Rasululullah SAW yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
"Semua Anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa, ia adalah untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya, dan puasa itu adalah perisai. Pada hari seseorang dari kamu berpuasa janganlah ia berkata kotor dan berbuat gaduh, dan apabila ada orang mengajak berbantah dan bermusuhan hendaklah ia mengatakan: Saya sedang berpuasa." [HR. An-Nasa’i]
Larangan berikutnya adalah tidak tidak mencium suami/istri yang disertai dengan nafsu.
Namun, ciuman suami kepada isteri atau suami tidak membatalkan puasa, jika tidak disertai rasa birahi atau hawa nafsu.
Dasarnya adalah hadits berikut ini:
Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata: "Pada suatu hari saya merasa ingin, lalu saya mencium (istri saya) padahal saya sedang berpuasa, maka saya datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata: Saya telah melakukan perkara besar. Saya mencium (istri saya) ketika saya sedang berpuasa. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam balik bertanya: Bagaimana menurutmu jikalau kamu berkumur-kumur dengan air padahal ketika engkau sedang berpuasa? Maka saya menjawab: Hal itu tidak mengapa. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menimpali: Demikian juga ciuman." [HR. Abu Daud dan Ahmad]
Editor: Agung DH
Penyelaras: Dhita Koesno