tirto.id - Presiden Prabowo Subianto berupaya mempercepat pembangunan Koperasi Desa atau Kelurahan Merah Putih melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Inpres yang ditandatangani pada 27 Maret 2025 itu ditujukan kepada sejumlah menteri, di antaranya Menteri Koordinator Bidang Pangan yang juga menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) harian percepatan pembangunan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, Menteri Koperasi, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), serta jajaran menteri lainnya di Kabinet Merah Putih.
“Dalam upaya mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan berkelanjutan sebagai perwujudan Asta Cita kedua dan pembangunan dari desa untuk pemerataan ekonomi sebagai perwujudan Asta Cita keenam menuju Indonesia Emas 2045, perlu membentuk Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih melalui pendirian, pengembangan, dan revitalisasi koperasi di desa/kelurahan,” demikian yang tertulis dalam Inpres 9/2025, dikutip Kamis (10/4/2025).
Melalui program ini, Prabowo akan membentuk 80 ribu Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang tersebar di seluruh Indonesia melalui sistem pendirian, pengembangan dan revitalisasi. Kemudian, koperasi-koperasi tersebut akan melakukan kegiatan meliputi kantor koperasi, pengadaan sembako, apotek desa/kelurahan, cold storage/pergudangan, dan logistik desa/kelurahan. Lebih penting, berbagai kegiatan tersebut harus dilakukan dengan tetap memperhatikan karakteristik, potensi dan lembaga ekonomi yang telah ada di desa/kelurahan.
Selain itu, melalui Inpres 9/2025, Prabowo juga mengamanatkan Menteri Keuangan yang saat ini dijabat Sri Mulyani untuk menyusun kebijakan pendanaan dalam rangka mendukung pembentukan 80 ribu Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sesuai dengan kemampuan keuangan negara dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara, sumber dana untuk modal awal pembentukan 80 ribu Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih ini dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025.
“Memberikan dukungan insentif kepada desa/kelurahan yang telah berpartisipasi aktif dalam pembentukan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih melalui alokasi kinerja dan/atau alokasi insentif dalam pengalokasian dana desa,” bunyi baleid tersebut.
Kemudian, Prabowo juga memerintahkan Menteri Dalam Negeri yang saat ini dijabat oleh Tito Karnavian, untuk memberikan mandat kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk mendukung kegiatan maupun subkegiatan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih melalui alokasi pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Memberikan dukungan kepada Bank Himbara sebagai salah satu sumber pendanaan pemerintah, yang dialokasikan oleh Kementerian Keuangan kepada Kementerian Koperasi (skema channelling), atas kebutuhan investasi Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih terkait infrastruktur mencakup bangunan, saluran air, saluran listrik, atau akses jalan,” titah Presiden kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Lebih lanjut, Menko Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menjelaskan bahwa urusan pendanaan akan difokuskan di bawah tanggung jawab dan dijelaskan lebih rinci oleh Menteri Keuangan dan Menteri BUMN. Dalam hal ini, Menteri Keuangan akan mengalokasikan anggaran modal awal dan operasional Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih melalui APBN dan APBD, sedangkan Menteri BUMN bertanggung jawab terhadap dukungan pendanaan dari himpunan bank milik negara (Himbara).
“Nah, pendanaan nanti akan (dilakukan) Menteri Keuangan. Menteri Keuangan sama BUMN. Karena pengalaman yang lalu, koperasi-koperasi ini akan kita kelola dengan baik dan profesional,” tegas dia, dalam konferensi pers di Kantor Menko Pangan, Jakarta Pusat, Kamis (10/4/2025).
Sayangnya, dalam kesempatan tersebut Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, yang hadir mewakili Sri Mulyani tak merinci bagaimana mekanisme pendanaan melalui APBN dan APBD akan dikucurkan kepada Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Pun, dengan berapa besar anggaran yang akan dialokasikan pemerintah pusat dan daerah.
Meski begitu, sebelumnya Sri Mulyani sempat angkat bicara soal pendanaan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang menurutnya akan dilakukan dengan menggunakan Dana Desa. Dus, dia memastikan tidak akan ada anggaran tambahan yang khusus dialokasikan oleh pemerintah. Sehingga, kekhawatiran akan lonjakan belanja pemerintah untuk pembiayaan program kerja Kabinet Merah Putih dapat disingkirkan.
“Governance-nya yang kita sekarang workout. Tapi, tidak menambah amplop (pos anggaran/belanja). Sehingga, kemudian orang menganggap, ‘Oh, akan ada pengeluaran yang akan membuat APBN kita menjadi tidak sustainable’,” kata dia dalam Sarasehan Ekonomi, di Menara Mandiri, Jakarta, Senin (7/4/2025).
Sementara itu, pada Maret lalu, Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, menjelaskan bahwa dalam pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih ini setiap desa akan diberi modal awal Rp3-5 miliar. Dus, untuk mencukupi kebutuhan pendanaan pembangunan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih ini setidaknya negara harus menganggarkan Rp400 triliun.
Hanya saja, yang harus menjadi pertimbangan adalah seberapa besar urgensi pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih ini. Sebab, di rata-rata desa sudah ada Badan Usaha Milik Desa (BumDes) yang bergerak sebagai lembaga ekonomi desa. Kendati demikian, sebagian besar BUMDes yang sepenuhnya milik desa ini masih membutuhkan penguatan melalui kucuran pendanaan oleh pemerintah.
“Nah, ketika ada koperasi desa yang kemungkinan besar fungsinya sama dengan BUMDesa, ini akan mematikan BUMDesa, apalagi BUMDesa pendanaannya hanya dari penyertaan modal APBDesa,” kata Misbah, sembari menjelaskan bahwa hal ini dapat diartikan pula bahwa ada dobel pendanaan yang dikeluarkan pemerintah untuk desa.
Sebagai informasi, berdasar data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) per 22 Juni 2024, tercatat ada sebanyak 65.941 BUMDes di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 18.850 di antaranya telah berbadan hukum. Kemudian, pada periode yang sama, tercatat ada 3.243 BUMDes Bersama dengan 271 BUMDes Bersama yang telah berbadan hukum. Selain itu ada sebanyak BUMDes Bersama LKD (Lembaga Keuangan Desa) berjumlah 2.453 unit, dengan 1.305 di antaranya telah berbadan hukum.
Meski begitu, dari total BUMDes yang tersebar di seluruh pelosok negeri itu, hanya 75,8 persen atau 66 ribu BUMDes saja yang aktif. Sedangkan 24,2 persen lainnya menyandang status tak aktif.
Beban Baru APBN dan APBD?
Dengan kondisi fiskal negara yang kini semakin sempit seiring dengan banyaknya program yang harus didanai, pendanaan untuk Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih melalui APBN dan APBD justru akan membuat beban fiskal negara semakin berat. Tak pelak, kondisi ini dikhawatirkan menimbulkan defisit anggaran yang semakin melebar dan penghimpunan utang yang semakin masif.
Berdasar catatan Kementerian Keuangan, hingga akhir Maret 2025, pendapatan negara baru terkumpul sebesar Rp516,1 triliun atau sekitar 17,1 persen dari target Rp3.621,3 triliun. Sementara belanja negara yang terlaksana baru senilai Rp620,3 triliun, setara 17,1 persen dari total pagu Rp3.621,3 triliun. Dus, pada tiga bulan pertama 2025, APBN sudah mengalami defisit sebesar 2,53 persen atau senilai Rp616 triliun.
Untuk menjaga kesehatan fiskal negara, Prabowo melalui Menteri BUMN memang telah mengamanatkan bank-bank Himbara untuk membantu pendanaan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Namun, ini dinilai Huda bukan solusi yang baik, karena bakal ada potensi bank-bank pelat merah menjadi sapi perah pemerintahan saat ini.
“Tingkat kegagalan pembiayaan koperasi juga tinggi, saya khawatir, perbankan BUMN yang akan dirugikan. Pada akhirnya, nasabah juga yang akan kena getahnya,” sambung Huda.
Belum lagi, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang dikelola menggunakan skema top-down yang tercermin dari kucuran dana oleh pemerintah pusat memiliki tingkat kegagalan lebih tinggi. Indonesia pun pernah mengalaminya berkali-kali, pertama saat masa kepemimpinan Belanda di sekitar 1930-an.
Kemudian, setelah pertumbuhan koperasi berjalan sangat masif di 1998, ketika pemerintah berjanji bakal memberikan modal untuk pembentukan koperasi desa (Kopdes). Namun, setahun kemudian banyak koperasi yang hanya tersisa papan namanya saja.
Pakar Perkoperasian, Suroto, khawatir dengan iming-iming Rp3-5 miliar per desa, fenomena gugurnya banyak koperasi di penghujung 1990-an akan terulang kembali. Dus, pemerintah bukannya membina koperasi menjadi lebih baik dan semakin besar justru sebaliknya, membinasakan.
“Kalau kita merujuk kepada sistem tren koperasi dunia, perkembangannya itu jumlah koperasi itu malah harusnya berkurang terus. Supaya efisien, kan gitu. Semakin menurun (karena) mereka merger, konsolidasi. Tapi jumlah anggota, jumlah kapasitas layanannya yang meningkat. Nah, kalau seperti ini bukankah malah membunuh koperasi?” kata dia, saat dihubungi Tirto, Kamis (10/4/2025).
“Ini senjata tajam yang digunakan oleh pemerintah untuk membunuh koperasi bahasa saya,” tambah Suroto.
Dia khawatir, privilege berupa pendanaan berjumlah miliaran yang dikucurkan pemerintah untuk setiap desa justru membuat banyak oknum berniat membentuk banyak Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, namun tak mengimbanginya dengan pengelolaan yang baik dan benar. Sehingga, ketika privilege tersebut dicabut, rontoknya koperasi bakal terulang lagi.
Kesalahan pengembangan KUD di masa lalu yang penting menjadi bahan pembelajaran adalah bahwa koperasi harus ditumbuhkan sebagai organisasi bisnis yang otonom. Prakarsa dari masyarakat harus ditumbuhkan dan organisasinya perlu diperkuat.
Sayangnya, kegagalan Koperasi Unit Desa (KUD) dari aspek keorganisasian kerap diabaikan. Problem utamanya terletak pada dua hal. Pertama, intervensi berlebihan dalam pengembangan organisasi. Kedua, motif pendirian yang lebih berorientasi pada akses fasilitas pemerintah ketimbang pemenuhan kebutuhan riil masyarakat.
“Untuk itulah, penting sekali untuk perhatikan berbagai aspek penting mendasar di atas. Kopdes mestinya dikembangkan di atas organisasi yang baik. Sebab investasi apapun akan salah jika organisasinya salah. Otonomi koperasi itu adalah hal prinsip di koperasi,” tukas Suroto.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang