Menuju konten utama

Saksi Ungkap Kerja Sama Kemendag & Induk Koperasi TNI-Polri

Saksi mengaku, kerja sama antara Kemendag dengan induk koperasi TNI-Polri terjadi di saat kepemimpinan Rachmat Gobel selaku Mendag.

Saksi Ungkap Kerja Sama Kemendag & Induk Koperasi TNI-Polri
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi impor gula, dengan terdakwa mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (24/3/2025). Tirto.id/Auliya Umayna

tirto.id - Direktur Bahan Pokok dan Barang Strategis Dirjen Perdagangan pada Kementerian Perdagangan (Kemendag), Robert J. Bintaryo, menjelaskan awal mula kerja sama Kemendag dan Induk Koperasi TNI dan Polri.

Awalnya, salah satu kuasa hukum Tom Lembong, menanyakan kepada Robert soal awal mula terjalinnya kerjasama antara Induk Koperasi Kartika milik TNI AD dengan Kemendag.

"Sejak yang dari Induk Koperasi mengirimkan surat kepada bapak manteri perdagangan," kata Robert saat menjadi saksi di sidang kasus dugaan korupsi impor gula di lingkungan Kemendag dengan terdakwa mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (24/3/2025).

Dia mengatakan, perjanjian tersebut dimulai pada 21 Mei 2025. Diketahui, Tom Lembong mulai jadi Mendag pada 12 Agustus 2015, sedangkan saat itu, yang menjabat sebagai Mendag adalah Rachmat Gobel.

Kemudian, Robert mengatakan, Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol) menjalin kerja sama dengan Kemendag pada 22 April 2016, berdasarkan surat Inkoppol kepada Kemendag. Saat itu, Tom Lembong masih menjabat sebagai Mendag.

Selain itu, Robert juga mengatakan, kedua induk koperasi tersebut diberikan izin oleh Rahmat Gobel untuk melakukan operasi pasar saat hari puasa dan lebaran 2015.

"lya, sesuai dengan persetujuan dari Menteri Perdagangan pada saat itu, Pak Rachmat Gobel, Induk Koperasi diberikan untuk melakukan operasi pasar pada saat hari puasa dan lebaran 2015," ujarnya.

Robert menjelaskan, operasi pasar yang dilakukan oleh koperasi TNI maupun Polri dalam rangka pengamanan bahan pokok di perbatasan dan lokasi terpencil agar tidak terjadi lonjakan harga.

"Ya, terkait dengan pelaksanaan operasi pasar ini tentunya kami memberikan informasi tentang daerah yang harganya tinggi, karena pada saat itu kalau tidak salah di perbatasan bisa sampai 16 ribu, sehingga kita memberikan langsung kepada masyarakat di perbatasan maupun di luar Jawa," tuturnya.

Dia juga mengatakan, penugasan operasi pasar kepada kedua induk koperasi ini sama seperti penugasan kepada BUMN. Bedanya, induk koperasi ini membantu menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pasokan gula kepada masyarakat di daerah terpencil seperti di perbatasan Kalimantan, NTT, dan Papua.

"Ya, seperti di daerah perbatasan kita di Kalimantan, NTT maupun di Papua, dan juga daerah-daerah terpencil di kepulauan-kepulauan seperti itu, dan juga seperti daerah-daerah non-sentra produksi gula," pungkasnya.

Diketahui, dalam sidang pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung terhadap Tom Lembong, terdapat nama mantan Kapolda Jawa Barat, Irjen (purn) Anton Charliyan, yang diduga terlibat dalam kasus ini.

Jaksa menjelaskan, pada 2016, Anton yang saat itu menjabat sebagai Ketua Pembina Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskoppol) mengajukan surat permohonan izin impor gula kepada Tom Lembong.

Jaksa menyebut, permintaan ini dilakukan oleh Anton bersama dengan Felix Hutabarat yang merupakan Ketua Induk Koperasi Kartika.

Meski merespons surat permohonan tersebut, Jaksa mengatakan, Tom Lembong hanya mengizinkan untuk melakukan impor gula sebanyak 50 ribu ton, bukan sebagaimana permintaan yaitu 500 ribu ton.

Impor gula tersebut, diizinkan untuk digunakan dalam operasi pasar gula hingga 31 Desember 2016.

Dalam kasus ini, Tom Lembong didakwa telah memberikan izin impor gula pada 2015-2016, kepada sejumlah perusahaan swasta yang tidak layak untuk melakukan impor.

Jaksa mendakwa, Tom Lembong telah merugikan negara hingga Rp578,1 miliar dan telah memperkaya 10 pihak swasta dalam kasus ini.

Atas perbuatannya, Tom Lembong didakwa telah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI IMPOR GULA atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher