tirto.id - Saat ini, umat Muslim sedang menjalankan ibadah puasa Ramadan. Namun, bagaimana hukum muntah saat sedang menjalankan puasa Ramadan, baik yang disengaja atau tidak?
Ternyata, muntah secara sengaja dapat membatalkan puasa. Sedangkan orang yang tiba-tiba mual lalu muntah, maka puasanya dianggap tidak batal, demikian seperti mengutip lamanNU Online.
Hal ini secara lugas disebutkan di dalam hadis berikut ini:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - - مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ, وَمَنْ اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ اَلْقَضَاءُ - رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ
Artinya: “Siapa saja yang muntah, maka ia tidak berkewajiban qadha (puasa). Akan 6etapi siapa saja yang sengaja muntah, maka ia berewajiban qadha (puasa).” (HR lima imam hadis, yaitu Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i)
Dari hadis tersebut, para ulama menarik kesimpulan bahwa orang yang terlanjur muntah saat berpuasa dapat meneruskan puasanya karena muntahnya tidak membatalkan puasanya.
Berikut ini adalah keterangannya:
من غلبه القيء وهو صائم فلا يفطر، قال الأئمة لا يفطر الصائم بغلبة القيء مهما كان قدره
Artinya: “Siapa saja yang (tak sengaja) muntah saat berpuasa, maka puasanya tidak batal. Para imam mazhab berpendapat bahwa orang yang berpuasa tidak menjadi berbuka (batal puasa) karena muntah berapapun kadarnya."
Adapun insiden seseorang yang merasa mual, lalu sesuatu bergerak naik dari dalam perutnya, dan hampir muntah, perlu dilihat terlebih dahulu. Karena di sini juga para ulama berbeda pendapat perihal status puasanya.
قال الجمهور إذا رجع شيء إلى حلقه بعد إمكان طرحه فإنه يفطر وعليه القضاء، والصحيح عند الحنفية إن عاد إلى حلقه بنفسه لا يفطر وذهب أبو يوسف إلى فساد الصوم بعوده كإعادته إن كان ملء الفم
Artinya: “Mayoritas ulama berpendapat bahwa, jika muntahan bergerak turun kembali ke tenggorokan seseorang padahal ia sebenarnya bisa memuntahkannya, maka puasanya batal dan ia wajib menggantinya. Akan tetapi, yang benar menurut Mazhab Hanafi, jika muntahan bergerak kembali ke tenggorokan seseorang dengan sendirinya, maka puasanya tidak batal. Abu Yusuf berpendapat bahwa puasa menjadi batal sebab muntahan kembali bergerak masuk (ke dalam perut) sebagaimana kembalinya muntahan sepenuh mulu."
Dari sini dapat disimpulkan bahwa sesuatu yang bergerak naik dari dalam perut, tetapi tidak sempat keluar karena berhenti sampai di pangkal tenggorokan tidak membuat batal puasa seseorang.
Hal-Hal yang Membatalkan Puasa
Selain harus melaksanakan kewajiban-kewajiban pada saat puasa, kita juga dituntut untuk menjaga diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa.
Berikut ini adalah hal-hal yang bisa membatalkan puasa:
- Sampainya sesuatu ke dalam lubang tubuh dengan disengaja.
- Mengobati dengan cara memasukkan benda (obat atau benda lain) pada salah satu dari dua jalan (qubul dan dubur).
- Muntah dengan sengaja.
- Melakukan hubungan seksual dengan sengaja.
- Keluarnya air mani (sperma) disebabkan bersentuhan kulit.
- Mengalami haid atau nifas pada saat puasa.
- Gila (junun) pada saat menjalankan ibadah puasa.
- Murtad pada saat puasa.
Delapan hal di atas adalah perkara yang dapat membatalkan puasa, ketika salah satu dari delapan hal tersebut terjadi pada saat puasa, maka puasa yang dijalankan oleh seseorang menjadi batal.
Editor: Addi M Idhom