Menuju konten utama

Apakah Boleh Mengganti Puasa di Bulan Syawal? Ini Penjelasannya

Banyak yang bertanya, apakah boleh mengganti puasa di bulan Syawal? Simak penjelasan mengenai hukum dan keutamaannya dalam Islam.

Apakah Boleh Mengganti Puasa di Bulan Syawal? Ini Penjelasannya
Puasa qadha di bulan syawal. tirto.id/Quta

tirto.id - Puasa di bulan Ramadhan termasuk dalam hukum Islam yang menjadi kewajiban bagi setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, ada beberapa pengecualian, seperti perempuan yang sedang haid, yang dilarang berpuasa di bulan Ramadhan. Mereka diwajibkan untuk mengganti (qadha) puasanya di waktu lain. Lantas, apakah boleh mengganti puasa di bulan Syawal?

Bulan Syawal diawali dengan Idulfitri, momen bagi umat Islam untuk merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Di sisi lain, terdapat anjuran untuk melaksanakan puasa sunnah enam hari di bulan Syawal, karena pahalanya yang berlipat ganda. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:

"Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan, lalu diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka seolah-olah ia telah berpuasa setahun penuh." (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun, bagaimana jika seorang Muslim masih memiliki utang puasa dari bulan Ramadhan sebelumnya? Apakah boleh mengganti puasa di bulan Syawal sebelum melaksanakan puasa sunnah enam hari, ataukah boleh melakukannya setelahnya?

Apakah Boleh Mengganti Puasa Di Bulan Syawal?

Buka Bersama di bulan syawal

Buka Bersama bulan syawal. foto/istockphoto

Dilansir dari laman resmi NU Lampung dalam artikel berjudul "Usai Lebaran, Qadha Puasa Ramadhan atau Puasa Syawal Dulu?" oleh Imam An-Nawawi, disebutkan bahwa tidak berpuasa di bulan Ramadhan dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu adanya uzur atau alasan yang dibenarkan secara syariat Islam dan tanpa uzur atau disengaja.

Menurut mayoritas ulama mazhab Syafi’iyah, sebagaimana dikutip dalam laman resmi NU Lampung, seseorang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena alasan yang dibenarkan oleh syariat, seperti sakit, haid, nifas, dalam perjalanan jauh, lupa niat, makan karena mengira waktu berbuka telah tiba, wanita hamil, wanita menyusui, dan alasan lain yang serupa, diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Namun, bagi mereka yang tidak berpuasa tanpa alasan yang sah, wajib menggantinya setelah bulan Ramadhan.

Mengqadha puasa Ramadhan adalah suatu kewajiban. Kewajiban ini telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 184, yang berbunyi:

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْراً فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُون

Artinya: Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS Al-Baqarah: 184).

Jika seseorang ingin mengganti puasa Ramadhan di bulan Syawal, sementara di bulan tersebut juga dianjurkan puasa sunnah Syawal, bagaimana hukumnya?

Terdapat perbedaan pendapat mengenai apakah boleh mengganti puasa di bulan Syawal. Berikut penjelasannya:

1. Dahulukan Puasa Qadha Dulu

Apakah boleh mengganti puasa di bulan syawal? Dikutip dari laman resmi NU Lampung, Imam Ibnu Hajar Al-Haitami menyatakan bahwa seseorang wajib mengqadha puasa Ramadhan terlebih dahulu. Hal ini karena hukumnya makruh jika melaksanakan puasa Syawal sebelum mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan.

Pendapat ini sejalan dengan Imam Ibnu Rajab, yang menegaskan bahwa mengganti puasa Ramadhan lebih utama dibandingkan melaksanakan puasa sunnah Syawal. Beliau menyebutkan:

مَنْ كَانَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ فَلْيَبْدَأْ بِقَضَائِهِ فِي شَوَّالٍ فَإِنَّهُ أَسْرَعُ لِبَرَاءَةِ ذِمَّتِهِ، وَهُوَ أَوْلَى مِنَ التَّطَوُّعِ بِصِيَامِ سِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ

Artinya: Barangsiapa memiliki utang puasa dari bulan Ramadhan, maka segeralah untuk menggantinya di bulan Syawal, karena hal itu mempercepat bebas dari tanggungannya. Ini lebih utama dari puasa sunnah enam hari di bulan Syawal (Ibnu Rajab, Lathaiful Ma’arif fima li Mawasimil ‘Am minal Wazhaif, [Daru Ibn Hazm: 2004], halaman 244).

2. Dahulukan Puasa Syawal Dulu

Dalam kitab Al-Badai’ wa As-Shanai’ karya Imam Al-Kasani disebutkan bahwa diperbolehkan mendahulukan puasa sunnah Syawal sebelum qadha puasa Ramadhan. Hal ini karena waktu untuk puasa qadha di bulan Syawal lebih fleksibel, yaitu bisa dilakukan kapan saja sebelum Ramadhan berikutnya. Berbeda dengan puasa Syawal yang hanya dapat dilakukan dalam bulan Syawal.

Pendapat ini juga sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 184:

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya: (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Dari ayat ini, kita dapat memahami bahwa mengqadha puasa tidak harus dilakukan segera dan masih bisa dilakukan di hari lain sebelum Ramadjan berikutnya.

Selain itu, dalam HR. Bukhari, Aisyah RA menuturkan:

كان يكون عليّ الصوم من رمضان، فما أستطيع أن أقضيه إلا في شعبان

Artinya: "Saya pernah memiliki utang puasa Ramadhan, tetapi saya baru bisa mengqadhanya di bulan Sya’ban." (HR. Bukhari)

Hadits ini menunjukkan bahwa mengqadha puasa bisa ditunda, asalkan masih dalam rentang waktu yang diperbolehkan.

Ilustrasi Berbuka Puasa

Ilustrasi Berbuka Puasa. FOTO/iStockphoto

3. Niat Puasa Keduanya Boleh Digabung

Apakah boleh menggabungkan niat puasa qadha dengan puasa sunnah dalam satu waktu?

Menurut laman resmi UIN Sunan Gunung Djati Bandung dalam artikel "Bagaimana Hukum Qadha Puasa Ramadhan Bareng Puasa Sunnah Syawal?", jawabannya adalah puasa Syawal boleh digabung puasa ganti.

Dikutip dari pendapat Syekh Dr. Ali Jumah dalam tulisan yang sama, seseorang yang berpuasa dengan niat qadha Ramadhan sekaligus puasa Syawal akan mendapatkan pahala untuk keduanya, sehingga jawabannya boleh untuk pertanyaan apakah puasa Syawal bisa digabung dengan puasa ganti.

أما عن الجمع بين نية صوم هذه الأيام الستة أو بعضها مع أيام القضاء في شهر شوال، فيجوز للمسلم أن ينوي نية صوم النافلة مع نية صوم الفرض، فيحصل المسلم بذلك على الأجرين

Artinya: “Ada pun menggabungkan niat puasa sunah enam Syawal—seluruhnya atau sebagiannya—dengan puasa qadha Ramadhan yang dilaksanakan di Bulan Ramadhan, maka boleh hukumnya bagi setiap Muslim bahwa ia berniat puasa sunah berserta puasa fardu. Maka siapa yang mengamalkan demikian mendapatkan dua pahala.”

Hari yang Dilarang untuk Mengganti Puasa Ramadhan

Ilustrasi Kalender Islam

Ilustrasi Kalender Islam. foto/istockphoto

Setelah mengetahui bahwa mengganti puasa Ramadhan boleh dilakukan di bulan Syawal, penting juga untuk memahami hari yang dilarang untuk mengganti puasa. Apa saja hari yang dilarang untuk mengganti puasa Ramadhan?

1. Hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah)

Hari Tasyrik jatuh pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, yaitu tiga hari setelah Idul Adha. Pada hari-hari ini, umat Islam yang sedang berhaji menyempurnakan ibadah mereka, sementara yang tidak berhaji disunnahkan untuk memperbanyak dzikir dan menikmati rezeki dari kurban.

Rasulullah SAW bersabda:

أيام التشريق أيام أكل وشرب وذكر الله عز وجل

Artinya: "Hari-hari Tasyrik adalah hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah." (HR. Muslim, No. 1141)

2. Hari Raya Idul Fitri (1 Syawal)

Puasa, baik wajib maupun sunnah, diharamkan pada tanggal 1 Syawal, karena hari ini adalah hari raya bagi umat Islam. Idul Fitri merupakan hari kemenangan setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadhan, sehingga umat Islam dianjurkan untuk merayakannya dengan penuh kegembiraan dan kebersamaan.

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمِ الْفِطْرِ وَيَوْمِ النَّحْرِ

Artinya: "Rasulullah melarang puasa pada hari Idul Fitri dan Idul Adha." (HR. Muslim, No. 1137)

3. Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijjah)

Sama seperti Idul Fitri, puasa pada tanggal 10 Dzulhijjah (Idul Adha) juga dilarang. Hari ini adalah waktu untuk berkurban dan berbagi rezeki, sebagai bentuk syukur atas nikmat Allah SWT.

Hadits dari Umar bin Khattab RA menyebutkan:

إِنَّ هَذَيْنِ يَوْمَانِ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِهِمَا يَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ وَالْآخَرُ يَوْمٌ تَأْكُلُونَ فِيهِ مِنْ نُسُكِكُمْ

Artinya: “Sesungguhnya dua hari ini, merupakan dua hari yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang untuk berpuasa pada keduanya. Yakni, hari Idul Fitri setelah puasa kalian, dan satu lagi adalah hari ketika kalian makan daging dari hewan kurban kalian (Idul Adha).” (HR. Muslim no. 1920)

4. Hari Jumat (Jika Berpuasa Sendiri)

Meskipun tidak sepenuhnya dilarang, puasa pada hari Jumat sebaiknya dihindari jika dilakukan sendirian, kecuali disertai dengan puasa pada hari sebelumnya (Kamis) atau hari setelahnya (Sabtu).

Rasulullah SAW bersabda:

لَا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلَّا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ

Artinya: "Janganlah salah seorang dari kalian berpuasa pada hari Jumat kecuali jika ia berpuasa sehari sebelumnya atau sehari setelahnya." (HR. Bukhari, No. 1985; Muslim, No. 1144)

5. Hari yang Diragukan

Puasa juga dilarang pada hari yang meragukan, seperti tanggal 30 Sya'ban ketika masih ada ketidakpastian apakah bulan Ramadhan sudah dimulai atau belum.

Dari Ammar bin Yasir RA, menyebutkan:

"Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang meragukan berarti dia telah mendurhakai Abul Qasim (Rasulullah SAW)."

Apakah Mengganti Puasa Boleh Setiap Hari?

ilustrasi Buka Puasa

ilustrasi Buka Puasa. FOTO/iStockphoto

Apakah mengganti puasa boleh setiap hari? Mengganti puasa Ramadhan boleh dilakukan kapan saja, asalkan tidak bertepatan dengan hari-hari yang dilarang untuk berpuasa, seperti Idul Fitri, Idul Adha, dan Hari Tasyrik. Selain itu, qadha puasa tidak wajib dilakukan secara berurutan, sehingga seseorang boleh menggantinya secara bertahap atau sekaligus, sesuai dengan kemampuannya.

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 184, yang menyebutkan bahwa puasa yang ditinggalkan harus diganti pada hari-hari lain. Selain itu, Rasulullah SAW juga menyebutkan dalam sebuah hadits:

قَضَاءُ رَمَضَانَ إنْ شَاءَ فَرَّقَ وَإنْ شَاءَ تَابَعَ

Artinya: "Qadha (puasa) Ramadhan itu, jika ia berkehendak, maka boleh dilakukan secara terpisah. Jika ia berkehendak, maka boleh dilakukan secara berurutan." (HR. Daruquthni, dari Ibnu 'Umar)

Dengan demikian, mengganti puasa Ramadhan bisa dilakukan kapan saja, baik secara berturut-turut maupun terpisah, selama tidak dilakukan pada hari yang terlarang.

Sekarang, kamu sudah mengetahui jawaban lengkap mengenai apakah boleh mengganti puasa di bulan syawal.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2025 atau tulisan lainnya dari Marhamah Ika Putri

tirto.id - Edusains
Kontributor: Marhamah Ika Putri
Penulis: Marhamah Ika Putri
Editor: Yulaika Ramadhani