tirto.id - Pasangan suami-istri tidak hanya menahan diri dari nafsu makan dan minum saja ketika menjalankan puasa Ramadan. Mereka juga harus mengendalikan hasrat seksual, karena berhubungan badan termasuk hal yang membatalkan. Lalu, bagaimana dengan berciuman?
Jika suami-istri berhubungan badan ketika waktu berpuasa, yaitu ketika terbit fajar hingga terbenamnya matahari, maka ia mereka mesti membayar kafarat, salah satu dari tiga hal, yaitu memerdekakan hamba sahaya (budak), berpuasa terus-menerus selama 2 bulan (60 hari), atau memberi makan untuk 60 orang miskin dengan besaran 1 mud.
Namun, berciuman tidak dapat dikategorikan sebagai hubungan badan. Ciuman dapat saja hanya sebatas ekspresi sayang dari suami atau istri kepada pasangannya, alih-alih hasrat untuk bersetubuh.
Nabi Muhammad sendiri mencium istri-istri beliau ketika tengah berpuasa. Diriwayatkan, kadang-kadang Rasulullah saw. mencium sebagian istri-istrinya, padahal beliau sedang berpuasa, kemudian Aisyah tertawa (H.R. al-Bukhari 1793 dan Muslim 1851).
Riwayat lain yang dituturkan sendiri oleh Aisyah, "Rasulullah saw mencium dan mencumbu (dengan istrinya), padahal beliau sedang berpuasa. Namun beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya di antara kamu sekalian”. (H.R. al-Bukhari 1792)
Dua riwayat di atas menjelaskan bahwa berciuman bagi suami-istri yang tidak serta merta membatalkan puasa. Namun, secara etika sebaiknya dihindari, selain bisa memancing untuk bertindak lebih jauh, juga demi menghormati puasa yang berarti menahan.
Dalam "Shiyam dan Shaum (Puasa Berganda)" oleh Quraish Shihab, shiyam dimaknai sebagai menahan diri dari makan, minum, dan hubungan seks demi karena Allah sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
Berciuman, dapat dikatakan kurang etis, karena kita justru melakukan tindakan yang berpotensi membatalkan puasa atau tindakan yang menunjukkan kurangnya pengendalian hasrat, bukan menahannya.
Dalam "Mencium Istri Ketika Puasa", para ulama menggolongkan ciuman sebagai makruh dalam puasa, dengan catatan ciuman itu membangkitkan syahwat (Al-Majmu’ Syarh Muhaddzab, VI. 354, Mughni al-Muhtaj, I, 431-436).
Terdapat dua pendapat tentang hal ini, yaitu bisa digolongkan sebagai makruh tahrim (makruh yang jika dilakukan mendapatkan dosa) atau makruh tanzih (jika dilakukan tidak mendapatkan dosa). Namun, dengan hukumnya sebagai makruh, maka langkah menghindarinya adalah yang terbaik.
Dikutip dari Tuntunan Ibadah Pada Bulan Ramadhan Di Masa Darurat COVID-19 terbitan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah (2020), mencium istri pada siang hari jika tidak mampu menahan syahwat termasuk hal-hal yang harus dihindari saat berpuasa.
Dasarnya adalah ucapan Aisyah, "Pernah Rasulullah saw mencium dan merangkul saya dalam keadaan berpuasa. Tetapi, beliau adalah orang yang paling mampu menahan nafsunya.”