tirto.id - Setiap ibadah dalam agama Islam, termasuk puasa Ramadhan, dianggap sah jika sudah terpenuhi syarat dan rukunnya. Puasa Ramadan memiliki lima syarat wajib dan dua rukun yang harus tuntas dipenuhi untuk dapat dianggap sah.
Kewajiban puasa merupakan salah satu dari rukun Islam yang wajib ditunaikan setiap muslim dan muslimah yang telah memenuhi syarat.
Perintah puasa termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 183 yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Selain itu, puasa juga termasuk ibadah dengan keutamaan yang istimewa. Dalam salah satu hadis qudsi diterangkan, bahwa setiap amal kebaikan manusia akan dilipatgandakan dengan 10 kebaikan yang semisal hingga 700 kali lipat, kecuali amal puasa. Allah berfirman, "Puasa tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena ia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku," (HR. Muslim).
Syarat Wajib Puasa Ramadhan
Syarat wajib adalah ketentuan yang mesti dipenuhi seorang muslim sebelum melaksanakan suatu ibadah. Orang yang belum memenuhi syarat wajib puasa, maka kewajiban puasanya gugur dan ia tidak diharuskan menjalankan puasa.
Agus Arifin dalam buku Step By Step Fiqih Puasa (2013: 87-88) menuliskan beberapa syarat wajib puasa sebagai berikut:
1. Bertatus muslim
Karena puasa termasuk rukun Islam, hanya orang muslim dan muslimah yang wajib menunaikan ibadah puasa. Jika seseorang murtad, keluar dari Islam, kewajiban puasa baginya gugur dan ia tidak memenuhi syarat wajib puasa.
Syarat keislaman ini dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin 'Umar bin Khattab Ra yang berkata: saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda: "Islam didirikan dengan 5 hal, yaitu persaksian tiada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah utusan-Nya, didirikannya sholat, dikeluarkannya zakat, dikerjakannya haji di Baitullah [Ka’bah], dan dikerjakannya puasa di bulan Ramadan,” (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Balig atau mencapai masa pubertas
Syarat wajib puasa yang kedua ialah telah mencapai status balig atau pubertas. Bagi laki-laki, ia ditandai dengan keluarnya sperma dari kemaluannya, baik dalam keadaan tidur ataupun terjaga. Sementara itu, bagi perempuan, status balig ditandai dengan menstruasi.
Dalam uraian "Syarat Wajib dan Rukun Puasa Ramadhan" yang ditulis Ustaz Syaifullah Amin di NU Online, syarat keluar mani pada laki-laki dan haid pada perempuan ada di batas usia minimal 9 tahun. Di sisi lain, bagi laki-laki dan perempuan yang belum keluar sperma dan belum menstruasi, batas minimal dikatakan balig jatuh pada usia 15 tahun dari usia kelahiran.
3. Berakal sehat
Syarat wajib puasa yang ketiga bagi seorang muslim dan balig, adalah ia harus memiliki akal yang sehat, sempurna, dan tidak gila. Selain itu, ia juga tidak mengalami gangguan mental dan tidak hilang kesadarannya karena mabuk.
Seorang muslim yang mabuk tidak terkena hukum kewajiban menjalankan ibadah puasa. Namun, terdapat pengecualian pada orang mabuk dengan sengaja, misalnya karena konsumsi minuman keras. Jika sengaja mabuk, ia wajib mengganti (qadha) puasanya di hari selain bulan Ramadan.
Syarat kebalig-an dan akal sehat ini bersandar pada sabda Nabi Muhammad SAW: "Tiga golongan yang tidak terkena hukum syar’i: orang yang tidur sapai ia terbangun, orang yang gila sampai ia sembuh, dan anak-anak sampai ia baligh,” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
4. Kemampuan menunaikan puasa
Setelah terpenuhi tiga syarat wajib di atas, yang keempat ialah kemampuan menjalankan ibadah puasa. Jika seorang muslim tidak mampu menjalankan puasa karena sebab tertentu, ia diwajibkan mengganti di bulan berikutnya atau membayar fidyah.
Ketidakmampuan berpuasa ini bisa terjadi karena perjalanan yang memberatkan (musafir), sakit, hamil dan menyusui, dan berusia sangat tua atau sudah renta.
5. Mengetahui awal Ramadan
Syarat wajib yang terakhir adalah mengetahui awal Ramadan dan hari pertama puasa hingga sebulan penuh. Untuk menetapkan pengetahuan mengenai awal Ramadan, dapat bersumber pada salah seorang terpercaya atau adil yang mengetahui awal bulan Ramadan dengan melihat hilal.
Orang tersebut dipercaya karena melihat hilal secara langsung dengan mata biasa tanpa peralatan bantu. Kemudian, kesaksian orang itu dapat dipercaya, dengan terlebih dulu diambil sumpahnya. Setelah mengetahui kesaksian itu, umat Islam di satu wilayah wajib menunaikan puasa Ramadan.
Di Indonesia, ketetapan awal Ramadan dapat bersandar kepada sidang isbat atau penentuan awal puasa yang digelar Kementerian Agama (Kemenag). Sidang isbat biasanya menentukan posisi hilal dari Tim Falakiyah oleh Kementerian Agama.
Jikalau hilal tidak dapat dilihat karena tebalnya awan, untuk menentukan awal bulan Ramadan bisa dengan menyempurnakan hitungan tanggal bulan Sya’ban menjadi 30 hari.
Rujukannya adalah hadis Nabi Muhammad SAW: “Berpuasa dan berbukalah karena melihat hilal, dan apabila hilal tertutup awan maka sempurnakanlah hitungannya bulan menjadi 30 hari.” (HR. Bukhari).
Meskipun demikian, sebagian ulama berpendapat penentuan awal Ramadhan bisa dilakukan tanpa metode rukyatul hilal (melihat bulan), yang dengan cara hisab. Hisab adalah metode perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan pada awal kalender hijriyah, termasuk bulan Ramadhan.
Rukun Puasa Ramadhan
Setelah terpenuhinya syarat wajib, orang yang menjalankan ibadah puasa harus memenuhi rukun puasa agar ibadahnya sah dan diterima Allah SWT. Dilansir dari NU Online, rukun puasa hanya ada dua.
1. Niat puasa
Niat adalah penegasan status fardu dari ibadah puasa Ramadhan. Hal ini menunjukkan kejelasan adanya ibadah, bukan hanya sekadar kehendak menunaikannya. Menurut ulama Mazhab Syafi'i, setiap orang yang hendak berpuasa disunahkan untuk melafalkan bacaan niatnya.
Bacaan niat puasa Ramadan adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
Bacaan latinnya: "Nawaitu sauma ghadin an'adai fardi syahri ramadhani hadzihisanati lillahita'ala"
Artinya: "Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu di bulan Ramadan tahun ini, karena Allah Ta'ala."
2. Menahan diri dari pembatal-pembatal puasa
Rukun kedua dalam ibadah puasa sebagaimana definisinya, yakni menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan sejak terbit fajar (waktu subuh) hingga terbenamnya matahari (waktu magrib) dengan niat karena Allah SWT.
Terdapat beberapa hal yang membatalkan puasa, seperti makan-minum, hubungan suami-istri di siang hari, muntah disengaja, keluar mani disengaja, haid, nifas, serta murtad keluar dari Islam.
- Hukum Sikat Gigi Saat Berpuasa di Bulan Ramadhan, Apakah Boleh?
- Tata Cara Mandi Junub Bagi Perempuan dan Laki-Laki Saat Ramadhan
- Bacaan Niat Puasa Ramadhan: Dalam Hati atau Dilafalkan Lisan?
- Tata Cara Sholat Witir 3 Rakaat Sendiri serta Bacaan Niat dan Doa
- Cara Shalat Tarawih 8 Rakaat di Rumah & Bacaan Doa Setelah Witir
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom