Menuju konten utama

Hukum Masturbasi dan Mimpi Basah Saat Puasa Ramadhan

Apakah masturbasi dan mimpi basah membatalkan puasa Ramadhan? Dalam Fikih, ada perbedaan antara hukum masturbasi dengan mimpi basah di tengah puasa.

Hukum Masturbasi dan Mimpi Basah Saat Puasa Ramadhan
Ilustrasi Ramadhan. foto/istockphoto

tirto.id - Esensi puasa adalah menahan diri dari nafsu dan syahwat, termasuk gairah seksual. Oleh karena itu, hubungan suami istri pada siang hari merupakan salah satu dari perbuatan yang membatalkan puasa.

Lalu, apakah masturbasi membatalkan puasa?

Sebelum membahas perkara ini, perlu diketahui definisi masturbasi dalam hukum Islam. Ahmad Nuryani dalam Hukum Istimna' (2009) menulis: bahwa masturbasi adalah perilaku mengeluarkan sperma secara sengaja, melalui tindakan yang merangsang alat vital, yakni kelamin, dengan memakai tangan atau benda lain untuk mencapai taraf orgasme.

Perincian definitif ini berpengaruh pada hukum tentang keadaan keluar sperma saat berpuasa. Hal ini dikarenakan, sebagaimana dilansir NU Online, keluarnya sperma atau mani dari kelamin ketika berpuasa terbagi menjadi dua keadaan dan memiliki hukum yang berbeda.

Pertama, jika sperma keluar dengan sendirinya, tanpa adanya keinginan dan persentuhan secara langsung. Misalnya, karena mimpi basah atau secara tidak sengaja menyaksikan tayangan seronok mengundang syahwat, lalu keluar sperma. Hukum keluar sperma karena mimpi basah atau tidak sengaja ini tidak membatalkan puasa.

Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani dalam Kitab Puasa Sunan Abu Dawud menuliskan, bahwa mimpi basah tidak membatalkan puasa. Pendapat ini dilandasi hadis riwayat Muhammad bin Katsir, bahwa Sufyan mengabarkan dari Zaid bin Aslam, dari salah seorang sahabatnya, dari salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Tidaklah batal puasa orang yang muntah, mimpi basah, dan orang yang berbekam," (H.R. Abu Dawud).

Selain itu, dalam keadaan tidur, orang dibebaskan dari ketentuan hukum. Hal ini sesuai hadis yang diriwayatkan dari ‘Aisyah: "Ada tiga golongan yang dibebaskan dari ketentuan hukum, yaitu orang sedang tidur sebelum bangun, anak-anak sampai ia ihtilam (bermimpi basah tanda dewasa), dan orang gila sampai ia sembuh" (H.R. Nasa’i, Abu Dawud, dan Tirmizi).

Kedua, jika keluar sperma dari alat vital disebabkan karena unsur kesengajaan, seperti melalui masturbasi, maka hal tersebut membatalkan puasa.

Hal ini didasari oleh firman Allah SWT, melalui hadis qudsi sebagai berikut: "Orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwat, makan, dan minumnya," (HR. Bukhari).

Merujuk pada hadis qudsi di atas, aktivitas masturbasi bisa dianggap sebagai bagian dari syahwat yang harus ditahan ketika orang berpuasa.

Ulama dari Madzhab Syafi'i, Abu Abdil Mu’thi Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi dalam kitabnya Nihayatu Az-Zain Fi Irsyadi Al-Mubtadi-in juga memberikan penjelasan tentang hukum masturbasi sebagai perbuatan yang membatalkan puasa, berikut ini.

"Masturbasi, bahkan meskipun tidak ada niat mengeluarkan air mani, tetapi keluar karena adanya persentuhan atau kontak langsung antar-kulit sebagai indera perasa dengan suatu barang, semisal mencium, menggenggam dengan tangan, atau menempelkan alat kelamin pada sesuatu sehingga keluar air mani, maka hal itu membatalkan puasa."

Hukum Masturbasi Setelah Buka Puasa Ramadhan

Jika mengeluarkan sperma dengan sengaja meski tanpa hubungan suami-istri dapat membatalkan puasa, bagaimana hukum masturbasi setelah berbuka puasa?

Oleh karena menahan nafsu dan syahwat saat berpuasa diwajibkan sejak terbit fajar hingga waktu magrib atau tenggelamnya matahari, maka hukum masturbasi usai berbuka sama dengan hukum melakukan tindakan ini pada hari biasa.

Mengenai hukum masturbasi pada hari biasa atau selain pada waktu puasa, para ulama berbeda pendapat. Namun, para ulama bersepakat bahwa masturbasi merupakan perilaku buruk dan bukan bagian dari akhlak yang baik, menurut ajaran Islam.

Kembali mengutip ulasan Ahmad Nuryani dalam Hukum Istimna' (2009), terdapat dua pendapat ulama mengenai hukum masturbasi dalam Fikih Islam.

Pertama, menurut para ulama mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hanafi, masturbasi atau onani hukumnya haram dilakukan oleh siapa pun.

Salah satu dasar pendapat ini adalah firman Allah SWT dalam surat Alma'arij ayat 29 dan 30: "Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela."

Kedua, pendapat ulama mazhab Hanbali yang menyatakan hukum masturbasi adalah makruh. Hal ini karena perbuatan masturbasi tidak ditemukan di Al-Quran yang menyatakan keharamannya.

"Sesuai dengan apa yang beliau [Ahmad ibn Hanbal], bahwa mani adalah barang berlebih yang boleh dikeluarkan sebagaimana kita boleh memotong atau membuang barang berlebih dari tubuh seseorang ... Ahmad ibn Hanbal menganggap bahwa perbuatan ini tidak sesuai akhlakul karimah [karenanya, hukum onani menjadi makruh]," (Hukum Istimna', hlm. 79-80).

Oleh sebab itu, masturbasi sebaiknya tidak dilakukan karena termasuk perbuatan tidak terpuji dan bahkan diharamkan oleh para ulama dari tiga mazhab.

Apalagi, pada bulan Ramadhan, umat Islam dianjurkan untuk menyibukkan diri dengan beribadah dan melakukan amalan baik untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sekaligus meninggalkan perbuatan-perbuatan tercela.

Baca juga artikel terkait HUKUM MIMPI BASAH atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom