Menuju konten utama
Hukum Masturbasi dalam Islam

Hukum Masturbasi bagi Wanita yang Belum Menikah dalam Islam

Hukum masturbasi bagi wanita yang belum menikah dalam Islam berbeda-beda. Ada ulama yang mengharamkan. Ada juga yang menghukuminya makruh.

Hukum Masturbasi bagi Wanita yang Belum Menikah dalam Islam
Ilustrasi hukum mastrubasi dalam Islam. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Hukum masturbasi bagi wanita yang belum menikah dalam Islam berbeda-beda. Ada ulama yang mengharamkan, memakruhkan, dan memperbolehkan tetapi dalam keadaan tertentu.

Secara definitif, istimna atau masturbasi adalah proses memperoleh kepuasan seks tanpa berhubungan kelamin. Kamus Besar Bahasa Indonesia juga mendefinisikan masturbasi sebagai stimulasi organ seks oleh diri sendiri.

Hukum mengeluarkan air mani oleh tangan sendiri secara medis tidak ada larangan karena memiliki beberapa manfaat. Namun, hukum masturbasi secara sains tetap harus diperhatikan karena ada efek negatifnya juga.

Dalam jurnal berjudul "Masturbation: Prevention & Treatment" (2011) dijelaskan, masturbasi dapat melemahkan kekuatan fisik, melemahkan indera penglihatan, serta berpotensi merusak organ seksual dalam beberapa kasus.

Lantas, bagaimana hukum masturbasi dalam Islam? Berikut ini penjelasan hukum memainkan kemaluan sendiri bagi wanita, serta hukum mengeluarkan air mani oleh tangan sendiri bagi pria.

Masturbasi dalam Islam Apakah Boleh bagi Pria dan Wanita?

Hukum masturbasi dalam Islam, menurut mayoritas ulama fikih, diperbolehkan. Syaratnya adalah dilakukan bersama pasangan, tetapi tidak pada waktu-waktu tertentu seperti saat puasa, iktikaf, dan ihram.

Meski begitu, terdapat beberapa pendapat ulama yang berbeda terkait hukum masturbasi bagi wanita yang belum menikah maupun laki-laki.

Perbedaan pendapat ulama ini dapat digolongkan menjadi tiga. Berikut penjelasan hukum masturbasi dalam Islam.

1. Hukum Masturbasi Haram

Hukum masturbasi dalam Islam menurut ulama Maliki dan Syafi’i adalah haram. Ulama Syafi’i merujuk kepada firman Allah Swt. Surah Al-Mukminun ayat 5-7 bahwa diperintahkan menjaga kemaluan sebagai berikut:

“Dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barangsiapa mencari di balik itu [zina, dan sebagainya], maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas,” (QS. Al-Mu’minun [23]: 5-7).

Hukum masturbasi bagi wanita yang belum menikah juga dilarang karena syariat Islam memerintahkan untuk menjaga kemaluannya. Perintah agar pria dan wanita yang belum menikah menjaga kemaluannya termuat dalam firman Allah Swt. sebagai berikut:

“Orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian [diri]-nya sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya...,” (QS. An-Nur [24]: 33).

Hukum memainkan kemaluan sendiri bagi wanita, menurut pendapat ulama Mazhab Maliki, merujuk pada sabda Rasulullah saw., dalam hadis riwayat Muslim.

“Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang sudah mampu ba’ah [menikah], maka menikahlah! Sebab, menikah itu lebih mampu menjaga pandangan dan memelihara kemaluan. Namun, siapa saja yang tidak mampu, maka sebaiknya ia berpuasa. Sebab, berpuasa adalah penekan nafsu syahwat baginya,” (HR Muslim).

Syekh Abdurrahman ibn Muhammad ‘Audh al-Jaziri dalam kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah menjelaskan adanya tambahan argumentasi tentang hukum masturbasi dalam Islam. Menurut Mazhab Maliki, apabila masturbasi diperbolehkan syariat, Rasulullah saw. pasti telah menyarankannya. Sebab, onani lebih mudah dilakukan daripada puasa, dalam konteks menahan syahwat.

2. Hukum Masturbasi dalam Islam Diperbolehkan dengan Syarat

Hukum masturbasi bagi wanita yang belum menikah diperbolehkan, asalkan perbuatan itu dilakukan dengan tujuan menenangkan diri. Itu juga berlaku bagi pria.

Sebaliknya, hukum mengeluarkan air mani oleh tangan sendiri bagi pria dan memainkan kemaluan sendiri bagi wanita adalah haram, terutama jika tujuannya sekadar membangkitkan dan mengumbar dorongan syahwat.

Pendapat kedua terkait hukum masturbasi dalam Islam ini datang dari ulama Hanafi. Sebagian ulama Mazhab Hanafi berpandangan, mencegah dengan cara masturbasi cenderung lebih baik, daripada terjerumus ke perbuatan zina.

Rujukan hukum masturbasi dalam Islam, menurut ulama Hanafi, yakni:

"Meraih kemaslahatan umum dan menolak bahaya yang lebih besar dengan mengambil sesuatu [antara dua perkara] yang lebih ringan bahayanya".

Dalam kitab Fiqh ala Madzahib al Arba’ah juz 5 dijelaskan, ulama Hanafi menyatakan bahwa hukum masturbasi adalah haram. Namun, hukum masturbasi menjadi boleh dengan ketentuan: jika tidak dilakukan berpotensi terjerumus dalam zina serta dikhawatirkan mengganggu kesehatan fisik dan mental, sebab belum menikah.

Akan tetapi, pendapat ulama Mazhab Hanafi di atas dianggap daif dan tidak berlaku. Dalam kitab Hikmah at Tasyri’ wa Falsafatuhu dijelaskan, perbuatan masturbasi menyebabkan kerusakan fisik dan psikis. Berikut penjelasannya:

“Adapun kerusakan yang menimpa pada fisik, ulama mengatakan: 'barangsiapa yang melakukan terus menerus tubuhnya akan mengalami kurus [lemah], kaki bagian betisnya kendor, kedua matanya cekung serta membiru, aura wajahnya pucat, kedua tangannya lemah, tulangnya mengecil, badannya gemetar ketika diajukan pertanyaan kepadanya serta kepalanya akan menunduk, dan menyebabkan lemahnya organ reproduksi [seks].'

“Adapun kerusakan pada akal [psikis] akan menyebabkan seseorang cenderung berpikiran lemah/rendah, berwatak keras, ceroboh, sering marah hanya dengan masalah sepele, keras kepala, dan tidak memiliki pendirian yang tetap pada perilaku, menjadikan jauh dari temannya, dan suka menyendiri. Menurut pendapat, bahwa melakukan satu kali onani sama dengan 12 kali dari jimak.”

3. Hukum Masturbasi dalam Islam adalah Makruh

Selain dihukumi haram, masturbasi dalam Islam juga dianggap perbuatan makruh oleh ulama yang lain.

Hukum memainkan kemaluan sendiri bagi wanita dan mengeluarkan air mani oleh tangan sendiri bagi pria dianggap makruh, berdasarkan pendapat Ibnu Hazm, sebagian ulama Hanafi, sebagian ulama Syafi’I, dan sebagian ulama Hambali.

Hukum masturbasi dianggap makruh karena perkara tersebut status hukum keharamannya tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Al-Qur’an maupun hadis. Maka dari itu, masturbasi hanya digolongkan dalam akhlak yang tidak mulia sebagaimana dijelaskan Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh al-Sunnah.

Baca juga artikel terkait HUKUM ISLAM atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fadli Nasrudin