Menuju konten utama

Sebaiknya Puasa Syawal atau Bayar Utang Ramadhan Dulu?

Sebaiknya puasa Syawal lebih dahulu atau bayar utang puasa Ramadhan dulu?

Sebaiknya Puasa Syawal atau Bayar Utang Ramadhan Dulu?
Ilustrasi Foto Ramadhan 2024. foto/IStockphoto

tirto.id - Apakah boleh puasa Syawal dulu baru bayar hutang puasa Ramadhan yang tidak ditunaikan pada bulan puasa lalu karena udzur syar'i? Bolehkah bayar utang puasa di bulan Syawal, meski jedanya baru 1-2 hari setelah Idul Fitri.

Diperbolehkan puasa Syawal sebelum membayar utang puasa Ramadan. Namun yang, paling utama adalah mengqada puasa Ramadan terlebih dahulu, karena hukumnya wajib dan mengikat.

Puasa Ramadan adalah ibadah wajib bagi kaum muslim yang telah mukalaf tanpa uzur syar'i. Allah Swt. menegaskan kewajiban menjalankan puasa Ramadhan dalam Surah Al-Baqarah ayat 183.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Yā ayyuhal-lażīna āmanū kutiba ‘alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba ‘alal-lażīna min qablikum la‘allakum tattaqūn(a).

"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Di sisi lain, disebutkan juga sebelumnya bahwa terdapat orang-orang dengan uzur syar'i yang diperbolehkan tidak menunaikan puasa Ramadan. Beberapa golongan tersebut meliputi musafir, orang sakit, orang jompo, wanita hamil, orang yang tercekik haus dan orang yang tercekik lapar, serta wanita menyusui.

Allah Swt. berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 184 mengenai kemudahan untuk tidak menjalankan puasa bagi golongan tertentu sebagai berikut

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

"[Yaitu] beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan [lalu tidak berpuasa], [wajib mengganti] sebanyak hari [yang dia tidak berpuasa itu] pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, [yaitu] memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."

Selain kemudahan, ayat di atas juga menegaskan kewajiban mengganti (mengqada) puasa wajib yang telah ditinggalkan pada hari lain di luar bulan Ramadan. Buya Yahya dalam buku Fiqih Praktis Puasa menuliskan ketentuan mengqada puasa bagi beberapa golongan sebagai berikut:

  • Anak Kecil (tidak wajib qada puasa maupun bayar fidyah).
  • Orang gila yang tidak disengaja (tidak wajib qada puasa maupun bayar fidyah).
  • Orang gila yang disengaja (wajib qada puasa saat sudah sembuh).
  • Orang sakit dengan harapan sembuh (wajib qada puasa saat sudah sembuh).
  • Orang sakit tanpa harapan sembuh (wajib membayar fidyah).
  • Orang tua yang tidak mampu puasa (wajib membayar fidyah).
  • Orang bepergian atau musafir (wajib qada puasa).
  • Perempuan sedang haid (wajib qada puasa).
  • Perempuan sedang nifas (wajib qada puasa).
  • Ibu hamil yang khawatir akan kondisi dirinya (wajib qada puasa).
  • Ibu menyusui yang khawatir akan kondisi dirinya (wajib qada puasa).
  • Ibu hamil yang khawatir akan kondisi dirinya dan bayi (wajib qada puasa).
  • Ibu menyusui yang khawatir akan kondisi dirinya dan bayi (wajib qada puasa).
  • Ibu hamil yang khawatir ke kondisi bayinya saja (wajib qada puasa dan bayar fidyah).
  • Ibu menyusui yang khawatir ke kondisi bayinya saja (wajib qada puasa dan bayar fidyah).

Yang Mana Duluan Puasa Syawal atau Mengganti Puasa Ramadhan?

Setelah berpuasa Ramadan sebulan penuh, umat Islam akan menemui hari kemenangan (Hari Raya Idul Fitri) pada 1 Syawal. Di sisi lain, bulan Syawal menjadi waktu kaum muslim tetap mempertahankan berbagai amalan saleh yang telah dikerjakan selama bulan Ramadan.

Salah satu amalan yang dianjurkan untuk dilakukan umat Islam di bulan Syawal adalah puasa sunah 6 hari. Dalam sebuah riwayat hadis dari Abu Ayyub Al-Anshory, Rasulullah Saw. bersabda sebagai berikut:

“Siapa yang berpuasa Ramadan kemudian berpuasa 6 hari pada Syawal, maka dia bagai berpuasa setahun penuh,” (HR. Muslim).

Meskipun terdapat anjuran tersebut, beberapa kaum muslim justru gundah karena belum mengqada puasa Ramadan namun berkeinginan puasa Syawal. Lantas, apakah boleh puasa Syawal dulu baru bayar hutang? Pendapatan para ulama berkaitan permasalahan tersebut dibagi menjadi tiga sebagai berikut:

1. Ulama melarang

Para ulama melarang, karena tingkat hukum pengerjaan puasa qadha adalah wajib, sementara puasa Syawal masih sunah. Kedua perkara tersebut tidak dapat dibandingkan, karena secara fikih sudah berbeda kelas hukum.

Qadha puasa Ramadan bersifat mengikat kepada siapapun yang berhutang hingga kapanpun selama belum dibayar. Di sisi lain, keutamaan puasa Syawal baru diperoleh setelah muslim mengerjakan puasa Ramadan sebulan penuh sebagaimana hadis sebagai berikut:

“Siapa yang berpuasa Ramadan, maka pahala puasa sebulan Ramadan itu [dilipatkan sama] dengan puasa 10 bulan, dan berpuasa 6 hari setelah Idulfitri [dilipatkan 10 menjadi 60], maka semuanya [Ramadan dan 6 hari bulan Syawal] genap setahun," (HR. Ahmad).

2. Ulama memperbolehkan

Para ulama memperbolehkan pengerjaan puasa Syawal sebelum mengqada puasa Ramadan. Namun, ulama memberikan catatan, puasa Syawal boleh dikerjakan bagi mereka yang sebelumnya meninggalkan puasa Ramadan karena uzur syar'i. Syekh Sulaiman al-Jamal dalam kitab Hasyiatul Jamal 'ala Syarh Al-Minhaj menjelaskan sebagai berikut:

"Jika seseorang sengaja tidak melakukan puasa Ramadan, haram baginya melakukan puasa enam hari bulan Syawal, selain [mengganti] puasa Ramadan. Hal ini karena dia wajib mengganti puasa Ramadan dengan segera."

3. Ulama menyarankan penggabungan niat

Terdapat ulama yang menyarankan penggabungan niat puasa qadha Ramadan dan puasa sunah Syawal. Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitab al-Asbah wan Nadhair mengklasifikasikan penggabungan niat ibadah wajib dan sunah menjadi empat sebagai berikut:

  • Dua ibadah yang diniatkan bersama hukumnya sah. Sebagai contoh mandi junub di hari Jumat digabung mandi sunah Jumat.
  • Ibadah wajib sah, sedangkan ibadah sunahnya tidak. Sebagai contoh, orang yang menjalankan ibadah haji pertama kali. Apabila haji wajib dan sunah, yang dianggap sah adalah yang wajib.
  • Ibadah sunah sah, sementara wajib tidak. Sebagai contoh, orang yang memberi uang kepada fakir miskin dengan niat zakat wajib dan sedekah.
  • Tidak sah kedua ibadah yang digabung. Sebagai contoh orang yang berniat salat fardu sekaligus rawatib.
Sebagian ulama, memasukan penggabungan puasa sunah dan qada wajib dalam kategori pertama. Oleh sebab itu, puasa Syawal dan qada puasa Ramadan dapat dikerjakan dengan niat digabung.

Apakah Boleh Puasa Sunnah, tapi Punya Utang Puasa Ramadhan?

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, ulama berbeda pendapat mengenai pembolehan puasa sunah sebelum qada puasa Ramadan. Namun, pendapat yang paling kuat adalah mengqada puasa Ramadan sebelum menjalankan puasa sunah.

Meskipun demikian, orang yang memiliki hutang puasa karena uzur syar'i, bebas membayar kapanpun sebelum Ramadan berikutnya. Abu Zakaria Muhyiddin an-Nawawi dalam kitab Al-Majmu Syarah Al Muhadzdzab menyebutkan sebagai berikut:

“Jika ia [seorang muslim] mengakhirkan puasa qada sampai datang Ramadan berikutnya tanpa uzur, ia telah berdosa, dan ia harus berpuasa Ramadan yang datang.”

Oleh sebab itu, terdapat ulama yang memperbolehkan kaum muslim mengerjakan puasa sunah meskipun belum mengqada puasa Ramadan. Namun dengan catatan, qada puasa Ramadan disebabkan uzur syar’i.

Di sisi lain, orang yang meninggalkan puasa Ramadan tanpa uzur syar'i, wajib langsung mengganti ketika memasuki tanggal 2 Syawal. Mereka dilarang untuk menunaikan puasa sunah, sebelum membayar utang puasa Ramadan.

Masih dari kitab Al-Majmu Syarah Al Muhadzdzab, Abu Zakaria Muhyiddin an-Nawawi menerangkan sebagai berikut,"Orang yang tidak puasa Ramadhan tanpa uzur [disengaja], maka ia wajib langsung menggantinya setelah bulan Ramadhan. Ini merupakan pendapat yang sahih menurut mayoritas ulama mazhab Syafi’iyah.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2024 atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fitra Firdaus