Menuju konten utama

Siapa Saja yang Boleh Tidak Puasa Ramadhan & Apa Syarat Wajib Puasa

Siapa saja yang boleh tidak puasa Ramadhan termasuk ibu hamil, ibu menyusui, musafir, dan orang sakit. Apa saja syarat wajib puasa?

Siapa Saja yang Boleh Tidak Puasa Ramadhan & Apa Syarat Wajib Puasa
Ilustrasi hidangan puasa. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Siapa saja yang boleh meninggalkan puasa atau tidak berpuasa Ramadhan dan apa saja syarat wajib puasa? Berdasarkan Kasyifatu Saja oleh Syekh Nawawi al-Bantani, terdapat 6 golongan yang boleh tidak puasa, yaitu musafir, orang sakit, orang yang sudah sangat tua sehingga tidak berdaya, wanita hamil, ibu menyusui, dan orang yang benar-benar tercekik haus.

Orang-orang di atas diperbolehkan untuk meninggalkan puasa Ramadhan karena keadaan di luar kemampuan dirinya. Meskipun demikian, bagi musafir, orang sakit, wanita hamil, ibu menyusui, atau orang yang tercecik haus, mereka tetap dikenai kewajiban qadha (mengganti) puasa di luar bulan Ramadan.

Puasa Ramadhan merupakan ibadah wajib bagi umat Islam yang telah mukallaf. Sepanjang 29 atau 30 hari Ramadhan, mereka yang sudah mukallaf akan menahan lapar, haus, dan tidak berhubungan badan sejak terbit fajar shadiq (subuh) hingga waktu terbenamnya matahari (maghrib).

Mukallaf secara istilah adalah kondisi saat seorang muslim atau muslimah dikenakan hukum wajib menjalankan rukun Islam karena telah memenuhi syarat.

Syarat Sah Puasa & Syarat Wajib Puasa

Dalam Safinatun Najah, Syekh Salim Samir Al-Hadhromi Asy-Syafi’i menyebutkan terdapat 4 syarat sah puasa yaitu islam, berakal, suci dari semisal haidh, dan mengerti waktu puasa.

Sementara itu, syarat wajib puasa ada 5, yaitu Islam, taklif (baligh dan berakal), mampu, sehat, dan [5] mukim.

Kewajiban seorang mukallaf untuk menunaikan ibadah puasa dijelaskan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya dalam Surah Al Baqarah ayat 183 berikut:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ - ١٨٣

Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS Al Baqarah [2]:183)

Seseorang yang telah mukallaf juga diperbolehkan untuk tidak berpuasa, apabila ia beruzur syar’i. Uzur syari’i adalah keadaan di luar kemampuan manusia yang menyebabkan seorang mukallaf diperbolehkan untuk tidak berpuasa, seperti sakit parah, musafir, haid, dan lain sebagainya.

Siapa Saja yang Boleh Tidak Berpuasa Ramadhan

Dikutip dari "Enam Orang Ini Dibolehkan Islam Tidak Berpuasa Ramadhan" oleh Alhafiz Kurniawan (NU Online), Syekh Nawawi al-Bantani dalam Kasyifatu Saja menyebutkan golongan orang-orang mukallaf yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa karena udzur syar’i sebagai berikut.

“Enam orang berikut ini diperbolehkan berbuka puasa di siang hari bulan Ramadhan. Mereka adalah pertama musafir, kedua orang sakit, ketiga orang jompo (tua yang tak berdaya), keempat wanita hamil (sekalipun hamil karena zina atau jimak syubhat).

Kelima orang yang tercekik haus (sekira kesulitan besar menimpanya dengan catatan yang tak tertanggungkan pada lazimnya menurut Az-Zayadi, sebuah kesulitan yang membolehkan orang bertayamum menurut Ar-Romli) -serupa dengan orang yang tercekik haus ialah orang yang tingkat laparnya tidak terperikan-, dan keenam wanita menyusui baik diberikan upah atau suka rela.”

Secara sederhana, Syekh Nawawi menyebutkan 6 golongan orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa Ramadan meliputi musafir, orang sakit, orang jompo, wanita hamil, orang yang tercekik haus dan orang yang tercekik lapar, dan wanita menyusui.

Meskipun seseorang telah masuk ke dalam salah satu dari keenam golongan tersebut, ia tetap harus memastikan dirinya benar-benar tidak dapat berpuasa pada hari tersebut. Sebagai contoh orang yang sakit, golongan ini tidak serta-merta bisa meninggalkan puasa seenak hati. Minimal, ia harus menanyakan kepada dokter, apakah dirinya diperbolehkan untuk tidak berpuasa.

Secara sederhana, keenam golongan tersebut diperbolehkan meninggalkan puasa, namun harus ada penguat sehingga ia tidak ragu melakukannya. Penguatan ini dapat berupa rekomendasi dokter maupun keadaan rutinitas, seperti jika dilakukan pembiaran kerap terjadi hal yang membahayakan diri seperti pingsan dan sebagainya.

Di samping diperbolehkan meninggalkan puasa, keenam golongan ini juga harus mengqada (mengganti) ibadah wajib tersebut setelah bulan suci tersebut dan sebelum Ramadan di tahun berikutnya. Waktu mengqada puasa yang paling tepat adalah sesegera mungkin.

Kewajiban qada puasa bagi orang-orang yang memiliki uzur syar’i ketika bulan Ramadan dijelaskan oleh Allah swt dalam Surah Al Baqarah ayat 184 sebagai berikut.

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ - ١٨٤

Artinya, "(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al Baqarah [2]: 184)

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2022 atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fitra Firdaus