tirto.id - Terdapat syarat sah puasa dan syarat wajib puasa Ramadhan. Umat Islam yang sudah baligh dan berakal wajib menjalankan puasa tersebut, yang pada tahun ini akan berlangsung selama 30 hari mulai Sabtu 2 April 2022.
Secara bahasa, puasa berarti menahan diri. Sementara itu, secara istilah, dalam Fikih Islam Lengkap (1978) oleh Moh. Rifa'i, puasa puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkanya dari terbit fajar (waktu subuh) hingga terbenam matahari (waktu maghrib) semata karena perintah Allah, serta disertai niat dan syarat-syarat tertentu.
Hukum Puasa Ramadhan & Macam Puasa dalam Islam
Hukum puasa Ramadhan adalah wajib. Artinya, seorang muslim yang tidak terkena uzur (halangan) wajib mengerjakannya, jika tidak maka berdosa. Hal ini didasarkan pada Surah Al-Baqarah:183, "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa".
Selain puasa Ramadan yang dilakukan sepanjang 29 atau 30 hari bulan Ramadan, terdapat 3 puasa wajib lainnya, yaitu puasa qadha (puasa ganti) Ramadhan, puasa nazar, dan puasa kafarat (kifarat).
Di samping puasa wajib, terdapat pula puasa sunnah. Puasa ini bila dikerjakan mendapatkan pahala, tetapi jika tidak dikerjakan, tidak apa-apa. Beberapa contoh puasa sunnah adalah puasa Senin-Kamis, puasa Arafah (9 Zulhijah), Puasa Asyura (10 Muharam), puasa 6 hari pada bulan Syawal, dan puasa ayyamul bidh (3 hari pada pertengahan bulan dalam kalender Hijriah).
Terdapat hari-hari ketika seorang muslim dilarang berpuasa, yaitu hari raya Idul Fitri (1 Syawal), hari raya Idul Adha (10 Zulhijah), dan hari tasyrik (11-13 Zulhijah).
Syarat Wajib Puasa
Dalam Kitab Safinatun Najah karya Syaikh Salim Samir Al-Hadhromi Asy-Syafi’i, syarat wajib puasa ada 5 hal, yaitu Islam, taklif (baligh dan berakal), mampu, sehat, dan bermukim.
Dalam "Penjelasan Syarat Wajib dan Rukun Puasa Ramadlan" oleh Syaifullah (NU Online), syarat wajib adalah syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang sebelum melaksanakan suatu ibadah. Jika ia tidak memenuhi syarat wajib, maka gugurlah tuntutan kewajiban kepadanya.
Syarat wajib puasa Ramadan adalah sebagai berikut.
1) Islam
Perintah puasa ditujukan untuk orang Islam. Lebih rinci lagi dalam QS. Al-Baqarah: 183, Allah menyerukan perintah puasa untuk orang-orang yang beriman, Yaa ayyuhal alladziina aamaanuu. Melansir dari laman NU Online, perintah puasa berlaku untuk orang Islam sehingga orang-orang yang beragama selain Islam tidak terkena aturan wajib melaksanakan puasa Ramadan.
2) Baligh
Syarat wajib kedua adalah baligh. Baligh memiliki artian sudah dewasa yang ditandai dengan keluar mani bagi laki-laki dan haid bagi perempuan. Ketika seseorang sudah baligh, ia dibebani kewajiban syariat seperti salat dan puasa.
Jika dibuat perhitungan, batas bawah (minimal) baligh adalah 9 tahun jika keluar mani (laki-laki) dan haid (perempuan). Jika remaja belum keluar mani atau belum haid, batas minimalnya adalah 15 tahun.
Melansir dari laman Kemenag Bali, anak kecil meskipun dia beragama Islam tidak memiliki kewajiban untuk berpuasa karena ia belum baligh.
Meskipun demikian, anak kecil dapat saja tetap dilatih untuk berpuasa sebagai persiapan ketika ia sudah baligh kelak.
3) Berakal
Syarat wajib berikutnya adalah berakal. Melansir dari laman Kemenag Bali, orang yang tidak memiliki akal dan kesadaran penuh, seperti orang gila atau orang ayan selama seharian penuh tidak dikenai kewajiban melakukan puasa Ramadan.
Diriwayatkan, terdapat 3 golongan yang tidak terkena hukum syar’i yaitu orang yang tidur sampai ia terbangun, orang yang gila sampai ia sembuh, dan anak-anak sampai ia baligh. (H.R. Abu Dawud).
4) Mampu Berpuasa
Orang yang mampu berpuasa salah satu parameternya adalah memiliki kondisi sehat sehingga sanggup melaksanakan ibadah puasa sejak terbit fajar shodiq hingga terbenam matahari.
Orang yang sehat dan mampu berpuasa diwajibkan puasa Ramadan. Sementara itu, orang yang sakit dan tidak mampu berpuasa tidak wajib berpuasa pada hari ketika ia sakit. Namun, mereka wajib mengqadanya atau membayar utang puasa pada hari di luar Ramadan.
5) Bermukim
Maksud dari bermukim adalah berada di tempat tinggal atau menetap di domislinya. Orang yang menetap atau tidak musafir memiliki kewajiban untuk berpuasa Ramadan.
Untuk orang yang sedang melakukan perjalanan sehingga tidak berada di daerah mukim, diperkenankan untuk tidak berpuasa. Namun, ia harus mengqadha puasa yang ia tinggalkan di hari lain.
Kendati demikian, jika ia ingin tetap berpuasa saat musafir, pusanya tetap dihitung sah. Kebolehan untuk tidak berpuasa saat musafir ini sebatas pada rukhsoh atau keringanan yang Allah tetapkan.
Syarat Sah Puasa
Dalam Kitab Safinatun Najah karya Syaikh Salim Samir Al-Hadhromi Asy-Syafi’i, syarat wajib puasa ada 4 hal, yaitu Islam, berakal, suci dari semisal haidh, dan mengerti waktu puasa.
Seorang perempuan yang mengalami haid, dapat membatalkan puasa Ramadhannya pada hari-hari tersebut, lantas menggantinya (mengadha) pada hari di luar bulan Ramadan.
Rukun Puasa
Rukun puasa adalah sesuatu yang harus dilaksanakan seseorang yang melaksanakan puasa. Apabila rukun-rukun tersebut tidak terpenuhi, maka puasa menjadi tidak sah.
Dalam Kitab Safinatun Najah rukun puasa terdiri dari 3 hal, yaitu niat pada malam hari setiap hari untukpuasa Ramadhan, meninggalkan pembatal-pembatal saat ingat berdasarkan keinginan sendiri (menahan diri dari hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari) tanpa jahil dan uzur, dan orang yang berpuasa.
Niat dalam rukun puasa Ramadhan atau puasa qadha dilakukan pada malam hari sebelum tiba waktu berpuasa. Ini berbeda dengan puasa sunnah, yang niatnya dapat diucapkan pada pagi hari selama orang tersebut belum melakukan sesuatu yang membatalkan puasa.
Selain itu, dalam puasa ada sunah-sunah yang diyariatkan agar pahala puasa semakin melimpah.
Sunah-sunah puasa tersebut, antara lain: mengakhirkan sahur, segera berbuka jika waktunya sudah tiba, berdoa ketika berbuka puasa, memperbanyak sedekah dan infak, menahan lidah dari perkataan yang sia-sia, memperbanyak membaca Al-Qur’an, dan iktikaf, terutama pada sepuluh hari terakhir.
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Fitra Firdaus