tirto.id - Apakah boleh puasa ikut NU lebaran ikut Muhammadiyah? Ini merupakan pertanyaan guyonan yang seringkali muncul di kalangan umat Islam Indonesia, terutama di bulan Ramadan.
Sekalipun candaan, pertanyaan itu seyogianya ditanggapi dengan serius. Ada kemungkinan segelintir orang benar-benar berpikir untuk berpuasa mengikuti Nahdlatul Ulama (NU) yang belakangan, namun berniat mengikuti lebaran bersama Muhammadiyah yang lebih awal.
Terlepas dari itu, perbedaan waktu mulai dan akhir puasa Ramadan menjadi fenomena tahunan yang lumrah terjadi di Indonesia. Oleh sebab itu, penting bagi umat Islam tanah air untuk mengetahui hukum puasa ikut NU lebaran ikut Muhammadiyah.
Mengapa Awal Ramadhan Muhammadiyah dan NU Sering Berbeda?
Perbedaan puasa NU dan Muhammadiyah adalah suatu hal yang wajar, karena keduanya memiliki metode yang berbeda dalam menentukan bulan baru dalam kalender hijriah.
Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal. Dalam metode ini, ada tiga kriteria yang harus terpenuhi secara kumulatif meliputi telah terjadi ijtimak (konjungsi), ijtimak terjadi setelah matahari terbenam, dan pada saat terbenamnya matahari bulan berada di atas ufuk.
Di sisi lain, NU menggunakan metode hisab dan rukyatul hilal untuk menentukan awal bulan baru hijriah. Namun, NU menempatkan metode hisab bukan sebagai keputusan akhir melainkan prediktif.
Keputusan NU dalam menentukan awal bulan dilakukan melalui sidang isbat dengan mempertimbangkan hasil metode hisab dan rukyatul hilal. Dalam menggunakan metode rukyatul hilal, ada empat ketentuan yang diterapkan NU sebagai berikut.
- Jika hilal di bawah ufuk atau minimum di bawah 0 derajat, bulan sebelumnya digenapkan menjadi 30 hari.
- Jika hilal bisa teramati dengan posisi mencapai kriteria imkan rukyah, bulan sebelumnya hanya berumur 29 hari dan esok telah masuk bulan baru.
- Jika hilal tidak teramati di seluruh wilayah Indonesia namun telah melebihi kriteria imkan rukyah, berlaku istikmal, bulan sebelumnya digenapkan menjadi 30 hari.
- Jika hilal tidak teramati namun sudah sangat tinggi, berlakunya istikmal ditiadakan karena berdampak di bulan berikutnya yang hanya 28 hari. Sebagai gantinya, bulan sebelumnya hanya berumur 29 hari dan esok telah masuk bulan baru.
Hukum Awal Puasa Ikut NU, Lebaran Ikut Muhammadiyah
Hukum awal puasa ikut NU, lebaran ikut Muhammadiyah adalah boleh. Dengan catatan, puasa seseorang telah dilaksanakan minimal selama 29 hari. Dalam kalender Hijriah, jumlah hari dalam sebulan hanya ada dua kemungkinan yaitu 29 atau 30 hari.
Akan tetapi, yang lebih utama ada tidak mencampur adukan pilihan yang telah diambil di awal. Sebagai contoh, seseorang yang telah mengikuti ketetapan NU di awal puasa, hingga akhir sebaiknya tetap istikamah dengan hasil pengamatan hilal organisasi tersebut.
Meskipun demikian, dalam konteks awal puasa berbeda hari, ada kemungkinan lebaran antara NU dan Muhammadiyah terjadi pada hari yang bersamaan.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fitra Firdaus
Penyelaras: Syamsul Dwi Maarif