Menuju konten utama

Hal-hal yang Dapat Membatalkan Puasa di Bulan Ramadan

Beberapa hal dapat membatalkan puasa, seperti makan dan minum yang dilakukan secara sengaja.

Hal-hal yang Dapat Membatalkan Puasa di Bulan Ramadan
Jemaah memadati Masjid Istiqlal untuk berbuka puasa bersama, Jakarta, Kamis (17/5/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Ibadah puasa pada bulan suci Ramadan hukumnya wajib dikerjakan bagi umat Islam. Namun, puasa yang dilakukan selama sebulan penuh, bisa batal karena beberapa hal, bukan hanya sebatas makan dan minum karena sengaja.

Puasa bermakna menahan diri untuk tidak makan dan minum, juga hal-hal yang membatalkan, sejak fajar terbit hingga matahari tenggelam. Dalil untuk makna ini tercantum dalam Surah al-Baqarah:187, "Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam...”

Di dalam Buku Saku Sukses Ibadah Ramadhan terbitan Pengurus Pusat Lajnah Ta'lif wan Nasyr Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) (2017:18), setiap masuknya benda ke dalam perut melalui organ tubuh, misalnya seperti mulut, hidung, telinga, atau kemaluan, maupun bersetubuh dengan istri di siang hari pada bulan suci Ramadan hingga mengeluarkan sperma dapat membatalkan puasa.

Hal ini dengan catatan jika beberapa hal tersebut dilakukan secara sengaja, dan yang mengerjakan kesalahan tersebut tahu hukumnya.

Seseorang yang lupa atau tidak sengaja melakukan hal-hal yang membatalkan seperti muntah-muntah, lupa makan dan minum, serta junub saat puasa, tidak lantas batal puasanya.

Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad bersabda, "Barangsiapa lupa dalam keadaan berpuasa, lalu ia makan atau minum, maka sempurnakan puasanya. Sebab ia diberi makan atau minum oleh Allah."(HR Ahmad, Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)

Dalam keterangan hadis tersebut, jelas bahwa ketika lupa atau tidak sengaja makan dan minum, maka dapat melanjutkan puasanya hingga selesai. Namun jika dilakukan secara sengaja, maka puasa hukumnya menjadi batal.

Dikutip dari Tuntunan Ibadah pada Bulan Ramadhan 1439 H terbitan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah (2018:18), jika makan dan minum di siang hari pada bulan Ramadan, puasanya menjadi batal dan wajib menggantinya di luar bulan Ramadan.

Sementara dalam sebuah hadis yang menjelaskan tentang perkara muntah, jika dilakukan secara sengaja di siang hari seperti memasukkan jari ke tenggorokan, maka puasanya dinyatakan batal. Namun jika karena tidak sengaja seperti ketika dalam kondisi sakit, tidak membatalkan puasa.

َRasulullah bersabda, "Barangsiapa dikalahkan oleh muntah maka tidak ada qadha’ baginya. Barangsiapa muntah dengan sengaja, maka hendaknya ia meng-qadha’nya (H,R Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Majah, Baihaqi dan al-Hakim dari Abu Hurairah)

Jika seseorang mengeluarkan sperma secara sengaja dalam keadaan puasa, maka ia batal. Namun jika tidak sengaja, seperti bermimpi hingga keluar sperma, maka puasa tidak batal.

Sepasang suami-istri yang bersetubuh di malam hari dan baru mandi sesudah subuh, maka juga tidak membatalkan puasa itu sendiri. Diriwayatkan dari Aisyah dan Umi Salamah, “Rasulullah di saat subuh dalam keadaan junub setelah bersetubuh, bukan karena mimpi, beliau tidak membatalkan puasanya dan tidak meng-qadha’nya (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dalam Tuntunan Ibadah pada Bulan Ramadhan 1439 H (2018:17), terkait suami-istri yang bersetubuh saat puasa, tidak lupa, dan mereka mengetahui hukumnya, maka wajib bagi mereka untuk mengganti puasa tersebut di luar bulan Ramadan, dan wajib membayar kifarah dengan pilihan-pilihan. Yang pertama, memerdekakan seorang budak. Jika tidak mampu, harus berpuasa 2 bulan berturut-turut. Jika tidak mampu lagi, maka mereka harus memberi makan 60 orang miskin, setiap orang 1 mud makanan pokok.

Dalil akan qadha puasa dan kifarah ini adalah riwayat dari Abu Hurairah, tentang datangnya seorang lelaki yang mengaku telah bersetubuh dengan istrinya di bulan Ramadan, dalam kondisi berpuasa.

Atas kejadian tersebut, Nabi Muhammad bersabda, "Apakah engkau dapat menemukan budak yang engkau merdekakan?"

Ketika orang tersebut menjawab tidak, Nabi memberikan opsi lain, "Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?"

Orang itu kembali menjawab tidak, sehingga Nabi memberikan penawaran lain, "Mampukah engkau memberi makan 60 orang miskin?"

Sekali lagi lelaki itu menjawab "tidak", sampai ada seseorang yang memberikan sekeranjang kurma. Mengetahui hal itu, Nabi kemudian mencari lelaki tadi, dan berkata, "Ambillah ini dan sedekahkanlah".

Namun, lelaki itu menjawab, "Apakah aku akan sedekahkan kepada orang yang lebih miskin daripada aku, hai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada di antara kedua benteng-kedua bukit hitam kota Madinah ini keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku."

Menanggapi kalimat itu, Nabi tertawa hingga nampak gigi taringnya, kemudian bersabda, "Berikanlah makanan itu kepada keluargamu".

Baca juga artikel terkait RAMADAN 2019 atau tulisan lainnya dari Beni Jo

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Beni Jo
Editor: Fitra Firdaus